Legitimasi SDA demi kepentingan pemodal
A
A
A
Sindonews.com - Kasus di Bima terjadi karena Pemerintah melakukan legitimasi Sumber Daya Alam (SDA) termasuk mineral yang seharusnya untuk kepentingan rakyat, tetapi dialihkan untuk kepentingan bisnis
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Berry Nahdian Forqan mengatakan, berbagai perampasan lahan pada konflik agraria atau perampasan ruang hidup saat ini adalah dilegitimasi oleh pemerintah oleh perizinan dan oleh kebijakan yang ada.
"Kita lihat kebijakan sektoral seperti Undang-undang No. 41 dan 99 Tentang Kehutanan. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Undang-Undang 18 Tentang Perkebunan dan semuanya memfasilitasi kepentingan pemodal untuk merampas ruang hidup dan lahan masyarakat,"jelasnya pada acara talk show DPD RI perspektif Indonesia "Mungkinkah menuntaskan Konflik Agraria" di pressroom DPD RI, Senayan, Jumat (20/1/2012).
Dikatakannya, masih segar dalam ingatan soal kasus yang terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Dimana saat itu, kata dia, pemerintah mengklaim pemanfaatan pertambangan tersebut demi pembangunan dan mensejahterahkan rakyat.
"Rakyat sudah sejahtera kok disana. Mereka (warga) dominan itu petani bawang yang berkualitas terbaik. Lalu pemerintah mau menggantinya jadi komoditas tambang, dimana masyarakat disana tidak punya keahlian atau kemampuan untuk melakukan hal itu," ucapnya.
Ditambahkannya, lalu hal ini diserahkanlah kepada investasi. "Lalu investasi menggusur warga. Bukan saja lahan yang diambil, tetapi juga ruang hidup karena ada ekosistem," ungkapnya. (wbs)
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Berry Nahdian Forqan mengatakan, berbagai perampasan lahan pada konflik agraria atau perampasan ruang hidup saat ini adalah dilegitimasi oleh pemerintah oleh perizinan dan oleh kebijakan yang ada.
"Kita lihat kebijakan sektoral seperti Undang-undang No. 41 dan 99 Tentang Kehutanan. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Undang-Undang 18 Tentang Perkebunan dan semuanya memfasilitasi kepentingan pemodal untuk merampas ruang hidup dan lahan masyarakat,"jelasnya pada acara talk show DPD RI perspektif Indonesia "Mungkinkah menuntaskan Konflik Agraria" di pressroom DPD RI, Senayan, Jumat (20/1/2012).
Dikatakannya, masih segar dalam ingatan soal kasus yang terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Dimana saat itu, kata dia, pemerintah mengklaim pemanfaatan pertambangan tersebut demi pembangunan dan mensejahterahkan rakyat.
"Rakyat sudah sejahtera kok disana. Mereka (warga) dominan itu petani bawang yang berkualitas terbaik. Lalu pemerintah mau menggantinya jadi komoditas tambang, dimana masyarakat disana tidak punya keahlian atau kemampuan untuk melakukan hal itu," ucapnya.
Ditambahkannya, lalu hal ini diserahkanlah kepada investasi. "Lalu investasi menggusur warga. Bukan saja lahan yang diambil, tetapi juga ruang hidup karena ada ekosistem," ungkapnya. (wbs)
()