KPK lambat tentukan status hukum Anas
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum mengumumkan tersangka baru terkait kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games. Meskipun nama Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum acap kali disebut dalam persidangan, statusnya masih sebagai saksi.
Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu lembaga hukum yang ketika seorang sudah menjadi tersangka, itu tidak bisa diberikan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3).
"KPK tidak punya kewenangan menetapkan SP3, sehingga saya mengerti kerja KPK itu akan terkesan sangat lambat dalam proses penetapan tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games," ujarnya pada acara diskusi Polemik Sindoradio dengan tema 'Demokrat terguncang', di Warung daun, jalan Cikini Raya, 26, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2012).
Menurutnya, semua yang jadi tersangka di KPK itu biasanya masuk ke level penuntutan. Karena KPK memang tak memiliki level SP3. "Jadi saya mengerti saat Abraham Samad (ketua KPK) mengatakan berulang kali bahwa Bambang Wijayanto (wakil ketua KPK) itu punya bukti yang cukup. Karena kalau sudah jadi tersangka, pasti tersangka tidak akan protes di KPK," ungkapnya.
Yunarto menuturkan, KPK jangan terlalu puas jika nantinya nama Ketua Umum PD menjadi tersangka, "Karena kalau berhenti sampai disitu, KPK cuma menjadi corong untuk menjawab asumsi publik saja. Tapi tidak menyelesaikan secara hukum, saya pikir lebih bahaya," ucapnya.
Menanggapi permasalahan yang ada di tubuh PD saat ini, dia lebih setuju jika partai menunggu kejelasan status hukum yang ada dari KPK. "Dan ini tidak bisa kita salahkan, karena mekanisme yang ada, siapapun jadi tersangka KPK, harus diproses, dan tidak ada kata untuk menolak dan batal lagi, termasuk kalau ketua umum partai dinaikkan statusnya jadi tersangka," imbuhnya.
Yunarto menambahkan, yang menjadi menarik jika kemudian prosesnya makin lama, bukan malah menjadi menguntungkan bagi PD. "Semakin terkatung-katung atau tidak jelas status hukum ketua umum dan kader-kadernya, dan bantah membantah politik terus berlangsung, inilah yang membuat eletoral PD semakin turun," pungkasnya. (wbs)
Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu lembaga hukum yang ketika seorang sudah menjadi tersangka, itu tidak bisa diberikan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3).
"KPK tidak punya kewenangan menetapkan SP3, sehingga saya mengerti kerja KPK itu akan terkesan sangat lambat dalam proses penetapan tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games," ujarnya pada acara diskusi Polemik Sindoradio dengan tema 'Demokrat terguncang', di Warung daun, jalan Cikini Raya, 26, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2012).
Menurutnya, semua yang jadi tersangka di KPK itu biasanya masuk ke level penuntutan. Karena KPK memang tak memiliki level SP3. "Jadi saya mengerti saat Abraham Samad (ketua KPK) mengatakan berulang kali bahwa Bambang Wijayanto (wakil ketua KPK) itu punya bukti yang cukup. Karena kalau sudah jadi tersangka, pasti tersangka tidak akan protes di KPK," ungkapnya.
Yunarto menuturkan, KPK jangan terlalu puas jika nantinya nama Ketua Umum PD menjadi tersangka, "Karena kalau berhenti sampai disitu, KPK cuma menjadi corong untuk menjawab asumsi publik saja. Tapi tidak menyelesaikan secara hukum, saya pikir lebih bahaya," ucapnya.
Menanggapi permasalahan yang ada di tubuh PD saat ini, dia lebih setuju jika partai menunggu kejelasan status hukum yang ada dari KPK. "Dan ini tidak bisa kita salahkan, karena mekanisme yang ada, siapapun jadi tersangka KPK, harus diproses, dan tidak ada kata untuk menolak dan batal lagi, termasuk kalau ketua umum partai dinaikkan statusnya jadi tersangka," imbuhnya.
Yunarto menambahkan, yang menjadi menarik jika kemudian prosesnya makin lama, bukan malah menjadi menguntungkan bagi PD. "Semakin terkatung-katung atau tidak jelas status hukum ketua umum dan kader-kadernya, dan bantah membantah politik terus berlangsung, inilah yang membuat eletoral PD semakin turun," pungkasnya. (wbs)
()