Kapolri: Penegakkan Hukum Memang Tidak Bisa Memuaskan Semua Orang
A
A
A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengeluarkan sejumlah Telegram Rahasia (TR) tentang upaya penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran wabah virus corona (Covid-19).
Salah satunya Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara. Khusus untuk telegram ini banyak mendapat kritikan dari sejumlah kalangan.
Menurut Idham, proses penegakkan hukum memang tidak untuk memuaskan semua orang. Artinya kalau ada yang tidak suka ada mekanisme tersendiri yang harus ditempuh. Misalnya praperadilan. "Pro kontrak itu hal yang biasa. Para tersangka juga punya hak untuk mempraperadilan kan Polri," ujar Idham dalam keterangannya, Selasa (7/4/2020).
Seperti diketahui, Kapolri mengeluarkan sejumlah TR tentang upaya penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran Covid-19.
Pertama, TR Nomor 1098 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua TR Nomor 1099 tentang penanganan kejahatan dalam ketersdiaan bahan pokok. Ketiga TR Nomor 1100 tentang penanganan kejahatan terkait situasi dan opini di ruang siber.
Lalu, keempat TR Nomor 1101 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi dalam masa penerapan PSBB. Yang kelima TR Nomor 1102 tentang penumpang yang baru tiba atau TKI dari negara yang endemis ataupun negara yang terjangkit Covid-19.
Secara keseluruhan, TR itu dikeluarkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19, khususnya dalam pelaksanaan tugas kepolisian di bidang penegakan hukum yang diemban fungsi reserse Kriminal dan jajarannya.
"Dalam konteks ini, penegakan hukum yang dilakukan Polri selama penyebaran Covid-19 pada prinsipnya sebuah pilihan terakhir atau Ultimum Remedium, yang mana Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra.
Dia menerangkan bila upaya preventif dan preemtif tak efektif, upaya penegakan hukum pun diambil dengan maksud memberikan kepastian hukum pada pelanggar hukum yang telah melakukan perbuatan hukum. Misalnya saja dalam penanganan kasus hoaks, Polri terus memberikan edukasi dan melakukan patroli siber secara konsisten. Saat upaya preventif dan preemtif tak efektif dalam penanganannya, tindakan tegas berupa penegakan hukum pun lantas dilakukan.
"Substansinya, TR Bapak Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum dan menjadi catatan penting, upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri ini merupakan upaya yang paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan," tuturnya.
Salah satunya Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara. Khusus untuk telegram ini banyak mendapat kritikan dari sejumlah kalangan.
Menurut Idham, proses penegakkan hukum memang tidak untuk memuaskan semua orang. Artinya kalau ada yang tidak suka ada mekanisme tersendiri yang harus ditempuh. Misalnya praperadilan. "Pro kontrak itu hal yang biasa. Para tersangka juga punya hak untuk mempraperadilan kan Polri," ujar Idham dalam keterangannya, Selasa (7/4/2020).
Seperti diketahui, Kapolri mengeluarkan sejumlah TR tentang upaya penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran Covid-19.
Pertama, TR Nomor 1098 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua TR Nomor 1099 tentang penanganan kejahatan dalam ketersdiaan bahan pokok. Ketiga TR Nomor 1100 tentang penanganan kejahatan terkait situasi dan opini di ruang siber.
Lalu, keempat TR Nomor 1101 tentang penanganan kejahatan yang potensial terjadi dalam masa penerapan PSBB. Yang kelima TR Nomor 1102 tentang penumpang yang baru tiba atau TKI dari negara yang endemis ataupun negara yang terjangkit Covid-19.
Secara keseluruhan, TR itu dikeluarkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19, khususnya dalam pelaksanaan tugas kepolisian di bidang penegakan hukum yang diemban fungsi reserse Kriminal dan jajarannya.
"Dalam konteks ini, penegakan hukum yang dilakukan Polri selama penyebaran Covid-19 pada prinsipnya sebuah pilihan terakhir atau Ultimum Remedium, yang mana Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra.
Dia menerangkan bila upaya preventif dan preemtif tak efektif, upaya penegakan hukum pun diambil dengan maksud memberikan kepastian hukum pada pelanggar hukum yang telah melakukan perbuatan hukum. Misalnya saja dalam penanganan kasus hoaks, Polri terus memberikan edukasi dan melakukan patroli siber secara konsisten. Saat upaya preventif dan preemtif tak efektif dalam penanganannya, tindakan tegas berupa penegakan hukum pun lantas dilakukan.
"Substansinya, TR Bapak Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum dan menjadi catatan penting, upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri ini merupakan upaya yang paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan," tuturnya.
(thm)