RUU Ormas jangan kontraproduktif

Selasa, 28 Februari 2012 - 08:18 WIB
RUU Ormas jangan kontraproduktif
RUU Ormas jangan kontraproduktif
A A A
Sindonews.com - Keberadaan Undang- Undang (UU) Organisasi Masyarakat (Ormas) yang baru diharapkan bisa memperbaiki hubungan ormas dengan pemerintah. Program-program kegiatan yang dimiliki ormas tidak boleh kontraproduktif dengan program pembangunan dari pemerintah.

Undang-undang yang sekarang masih berupa rancangan dan tengah dibahas di Pansus DPR itu merupakan revisi dari UU No 8/1985 tentang Ormas.

"UU yang lama memiliki 18 pasal, yang sekarang dibahas setidaknya hingga saat ini ada 54-57 pasal. Jadi, perubahannya mencapai 60-70%," kata Ketua Pansus RUU Ormas DPR Abdul Malik Haramain saat diskusi tentang RUU Ormas yang digelar di PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.

Haramain menerangkan, ada sejumlah kelemahan dalam UU lama sehingga harus direvisi di antaranya mengenai kewajiban pemerintah terhadap ormas, larangan, keberadaan ormas asing, serta sanksi. "RUU ini lebih lengkap dan yang lebih penting lebih persuasif," ujar dia.

Menurut dia, walaupun dimasukkan pasal mengenai larangan dan sanksi, UU ini bukan untuk mengendalikan ormas. Masyarakat memiliki hak untuk berserikat sehingga tidak boleh dilarang. "Bukan untuk pengendalian, melainkan pembinaan agar produktif dengan pembangunan," ungkap dia.

Selama ini, lanjut dia, yang menjadi pertanyaan besar dari keberadaan ormas di antaranya, apa manfaat ormas bagi anggotanya? "Karena itu, melalui UU ini ormas diharapkan bisa membantu percepatan pembangunan nasional dengan memberdayakan anggotanya masing-masing," kata dia.

Sebaliknya, pemerintah juga memiliki kewajiban terhadap ormas yakni menyangkut pemberdayaan. Adasekitarduapasal yang mengatur masalah ini. Pemerintah akan memandang ormas sebagai salah satu instrumen untuk akselerasi pembangunan nasional.
Sementara itu, berbagai kalangan dari ormas maupun lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Buddha, dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) secara umum menyambut baik RUU ini.

Namun, mereka menilai masih ada beberapa yang harus dibenahi. Pengurus DPP Muhammadiyah Najamuddin menilai, draf RUU yang sekarang sudah mulai banyak kemajuan dibandingkan draf sebelumnya. Namun, dia menggarisbawahi bahwa tidak cukup hanya dengan perbaikan UU.

"Sebaik apa pun UU kalau penegak hukum-nya tidak baik, ya hasilnya jelek. Sebaliknya, UU biasa saja, tapi penegak hukum tegas, hasilnya bisa baik," ucapnya.

Romo Benny Susetyo, perwakilan dari KWI, menyatakan, harus ada kejelasan mengenai paradigma ormas. "Apakah sebagai partner pemerintah dalam membangun masyarakat sipil atau bagaimana? Kalau ini tidak jelas, bisa menjadi masalah," ujarnya.

Peran pemerintah juga harus diperjelas, apakah sebagai fasilitator atau pembina. "Kalau pembina, ya ini sama saja dengan era Orde Baru," kata dia sembari menuturkan perlu kejelasan siapa yang berhak menerbitkan surat pembubaran ormas. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0479 seconds (0.1#10.140)