Pendapatan per kapita naik
A
A
A
Sindonews.com - Membaca laporan Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini sungguh memicu sikap optimisme kembali untuk menuju Indonesia yang sejahtera, di tengah karut-marut perangai para politikus yang sarat dengan urusan penyelewengan anggaran negara.
Tengok saja, BPS yang rutin melaporkan perkembangan kinerja negeri ini setiap bulan memaparkan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat sepanjang tahun lalu. Laporan BPS soal kenaikan pendapatan per kapita masyarakat memang sudah diprediksi sejumlah lembaga pemeringkat dan riset ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri.
Ini sebuah berita istimewa yang membangkitkan gairah dan harapan positif. Kenaikan pendapatan per kapita, sebagaimana dicatat BPS, sekitar 17,7 persen dari USD3.010 (Rp27 juta) pada 2010 meningkat menjadi USD3.542 (Rp31,8 juta) untuk tahun lalu. Sementara ini pertumbuhan ekonomi 2011 tercatat 6,5 persen dengan motor utama dari sektor perdagangan dan telekomunikasi.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut meleset dari prediksi sejumlah lembaga riset ekonomi internasional yang rata-rata mematok antara 6,2% persen hingga 6,4 persen, dengan pertimbangan kondisi perekonomian global yang terus meredup didera situasi perekonomian sejumlah negara maju di Eropa yang terbelit utang yang menggunung. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti dengan kenaikan nilai PDB menjadi Rp7.427 triliun dari Rp6.436 pada 2010.
Namun, di balik perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah masih punya pekerjaan rumah yang tidak ringan terkait pemerataan pertumbuhan. Kalau kita menyimak angka-angka yang disajikan BPS, terlihat jelas bahwa pertumbuhan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang mencapai 57,6 persen.Tiga provinsi penyumbang pertumbuhan terbesar adalah DKI Jakarta (16,5 persen) disusul Jawa Timur (14,7 persen) dan Jawa Barat (14,3 persen).
Sedangkan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa tertinggi diraih Pulau Sumatera yang mencapai 23,6 persen dengan kontribusi terbesar berasal dari Riau (7 persen), Sumatera Utara (5,2 persen), dan Sumatera Selatan (3 persen). Selanjutnya Pulau Kalimantan mencapai 9,7 persen dan Pulau Sulawesi 4,6 persen. Menggeser pertumbuhan ekonomi keluar Pulau Jawa memang sebuah tantangan tersendiri, kendala yang jelas menghadang di depan mata adalah infrastruktur yang tidak memadai.
Bagaimana dengan target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini? Berangkat dari kinerja pertumbuhan tahun lalu, rasanya target pemerintah yang mematok perekonomian tumbuh sekitar 6,7 persen tidaklah sulit untuk mengulang sukses sebelumnya.Namun, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tidak seoptimistis dengan pemerintah.
Kadin malah mematok pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tahun lalu,yakni sekitar 6,2 persen hingga 6,4 persen. Pihak Kadin tampaknya tidak ingin ikut euforia pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun lalu,dengan dalih bahwa perekonomian global saat ini semakin sulit diprediksi arahnya ke mana.Karena itu, Kadin mewanti-wanti pemerintah untuk membuat sejumlah terobosan yang bisa merangsang pertumbuhan yang lebih cepat lagi.
Setidaknya terobosan itu menyangkut soal penyerapan anggaran belanja negara yang selama ini dinilai belum efektif. Terobosan dalam bidang penyerapan anggaran adalah sebuah langka awal yang harus segera direalisasikan. Pemerintah harus mendongkrak penyerapan anggaran yang selama ini kurang dari 5 persen menjadi 20 persen pada kuartal pertama tahun ini.
Jangan mengulang penyakit rutin yang selalu terjadi pada akhir tahun di mana anggaran tak bisa terserap dengan baik.Padahal salah satu harapan sebagai pemicu roda pertumbuhan ekonomi adalah penyerapan anggaran yang maksimal.
Tengok saja, BPS yang rutin melaporkan perkembangan kinerja negeri ini setiap bulan memaparkan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat sepanjang tahun lalu. Laporan BPS soal kenaikan pendapatan per kapita masyarakat memang sudah diprediksi sejumlah lembaga pemeringkat dan riset ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri.
Ini sebuah berita istimewa yang membangkitkan gairah dan harapan positif. Kenaikan pendapatan per kapita, sebagaimana dicatat BPS, sekitar 17,7 persen dari USD3.010 (Rp27 juta) pada 2010 meningkat menjadi USD3.542 (Rp31,8 juta) untuk tahun lalu. Sementara ini pertumbuhan ekonomi 2011 tercatat 6,5 persen dengan motor utama dari sektor perdagangan dan telekomunikasi.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut meleset dari prediksi sejumlah lembaga riset ekonomi internasional yang rata-rata mematok antara 6,2% persen hingga 6,4 persen, dengan pertimbangan kondisi perekonomian global yang terus meredup didera situasi perekonomian sejumlah negara maju di Eropa yang terbelit utang yang menggunung. Pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti dengan kenaikan nilai PDB menjadi Rp7.427 triliun dari Rp6.436 pada 2010.
Namun, di balik perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah masih punya pekerjaan rumah yang tidak ringan terkait pemerataan pertumbuhan. Kalau kita menyimak angka-angka yang disajikan BPS, terlihat jelas bahwa pertumbuhan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang mencapai 57,6 persen.Tiga provinsi penyumbang pertumbuhan terbesar adalah DKI Jakarta (16,5 persen) disusul Jawa Timur (14,7 persen) dan Jawa Barat (14,3 persen).
Sedangkan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa tertinggi diraih Pulau Sumatera yang mencapai 23,6 persen dengan kontribusi terbesar berasal dari Riau (7 persen), Sumatera Utara (5,2 persen), dan Sumatera Selatan (3 persen). Selanjutnya Pulau Kalimantan mencapai 9,7 persen dan Pulau Sulawesi 4,6 persen. Menggeser pertumbuhan ekonomi keluar Pulau Jawa memang sebuah tantangan tersendiri, kendala yang jelas menghadang di depan mata adalah infrastruktur yang tidak memadai.
Bagaimana dengan target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini? Berangkat dari kinerja pertumbuhan tahun lalu, rasanya target pemerintah yang mematok perekonomian tumbuh sekitar 6,7 persen tidaklah sulit untuk mengulang sukses sebelumnya.Namun, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tidak seoptimistis dengan pemerintah.
Kadin malah mematok pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tahun lalu,yakni sekitar 6,2 persen hingga 6,4 persen. Pihak Kadin tampaknya tidak ingin ikut euforia pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun lalu,dengan dalih bahwa perekonomian global saat ini semakin sulit diprediksi arahnya ke mana.Karena itu, Kadin mewanti-wanti pemerintah untuk membuat sejumlah terobosan yang bisa merangsang pertumbuhan yang lebih cepat lagi.
Setidaknya terobosan itu menyangkut soal penyerapan anggaran belanja negara yang selama ini dinilai belum efektif. Terobosan dalam bidang penyerapan anggaran adalah sebuah langka awal yang harus segera direalisasikan. Pemerintah harus mendongkrak penyerapan anggaran yang selama ini kurang dari 5 persen menjadi 20 persen pada kuartal pertama tahun ini.
Jangan mengulang penyakit rutin yang selalu terjadi pada akhir tahun di mana anggaran tak bisa terserap dengan baik.Padahal salah satu harapan sebagai pemicu roda pertumbuhan ekonomi adalah penyerapan anggaran yang maksimal.
()