Setgab koalisi dan RUU Pemilu - Ketua Umum Parpol perlu turun tangan
A
A
A
Sindonews.com- Reses masa sidang II tahun sidang DPR 2011–2011 telah berakhir. Artinya, habis pula waktu yang ada untuk agenda lobi-lobi khusus antar partai politik (parpol) di DPR terkait Rancangan Undang- Undang (RUU) Pemilu.
Namun, belum satu pun isu krusial dalam UU tersebut yang mencapai kesepakatan seperti parliamentary threshold (PT), sistem pemilu, alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil), dan lainnya.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR Teguh Juwarno menyatakan, jangankan antara sembilan parpol di DPR. Pembahasan RUU Pemilu di lingkup enam parpol anggota Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi saja belum menghasilkan titik temu meski pertemuan khusus telah digelar berkali-kali.
“Jadi sekarang harus ada keputusan politik dari para pimpinan parpol di Setgab Koalisi. Para ketua umum langsung yang membahasnya bersama karena pada umumnya masih ada sejumlah perbedaan yang sangat kuat,” katanya di Jakarta kemarin.
Menyikapi ngotot-nya PDIP, Partai Demokrat, dan Partai Golkar mengenai angka PT tinggi antara 4 persen hingga persen, Teguh menilainya sebagai kalkulasi politik. Secara psikologis, kata dia, angka PT yang tinggi akan menggiring psikologi publik bahwa hanya partai besar yang seharusnya dipilih karena pasti lolos.
Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali mengatakan, partainya menolak tegas sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilu sebagaimana disuarakan PKB, PKS, dan PDIP dalam pembahasan RUU Pemilu.
“PPP tak bergeser dan kami tetap dalam posisi menolak sistem proporsional tertutup dalam pemilu. Sistem tertutup sama saja tak menghargai dan menghormati pilihan rakyat. Rakyat seperti beli kucing dalamkarung,” ujarSuryadharma.
Dia menjelaskan, tugas partai adalah menjaga dan mengamankan pilihan rakyat. Karena itu,semua partai harus tetap berkomitmen bahwa rakyat menjadi juri utama dalam pesta demokrasi. “Sistem terbuka berarti memberikan kebebasan pada rakyat untuk memilih wakilnya. Bukan ditentukan partai,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat politik Gun Gun Heryanto mengatakan, sistem proporsional terbuka atau tertutup adalah salah satu isu krusial bagi parpol-parpol karena menyangkut strategi pemilu. Kedua sistem ini pun, kata dia memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing yang perlu dipertimbangkan.
“Kalau terbuka, berarti sistemnya suara terbanyak. Rakyat akan tahu orang yang akan menjadi wakilnya di parlemen. Sistem tertutup mengacu pada nomor urut yang telah ditentukan partai. Ada yang menempatkan caleg berkualitas pada nomor urut jadi, ada pula yang hanya berdasarkan deal-deal politik,” ujarnya.
Namun, belum satu pun isu krusial dalam UU tersebut yang mencapai kesepakatan seperti parliamentary threshold (PT), sistem pemilu, alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil), dan lainnya.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR Teguh Juwarno menyatakan, jangankan antara sembilan parpol di DPR. Pembahasan RUU Pemilu di lingkup enam parpol anggota Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi saja belum menghasilkan titik temu meski pertemuan khusus telah digelar berkali-kali.
“Jadi sekarang harus ada keputusan politik dari para pimpinan parpol di Setgab Koalisi. Para ketua umum langsung yang membahasnya bersama karena pada umumnya masih ada sejumlah perbedaan yang sangat kuat,” katanya di Jakarta kemarin.
Menyikapi ngotot-nya PDIP, Partai Demokrat, dan Partai Golkar mengenai angka PT tinggi antara 4 persen hingga persen, Teguh menilainya sebagai kalkulasi politik. Secara psikologis, kata dia, angka PT yang tinggi akan menggiring psikologi publik bahwa hanya partai besar yang seharusnya dipilih karena pasti lolos.
Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali mengatakan, partainya menolak tegas sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilu sebagaimana disuarakan PKB, PKS, dan PDIP dalam pembahasan RUU Pemilu.
“PPP tak bergeser dan kami tetap dalam posisi menolak sistem proporsional tertutup dalam pemilu. Sistem tertutup sama saja tak menghargai dan menghormati pilihan rakyat. Rakyat seperti beli kucing dalamkarung,” ujarSuryadharma.
Dia menjelaskan, tugas partai adalah menjaga dan mengamankan pilihan rakyat. Karena itu,semua partai harus tetap berkomitmen bahwa rakyat menjadi juri utama dalam pesta demokrasi. “Sistem terbuka berarti memberikan kebebasan pada rakyat untuk memilih wakilnya. Bukan ditentukan partai,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat politik Gun Gun Heryanto mengatakan, sistem proporsional terbuka atau tertutup adalah salah satu isu krusial bagi parpol-parpol karena menyangkut strategi pemilu. Kedua sistem ini pun, kata dia memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing yang perlu dipertimbangkan.
“Kalau terbuka, berarti sistemnya suara terbanyak. Rakyat akan tahu orang yang akan menjadi wakilnya di parlemen. Sistem tertutup mengacu pada nomor urut yang telah ditentukan partai. Ada yang menempatkan caleg berkualitas pada nomor urut jadi, ada pula yang hanya berdasarkan deal-deal politik,” ujarnya.
()