RUU Kamnas melanggar HAM
A
A
A
Sindonews.com - Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) ini multitafsir dan bersifat subversif. Sehingga mengancam Hak Azasi Manusia (HAM), penegakan hukum, mengancam kebebasan sipil, mengancam hak dan kebebasan parlemen dalam membuat undang-undang.
Direktur Program Imparsial, Al Araf, menyatakan, RUU Kamnas ini sama saja dengan UU subversif yang pernah hidup pada masa pemerintahan otorian Orde Baru. RUU ini, kata dia, dapat mengembalikan format politik rezim yang represif seperti masa lalu.
"Juga mengancam kebebasan berekspresi aksi buruh, aksi mahasiswa, aksi petani, serta mengancam kebebasan pers dan mengancam demokrasi itu sendiri," ujarnya dalam seminar nasional “Menyikapi Polemik RUU Kamnas dalam Membangun Komitmen Terciptanya Stabilitas Nasional” di Universitas Jayabaya, Pulomas, Jakarta, Senin (5/3/2012).
Dia memaparkan, sifat represif dan subversif serta mengancam HAM dan demokrasi dapat dilihat dari beberapa penjelasan. Di antaranya adalah dapat dilihat dari penjelasan tentang bentuk ancaman tidak bersenjata dalam penjelasan pasal 17 yang mengkategorikan pemogokan massal, penghancuran nilai-nilai moral dan etika bangsa, kebodohan, ketidakadilan, ketidaktaatan hukum, kemiskinan, diskonseptional perumusan legislasi dan regulasi sebagai bentuk ancaman keamanan nasional.
"Juga dapat dilihat dalam penjelasan pasal 17 ayat 3 dan 4 tentang ancaman aktual dan potensial bersifat multitafsir dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan, mengingat penentuan ancaman aktual dan potensial itu ditetapkan secara sepihak oleh Presiden melalui keputusan Presiden (Pasal 17 ayat 4)," paparnya.
Kemudian diperkuat dengan diberikannya kewenangan aparat penegak hukum seperti TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan penangkapan, pemeriksaan dan penyadapan. Hal itu tertuang dalam penjelasan pasal 54 huruf e jo Pasal 20 di RUU Kamnas. "Dan itu artinya sama saja dengan melegalisasi kewenangan penculikan dalam RUU Kamnas," pungkasnya. (wbs)
Direktur Program Imparsial, Al Araf, menyatakan, RUU Kamnas ini sama saja dengan UU subversif yang pernah hidup pada masa pemerintahan otorian Orde Baru. RUU ini, kata dia, dapat mengembalikan format politik rezim yang represif seperti masa lalu.
"Juga mengancam kebebasan berekspresi aksi buruh, aksi mahasiswa, aksi petani, serta mengancam kebebasan pers dan mengancam demokrasi itu sendiri," ujarnya dalam seminar nasional “Menyikapi Polemik RUU Kamnas dalam Membangun Komitmen Terciptanya Stabilitas Nasional” di Universitas Jayabaya, Pulomas, Jakarta, Senin (5/3/2012).
Dia memaparkan, sifat represif dan subversif serta mengancam HAM dan demokrasi dapat dilihat dari beberapa penjelasan. Di antaranya adalah dapat dilihat dari penjelasan tentang bentuk ancaman tidak bersenjata dalam penjelasan pasal 17 yang mengkategorikan pemogokan massal, penghancuran nilai-nilai moral dan etika bangsa, kebodohan, ketidakadilan, ketidaktaatan hukum, kemiskinan, diskonseptional perumusan legislasi dan regulasi sebagai bentuk ancaman keamanan nasional.
"Juga dapat dilihat dalam penjelasan pasal 17 ayat 3 dan 4 tentang ancaman aktual dan potensial bersifat multitafsir dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan, mengingat penentuan ancaman aktual dan potensial itu ditetapkan secara sepihak oleh Presiden melalui keputusan Presiden (Pasal 17 ayat 4)," paparnya.
Kemudian diperkuat dengan diberikannya kewenangan aparat penegak hukum seperti TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan penangkapan, pemeriksaan dan penyadapan. Hal itu tertuang dalam penjelasan pasal 54 huruf e jo Pasal 20 di RUU Kamnas. "Dan itu artinya sama saja dengan melegalisasi kewenangan penculikan dalam RUU Kamnas," pungkasnya. (wbs)
()