Saham dibeli Nazaruddin, periksa Direksi BUMN Karya
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memeriksa direksi BUMN Karya. Hal itu guna menelusuri sumber dana yang diduga digunakan lima perusahaan Muhammad Nazaruddin untuk memborong IPO saham PT Garuda Indonesia senilai Rp300,8 miliar.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, BUMN Karya banyak bekerja sama dengan perusahaan Nazaruddin untuk mengerjakan proyek-proyek konstruksi.
"Harus diperiksa untuk menelusuri sumber dana pembelian saham itu. Jika mereka diperiksa dan audit forensik proyek dilaksanakan, pembuktian sumber dana Nazaruddin akan bisa tampak," ujar Boyamin kepada SINDO di Jakarta, kemarin.
Dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Nazaruddin ini, KPK sudah memeriksa Direktur Keuangan PT DGI Laurensius Teguh Khasanto dan Dirut PT Mandiri Securitas Harry Maryanto Supoyo. Namun, hingga kini komisi antikorupsi belum memanggil direksi BUMN Karya.
Padahal, kata Boyamin, kuat dugaan sumber dana pembelian saham perdana Garuda Indonesia merupakan hasil pengumpulan komisi dari beberapa proyek BUMN Karya yang bermitra dengan Nazaruddin.
Boyamin mengungkapkan, modus operandi Nazaruddin adalah dengan melakukan mar kup sejak awal perencanaan, proses tender serta dalam pelaksanaannya. Boyamin mencontohkan, PT DGI membangun Wisma Atlet di Palembang lebih mahal dibandingkan gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta.
"Padahal Wisma Atlet itu tanpa lift, sementara gedung di Kuningan itu dengan lift. Secara logis, harga di Jakarta itu kan lebih mahal dibanding di Palembang. Modusnya memang seperti itu," jelas dia.
Seperti diketahui, pembelian saham PT Garuda Indonesia disebut dalam persidangan Nazaruddin. Saksi Yulianis mengungkapkan,Permai Grup yang merupakan milik Nazaruddin memborong saham perdana PT Garuda Indonesia senilai Rp300,8 miliar.
Menurut Yulianis, uang untuk pembelian saham tersebut berasal dari keuntungan proyek lima perusahaan Nazaruddin yang tergabung dalam Permai Grup.
Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, Nazaruddin dijerat Pasal 12 huruf a subsider Pasal 5 dan 11 UU Tipikor dan Pasal 3 atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Nazaruddin diduga menggunakan dana pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang untuk membeli saham PT Garuda. (san)
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, BUMN Karya banyak bekerja sama dengan perusahaan Nazaruddin untuk mengerjakan proyek-proyek konstruksi.
"Harus diperiksa untuk menelusuri sumber dana pembelian saham itu. Jika mereka diperiksa dan audit forensik proyek dilaksanakan, pembuktian sumber dana Nazaruddin akan bisa tampak," ujar Boyamin kepada SINDO di Jakarta, kemarin.
Dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Nazaruddin ini, KPK sudah memeriksa Direktur Keuangan PT DGI Laurensius Teguh Khasanto dan Dirut PT Mandiri Securitas Harry Maryanto Supoyo. Namun, hingga kini komisi antikorupsi belum memanggil direksi BUMN Karya.
Padahal, kata Boyamin, kuat dugaan sumber dana pembelian saham perdana Garuda Indonesia merupakan hasil pengumpulan komisi dari beberapa proyek BUMN Karya yang bermitra dengan Nazaruddin.
Boyamin mengungkapkan, modus operandi Nazaruddin adalah dengan melakukan mar kup sejak awal perencanaan, proses tender serta dalam pelaksanaannya. Boyamin mencontohkan, PT DGI membangun Wisma Atlet di Palembang lebih mahal dibandingkan gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta.
"Padahal Wisma Atlet itu tanpa lift, sementara gedung di Kuningan itu dengan lift. Secara logis, harga di Jakarta itu kan lebih mahal dibanding di Palembang. Modusnya memang seperti itu," jelas dia.
Seperti diketahui, pembelian saham PT Garuda Indonesia disebut dalam persidangan Nazaruddin. Saksi Yulianis mengungkapkan,Permai Grup yang merupakan milik Nazaruddin memborong saham perdana PT Garuda Indonesia senilai Rp300,8 miliar.
Menurut Yulianis, uang untuk pembelian saham tersebut berasal dari keuntungan proyek lima perusahaan Nazaruddin yang tergabung dalam Permai Grup.
Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, Nazaruddin dijerat Pasal 12 huruf a subsider Pasal 5 dan 11 UU Tipikor dan Pasal 3 atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Nazaruddin diduga menggunakan dana pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang untuk membeli saham PT Garuda. (san)
()