Perpolitikan Indonesia makin liberal
A
A
A
Sindonews.com - Perpolitikan Indonesia makin liberal dan telah meninggalkan kearifan lokal yang dirumuskan Pancasila. Politik saat ini terlalu jauh meninggalkan kearifan lokal (local wisdom) sebagai budaya bangsa yang kemudian dirumuskan dalam Pancasila. Begitu juga dengan pembangunan perekonomian di Indonesia.
Maka itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyerukan agar para penyelenggara negara kembali ke konstitusi. Sebab pada 2012 ini diprediksi akan terjadi perubahan dahsyat dalam bidang politik dan perekonomian akibat krisis global Amerika Serikat dan Eropa.
"Kini di tahun 2012 kita tidak boleh lagi menyebut era ini sebagai masa transisi, melainkan masa konsolidasi sistem politik dan kehidupan demokrasi berdasarkan konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dalam rilisnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Dia mengatakan, seruan kembali ke konstitusi bukan hanya sebatas membaca kembali, tetapi harus kembali ke roh dan falsafah tentang dibentuknya negara sebagaimana termaktub Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
"Konstitusi haruslah dibaca secara utuh dan luas, bukan hanya secara tekstual pasal per pasal, melainkan ruhnya konstitusi, yaitu dasar-dasar kenegaraan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: Pancasila dan tujuan dibentuknya negara ini," tukasnya.
Menurutnya, ideologi pertumbuhan dimana yang penting ekonomi tumbuh tak perduli pertumbuhan itu karena apa dan menguntungkan siapa saja telah mencederai nilai-nilai keadilan sosial. Padahal keadilan sosial merupakan cita-cita bangsa sekaligus yang tercantum dalam Sila Kelima Pancasila.
"Pertumbuhan ekonomi memang tinggi, bahkan termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, tetapi pertumbuhan itu 49% disumbangkan oleh penjualan hasil tambang yang eksplorasinya berpotensi merusak lingkungan," jelasnya.
Kondisi ini makin kompleks dengan persoalan sengketa lahan pertambangan dengan rakyat penduduk tradisional. Dia mencontohkan, kasus Mesuji Sumatera Selatan dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Baginya sulit untuk mengatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini propeople dan proenvironment.
Oleh sebab itu, dalam konteks dan perspektif tersebut politikus Partai Golkar ini mengusulkan segera dilakukannya dua langkah strategis, pertama konsolidsasi politik dengan menekankan langkah pribumisasi demokrasi. Kedua konsolidasi perekonomian nasional dengan melakukan kontekstualisasi perekonomian pasar bebas.
"Keduanya (pribumisasi demokrasi dan kontekstualisasi pasar bebas) harus berakar dan sekaligus merupakan perkembangan dari demokrasi asli Indonesia dan semangat kekeluargaan berdasarkan ekonomi kerakyatan! Marilah kembali ke konstitusi, back to the constitution," pungkasnya.
Maka itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyerukan agar para penyelenggara negara kembali ke konstitusi. Sebab pada 2012 ini diprediksi akan terjadi perubahan dahsyat dalam bidang politik dan perekonomian akibat krisis global Amerika Serikat dan Eropa.
"Kini di tahun 2012 kita tidak boleh lagi menyebut era ini sebagai masa transisi, melainkan masa konsolidasi sistem politik dan kehidupan demokrasi berdasarkan konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dalam rilisnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Dia mengatakan, seruan kembali ke konstitusi bukan hanya sebatas membaca kembali, tetapi harus kembali ke roh dan falsafah tentang dibentuknya negara sebagaimana termaktub Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
"Konstitusi haruslah dibaca secara utuh dan luas, bukan hanya secara tekstual pasal per pasal, melainkan ruhnya konstitusi, yaitu dasar-dasar kenegaraan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: Pancasila dan tujuan dibentuknya negara ini," tukasnya.
Menurutnya, ideologi pertumbuhan dimana yang penting ekonomi tumbuh tak perduli pertumbuhan itu karena apa dan menguntungkan siapa saja telah mencederai nilai-nilai keadilan sosial. Padahal keadilan sosial merupakan cita-cita bangsa sekaligus yang tercantum dalam Sila Kelima Pancasila.
"Pertumbuhan ekonomi memang tinggi, bahkan termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, tetapi pertumbuhan itu 49% disumbangkan oleh penjualan hasil tambang yang eksplorasinya berpotensi merusak lingkungan," jelasnya.
Kondisi ini makin kompleks dengan persoalan sengketa lahan pertambangan dengan rakyat penduduk tradisional. Dia mencontohkan, kasus Mesuji Sumatera Selatan dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Baginya sulit untuk mengatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini propeople dan proenvironment.
Oleh sebab itu, dalam konteks dan perspektif tersebut politikus Partai Golkar ini mengusulkan segera dilakukannya dua langkah strategis, pertama konsolidsasi politik dengan menekankan langkah pribumisasi demokrasi. Kedua konsolidasi perekonomian nasional dengan melakukan kontekstualisasi perekonomian pasar bebas.
"Keduanya (pribumisasi demokrasi dan kontekstualisasi pasar bebas) harus berakar dan sekaligus merupakan perkembangan dari demokrasi asli Indonesia dan semangat kekeluargaan berdasarkan ekonomi kerakyatan! Marilah kembali ke konstitusi, back to the constitution," pungkasnya.
()