Dibutuhkan langkah radikal hadapi berbagai mafia

Senin, 16 Januari 2012 - 07:57 WIB
Dibutuhkan langkah radikal...
Dibutuhkan langkah radikal hadapi berbagai mafia
A A A
Sindonews.com - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens memandang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah saatnya memimpin sebuah gerakan radikal dan konkret menghadapi sepak terjang berbagai mafia, yang membuat perjuangan pemberantasan korupsi di Indonesia seolah jalan di tempat.

Boni mencontohkan, kebijakan yang dapat ditempuh SBY, misalnya, menyelesaikan megakorupsi atau mengusut tuntas mafia hukum, mafia pajak, mafia pemilu, mafia legislasi, mafia anggaran, hingga mafia korporasi. Dengan begitu, tak hanya kasus megakorupsi yang menjadi kontroversi, kasus Mesuji, Lapindo, dan Freeport pun bisa diselesaikan dan secara proporsional memuaskan rasa keadilan publik.

”Tetapkan tahun 2012 sebagai tahun antikorupsi dan antimafia korporasi. Presiden perlu memimpin jajaran pemerintahannya dengan memberi contoh konkret,” tegasnya. Dia mengakui, langkah radikal semacam itu bisa membuat pemerintahan SBY digoyang oleh kawan maupun lawan politiknya. Namun, dukungan dari masyarakat akan bertahan bahkan melonjak tajam.

Menurut Boni, dalam demokrasi langsung, yang paling penting adalah dukungan rakyat, bukan kompromi tingkat elite.Tidak ada alasan bagi SBY untuk ragu lagi. ”Pengusaha, pejabat birokrasi, elite politik, dan penegak hukum memang sering kali membangun konspirasi dan membentuk sistem bossisme dalam konteks negara lemah. Itu yang terjadi di Indonesia sampai sekarang,” tandas pria yang sedang menempuh pendidikan di Humboldt Universitaat, Jerman, itu.

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menekankan, selain pemberantasan korupsi, pemerintah harus segera bertindak responsif dalam menyikapi berbagai tindak kekerasan di Tanah Air yang berpotensi menimbulkan chaos lebih besar. Dia mengatakan, berbagai tindak kekerasan dan kericuhan yang terjadi belakangan ini dilatarbelakangi berbagai faktor.

Misalnya konflik di daerah yang terus menumpuk hingga akhirnya meledak tanpa bisa dikendalikan. Menurut dia, pemerintah pusat maupun daerah dengan berbagai lembaga yang dimiliki perlu langsung melakukan pemetaan titik rawan konflik. ”Setelah itu,baru memutuskan apa yang harus dilakukan,” kata Imam.

Dia tidak menunjuk yang terjadi saat ini adalah kelemahan satu lembaga saja, namun pemerintahan secara keseluruhan,baik pusat maupun daerah. Guru Besar UI ini memaparkan, di Indonesia sebetulnya banyak persoalan struktural yang belum bisa dituntaskan, misalnya persoalan tanah, ekonomi khususnya investasi yang tidak antisipatif, dan masalah kesejahteraan rakyat yang semakin hari justru semakin sulit.

”Nah, berbagai kekecewaan dan persoalan itu akan terakumulasi, berlipat ganda,dan menjadi tekanan lalu meledak. Ledakannya mahadahsyat, tidak bisa diantisipasi dan diatasi oleh manajemen pemerintahan,” kata Imam. (*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6336 seconds (0.1#10.140)