Alokasi kursi Dapil mengacu data BPS

Alokasi kursi Dapil mengacu data BPS
A
A
A
Sindonews.com - Penghitungan tentang alokasi kursi dan besaran daerah pemilihan (dapil) harus mengacu pada hasil sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Basis data yang digunakan harus sensus penduduk. Jika data penentuan kursi dapil memakai agregat penduduk di tingkat kecamatan, maka akan menimbulkan banyak kesalahan dalam penetapan kursi per dapil. Ini terjadi pada Pemilu 2009," ujar peneliti dari Pemilu Kemitraan Didik Supriyanto dalam diskusi "Sumir Pembentukan Daerah Pemilihan" di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, kemarin.
Didik menjelaskan, sensus BPS relatif lebih aman karena lembaga ini cukup netral dan datanya bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, dia berharap DPR dan pemerintah memakai data BPS tersebut dalam menentukan alokasi kursi per dapil. Hal ini harus dibahas serius dalam pematangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah berlangsung.
Sebagai ilustrasi, Didik menjelaskan, alokasi kursi Pemilu 2009 untuk dapil Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Riau menunjukkan adanya kerancuan. Dapil Sulsel yang seharusnya mendapatkan 19 kursi justru memperoleh 24 kursi. Sementara dapil Riau yang perhitungan jumlah kursinya 13 hanya mendapatkan 11 kursi.
Dari fakta ini, tegas dia, jelas-jelas ada kesalahan selisih kursi sehingga mengubah alokasi anggota DPR di provinsi. Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Perkumpulan Pemilih untuk Demokrasi (Perludem) Agus Mellaz mengatakan, masalah teknis penggunaan basis data pemilih memang sudah sangat diperhitungkan oleh setiap parpol ketika membahas RUU Pemilu. Hal ini bisa dimaklumi karena penentuan basis data memang sangat rumit.
"Saya ingin mengatakan bahwa pembahasan RUU Pemilu menjadi lama dan berkepanjangan adalah akibat masalah teknis penggunaan basis data kependudukan untuk alokasi kursi dapil. Ini soal teknis data kependudukan," ucap August.
BPS sendiri akan mengeluarkan data hasil sensus penduduk pada akhir 2012. Agar hal ini tidak menimbulkan polemik, kata dia, sebaiknya DPR dan pemerintah membentuk tim panitia pembentukan dapil yang akan melakukan perhitungan dari data BPS. "DPR dan pemerintah pun tak perlu mengulur waktu lagi dalam mengesahkan RUU Pemilu yang harus tuntas pada Maret ini," tegasnya.
Sementara itu, Komisi II DPR mendorong 14 calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 10 calon anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertemu dengan seluruh fraksi sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan pekan depan. Alasannya, para politikus itu merasa rugi bila hanya sebagian yang menemui mereka.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengatakan, pihaknya khawatir ada calon yang dinilai bagus justru terlewatkan. Selain itu, tidak ada aturan yang melarang anggota DPR bertemu calon anggota KPU dan Bawaslu. "Saya mendorong semua calon anggota KPU dan Bawaslu ketemu fraksi supaya adil dan fair," katanya. (san)
"Basis data yang digunakan harus sensus penduduk. Jika data penentuan kursi dapil memakai agregat penduduk di tingkat kecamatan, maka akan menimbulkan banyak kesalahan dalam penetapan kursi per dapil. Ini terjadi pada Pemilu 2009," ujar peneliti dari Pemilu Kemitraan Didik Supriyanto dalam diskusi "Sumir Pembentukan Daerah Pemilihan" di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, kemarin.
Didik menjelaskan, sensus BPS relatif lebih aman karena lembaga ini cukup netral dan datanya bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, dia berharap DPR dan pemerintah memakai data BPS tersebut dalam menentukan alokasi kursi per dapil. Hal ini harus dibahas serius dalam pematangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah berlangsung.
Sebagai ilustrasi, Didik menjelaskan, alokasi kursi Pemilu 2009 untuk dapil Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Riau menunjukkan adanya kerancuan. Dapil Sulsel yang seharusnya mendapatkan 19 kursi justru memperoleh 24 kursi. Sementara dapil Riau yang perhitungan jumlah kursinya 13 hanya mendapatkan 11 kursi.
Dari fakta ini, tegas dia, jelas-jelas ada kesalahan selisih kursi sehingga mengubah alokasi anggota DPR di provinsi. Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Perkumpulan Pemilih untuk Demokrasi (Perludem) Agus Mellaz mengatakan, masalah teknis penggunaan basis data pemilih memang sudah sangat diperhitungkan oleh setiap parpol ketika membahas RUU Pemilu. Hal ini bisa dimaklumi karena penentuan basis data memang sangat rumit.
"Saya ingin mengatakan bahwa pembahasan RUU Pemilu menjadi lama dan berkepanjangan adalah akibat masalah teknis penggunaan basis data kependudukan untuk alokasi kursi dapil. Ini soal teknis data kependudukan," ucap August.
BPS sendiri akan mengeluarkan data hasil sensus penduduk pada akhir 2012. Agar hal ini tidak menimbulkan polemik, kata dia, sebaiknya DPR dan pemerintah membentuk tim panitia pembentukan dapil yang akan melakukan perhitungan dari data BPS. "DPR dan pemerintah pun tak perlu mengulur waktu lagi dalam mengesahkan RUU Pemilu yang harus tuntas pada Maret ini," tegasnya.
Sementara itu, Komisi II DPR mendorong 14 calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 10 calon anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertemu dengan seluruh fraksi sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan pekan depan. Alasannya, para politikus itu merasa rugi bila hanya sebagian yang menemui mereka.
Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengatakan, pihaknya khawatir ada calon yang dinilai bagus justru terlewatkan. Selain itu, tidak ada aturan yang melarang anggota DPR bertemu calon anggota KPU dan Bawaslu. "Saya mendorong semua calon anggota KPU dan Bawaslu ketemu fraksi supaya adil dan fair," katanya. (san)
()