KPK: mereka tidak tahu sejarah berdirinya KPK
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai merasa jengah dengan tindakan komisi III DPR RI yang tetap memaksakan kehendaknya untuk mengajukan revisi UU KPK hingga harus melakukan studi banding ke luar negeri.
Bahkan, KPK menganggap pihak yang memaksakan revisi UU tersebut adalah orang yang tidak mengetahui sejarah terdahulu KPK secara mendalam.
"Orang yang sebut KPK tidak boleh menindak, tidak tahu sejarah berdirinya KPK. Dia harus belajar lagi soal sejarah KPK," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2012).
Johan menilai langkah yang diambil komisi III tersebut adalah terlalu naif. Menurutnya, tidaklah mungkin kinerja KPK dapat seimbang jika fokus dengan pencegahan semata.
"Bagaimanapun juga harus diakui korupsi masih banyak di Indonesia. Sangat naif kalau KPK tidak ada penindakan," tegasnya.
Kendati demikian, menurut Johan, sebaiknya revisi UU KPK betul-betul menguatkan kewenangan KPK dan tujuan utamanya memberantas korupsi di Indonesia.
Karena itu, sambungnya, revisi UU tersebut harus menyertakan secara gamblang kemungkinan KPK menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menelusuri kasus korupsi dan memasukkan klausul sanksi bagi pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaan.
"Sebaiknya, revisi untuk menguatkan KPK. KPK lebih dipermudah masuk ke TPPU. Bagaimana LKPN. Sekarang ini, orang yang tidak melapor harta kekayaan tidak ada sanksi," tegasnya.
Seperti diketahui, sejumlah anggota Komisi III DPR RI terbang ke Prancis dan Australia sejak beberapa hari lalu untuk melakukan studi banding terkait peraturan lembaga pemberantasan korupsi sejenis KPK di kedua negara tersebut.
Hasil studi banding di kedua negara itu diharapkan bisa menjadi masukan dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rombongan anggota Komisi III yang berangkat ke Prancis dipimpin oleh politisi dari Partai Golkar, Aziz Syamsuddin. Sementara untuk rombongan yang ke Australia dipimpin oleh politisi dari PAN, Tjatur Sapto Edi.(wbs)
Bahkan, KPK menganggap pihak yang memaksakan revisi UU tersebut adalah orang yang tidak mengetahui sejarah terdahulu KPK secara mendalam.
"Orang yang sebut KPK tidak boleh menindak, tidak tahu sejarah berdirinya KPK. Dia harus belajar lagi soal sejarah KPK," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2012).
Johan menilai langkah yang diambil komisi III tersebut adalah terlalu naif. Menurutnya, tidaklah mungkin kinerja KPK dapat seimbang jika fokus dengan pencegahan semata.
"Bagaimanapun juga harus diakui korupsi masih banyak di Indonesia. Sangat naif kalau KPK tidak ada penindakan," tegasnya.
Kendati demikian, menurut Johan, sebaiknya revisi UU KPK betul-betul menguatkan kewenangan KPK dan tujuan utamanya memberantas korupsi di Indonesia.
Karena itu, sambungnya, revisi UU tersebut harus menyertakan secara gamblang kemungkinan KPK menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menelusuri kasus korupsi dan memasukkan klausul sanksi bagi pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaan.
"Sebaiknya, revisi untuk menguatkan KPK. KPK lebih dipermudah masuk ke TPPU. Bagaimana LKPN. Sekarang ini, orang yang tidak melapor harta kekayaan tidak ada sanksi," tegasnya.
Seperti diketahui, sejumlah anggota Komisi III DPR RI terbang ke Prancis dan Australia sejak beberapa hari lalu untuk melakukan studi banding terkait peraturan lembaga pemberantasan korupsi sejenis KPK di kedua negara tersebut.
Hasil studi banding di kedua negara itu diharapkan bisa menjadi masukan dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rombongan anggota Komisi III yang berangkat ke Prancis dipimpin oleh politisi dari Partai Golkar, Aziz Syamsuddin. Sementara untuk rombongan yang ke Australia dipimpin oleh politisi dari PAN, Tjatur Sapto Edi.(wbs)
()