RUU Gender, tanggung jawab korporasi perlu diatur
A
A
A
Sindonews.com – Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender yang sedang dibahas DPR, diharapkan mengatur tanggung jawab korporasi dalam pemenuhan hak-hak perempuan.
“RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender menjadi salah satu payung hukum yang mengikat semua lembaga termasuk korporasi. Itu karena korporasi punya peran dalam pembangunan. Jadi, harus ada instrumen yang mengaturnya,” kata anggota Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Ninik Rahayu, di Jakarta kemarin.
Ninik menyatakan, tanggung jawab korporasi perlu diatur karena para perempuan masih mengalami eksploitasi, marginalisasi, dan subordinisasi dalam bidang ketenagakerjaan. Dia mencontohkan, dalam hal upah masih ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Begitu juga dengan jenis pekerjaan.
Menurut dia, kaum hawa cenderung tidak ditempatkan dalam posisi strategis.“Kami masih menemukan perempuan tidak ada kontrak kerja, sedangkan laki-laki punya kontrak kerja,” ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah mengatakan, penegakan sistem kesetaraan gender harus didukung pembangunan kultur masyarakat yang bisa melindungi kesamaan harkat dan martabat semua masyarakat.
“Kesetaraan gender ini tidak bisa berdiri sendiri. Artinya harus ada kultur masyarakat yang kuat agar tidak ada diskriminasi antara laki-laki, perempuan, dan juga kaum yang suka sesama jenis. RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender mengatur lebih detail tentang ini,” ujar Ida.
Dia menjelaskan, dalam RUU ini akan diatur bangunan kultur masyarakat yang wajib menjunjung tinggi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Harus ada pula batasan antara kodrat laki-laki dan perempuan dengan kesamaan peluang dalam menempati setiap posisi dan pekerjaan.
“Intinya selama ini diskriminasi antara lakilaki dan perempuan masih ada di tengahmasyarakat,” ungkap Ida.(lin)
“RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender menjadi salah satu payung hukum yang mengikat semua lembaga termasuk korporasi. Itu karena korporasi punya peran dalam pembangunan. Jadi, harus ada instrumen yang mengaturnya,” kata anggota Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Ninik Rahayu, di Jakarta kemarin.
Ninik menyatakan, tanggung jawab korporasi perlu diatur karena para perempuan masih mengalami eksploitasi, marginalisasi, dan subordinisasi dalam bidang ketenagakerjaan. Dia mencontohkan, dalam hal upah masih ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Begitu juga dengan jenis pekerjaan.
Menurut dia, kaum hawa cenderung tidak ditempatkan dalam posisi strategis.“Kami masih menemukan perempuan tidak ada kontrak kerja, sedangkan laki-laki punya kontrak kerja,” ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah mengatakan, penegakan sistem kesetaraan gender harus didukung pembangunan kultur masyarakat yang bisa melindungi kesamaan harkat dan martabat semua masyarakat.
“Kesetaraan gender ini tidak bisa berdiri sendiri. Artinya harus ada kultur masyarakat yang kuat agar tidak ada diskriminasi antara laki-laki, perempuan, dan juga kaum yang suka sesama jenis. RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender mengatur lebih detail tentang ini,” ujar Ida.
Dia menjelaskan, dalam RUU ini akan diatur bangunan kultur masyarakat yang wajib menjunjung tinggi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Harus ada pula batasan antara kodrat laki-laki dan perempuan dengan kesamaan peluang dalam menempati setiap posisi dan pekerjaan.
“Intinya selama ini diskriminasi antara lakilaki dan perempuan masih ada di tengahmasyarakat,” ungkap Ida.(lin)
()