ICW laporkan PAM Jaya ke KPK

Selasa, 31 Januari 2012 - 17:13 WIB
ICW laporkan PAM Jaya ke KPK
ICW laporkan PAM Jaya ke KPK
A A A
Sindonews.com - Indonesian Corupption Watch (ICW) bersama Koalisi Masyarakat untuk Hak Atas Air (KRuHA) mensinyalir adanya tindak korupsi di tubuh Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya. Korupsi itu terjadi saat penentuan rebasing antara PAM Jaya dengan dua mitra swasta yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).

Peneliti ICW Agus Sunaryoto mengatakan, pihaknya menemukan adanya kejanggalan dalam mekanisme penentuan rebasing periode 2008-2012. Selain itu, ICW juga menduga adanya korupsi penjualan aset oleh swasta.

"Kami menemukan adanya penyimpangan, PAM Jaya memberikan kelonggaran terhadap dua mitra swasta dalam menentukan target rebasing. Namun akibat kelonggaran ini, masyarakat Jakarta telah dirugikan," kata Agus saat konferensi pers di Kantor KPK Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (31/1/2012).

Rebasing, menurut Agus, adalah target lima tahun yang harus dipenuhi dua mitra swasta untuk mengejar target ketika kontrak kerja sama swastanisasi air berakhir pada 2022. Setiap lima tahun sekali PAM Jaya beserta mitranya melakukan negosiasi untuk menyepakati nilai air serta pelaksaan teknisnya.

Saat proses itu berlangsung ada dugaan terjadi kesepakatan antara PAM Jaya dengan mitranya yang menguntungkan beberapa orang, namun merugikan pelanggan dan pemerintah. "Akibat kesepakatan dengan mitra swasta inilah konsumen dirugikan berupa harga air yang mahal," tegasnya.

Menurut Agus, di Jakarta tarif air rata-rata untuk wilayah kerja Palyja adalah Rp7.800 dan untuk wilayah kerja Aetra adalah Rp6.800. Tarif air itu, menurut Agus, jauh di atas Kota Surabaya yang hanya Rp2.600, sedangkan Bekasi dikenakan tarif Rp2.300.

"Sampai saat ini utang PT PAM sendiri kepada mitra swasta itu mencapai Rp561,41 miliar, dan apabila PAM Jaya tidak mampu membayar, maka utang-utang itu akan menjadi beban pemerintah provinsi dan menteri keuangan," kata Agus.

Jika dihitung sampai akhir kontrak, maka kerugian yang ditanggung pemerintah diperkirakan mencapai Rp18 triliun.

Pelaporan itu sendiri, menurut Agus, juga didasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta tahun 2007-2008. Maka itu, Agus meminta hasil penyelidikan ICW itu segera diambil alih oleh KPK untuk ditindalanjuti.

"Kami minta agar KPK ambil alih untuk menyelidiki dugaan kasus korupsi ini," tegas Agus.

Sementara itu, Sumarti warga Muara Baru Jakarta Utara yang kebetulan berada di kantor KPK, mengeluhkan mahalnya harga air yang harus dibayar setiap bulan. Meski mampet, dia tetap harus membayar setiap bulannya.

"Saya harus membayar tapi air tidak mengalir. Anehnya kalau terlambat masih kena denda," tuturnya. (lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5439 seconds (0.1#10.140)