Kisah Iffung Swala, Relawan Senior GMC 19
A
A
A
JAKARTA - Meski tak lagi muda, Iffung Swala (53) tetap bersemangat membantu sesama. Dia pun mendaftar sebagai relawan Gereja Melawan Covid-19 (GMC 19).
"Saya awalnya daftar tapi sudah ditutup karena kuotanya penuh. Tapi besoknya Bu Irma dari PGI hubungi saya dan katanya ada satu orang yang mundur sehingga saya bisa masuk dalam tim relawan PGI," kata Iffung Swala.
Sehari-hari, Iffung adalah seorang pendeta, pengajar TK dan dosen di STT Pokok Anggur di Jakarta Barat. Sejak dua minggu lalu ia tergabung dalam relawan Gereja Melawan Covid 19 (GMC 19) yang diinisiasi oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan mulai bertugas bersama relawan lainnya. Walaupun dari segi usia, banyak yang menyarankannya untuk tidak bergabung karena dianggap memiliki risiko tinggi.
Menjadi relawan GMC 19 menurutnya adalah panggilan untuk membantu. "Dulunya saya juga menjadi relawan bencana ketika Gunung Merapi meletus. Saya mendaftarkan diri jadi relawan itu karena saya melihat tayangan berita di TV saat Merapi meletus. Terus saya berdoa, saya ingin membantu, khususnya trauma healing. Lalu saya mendaftar di TAGANA atau Taruna Siaga Bencana bentukan Kemensos. Dan tahun 2007 kalau tak salah, sejak itu saya jadi relawan bencana sampai sekarang," ucapnya.
Iffung bercerita, awalnya dia mendapat pesan WA dari grup pendeta soal pendaftaran relawan GMC 19. Dirinya tertarik dan kemudian mendaftar. "Ya itu, sempat udah penuh, tapi karena ada yang mundur bisa masuk dan ikut pelatihan selama dua hari di PGI," katanya.
Iffung mengaku menjadi relawan karena ia mudah tersentuh melihat korban yang jatuh. "Saya membayangkan, jika yang korban itu keluarga saya sendiri atau tetangga saya sendiri atau gereja saya sendiri. Lalu, saya tanya dalam hati, apa yang bisa saya lakukan? Akhirnya saya daftar karena saya mau dan rela berkorban untuk menjadi relawan."
Perempuan ini telah empat kali melakukan tugas bersama para relawan lainnya di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Tangerang. "Ada gereja, wihara, masjid, dan lingkungan sekitarnya juga disemprot. Dan belum lama ini di Kelapa Gading, hari Rabu (31/3) lalu kami melakukan penyemprotan," ujarnya.
Yang juga membuat Iffung semangat menjadi relawan adalah rekan-rekannya yang menerima dirinya meskipun dari segi usia lebih tua. "Sejauh ini mereka justru mensupport saya dan sama-sama saling mendukung. Tidak memandang sebelah mata meski saya lebih tua. Pokoknya semua relawan baik-baik deh dan itu buat saya senang," ujarnya sambil tertawa.
Ia juga menambahkan, relawan GMC 19 ini adalah kegiatan lintas iman dan lintas agama. "Jadi memang tempat-tempat ibadah utama yang disasar. Saya berpikir sudah bagus ini karena tempat ibadah yang dipakai orang-orang. Dan dengan cara ini kita bisa menjadi saksi, menjadi alat lewat apa yang kita lakukan," katanya sambil mengucap syukur dengan kesempatan yang diberikan untuk membantu sesama.
Hingga saat ini program Gereja Melawan Covid 19 yang diinisiasi oleh PGI ini telah melakukan penyemprotan sebanyak 58 rumah ibadah. (Baca Juga: Ini Langkah Konkret GMC 19 Melawan Covid-19
"Saya awalnya daftar tapi sudah ditutup karena kuotanya penuh. Tapi besoknya Bu Irma dari PGI hubungi saya dan katanya ada satu orang yang mundur sehingga saya bisa masuk dalam tim relawan PGI," kata Iffung Swala.
Sehari-hari, Iffung adalah seorang pendeta, pengajar TK dan dosen di STT Pokok Anggur di Jakarta Barat. Sejak dua minggu lalu ia tergabung dalam relawan Gereja Melawan Covid 19 (GMC 19) yang diinisiasi oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan mulai bertugas bersama relawan lainnya. Walaupun dari segi usia, banyak yang menyarankannya untuk tidak bergabung karena dianggap memiliki risiko tinggi.
Menjadi relawan GMC 19 menurutnya adalah panggilan untuk membantu. "Dulunya saya juga menjadi relawan bencana ketika Gunung Merapi meletus. Saya mendaftarkan diri jadi relawan itu karena saya melihat tayangan berita di TV saat Merapi meletus. Terus saya berdoa, saya ingin membantu, khususnya trauma healing. Lalu saya mendaftar di TAGANA atau Taruna Siaga Bencana bentukan Kemensos. Dan tahun 2007 kalau tak salah, sejak itu saya jadi relawan bencana sampai sekarang," ucapnya.
Iffung bercerita, awalnya dia mendapat pesan WA dari grup pendeta soal pendaftaran relawan GMC 19. Dirinya tertarik dan kemudian mendaftar. "Ya itu, sempat udah penuh, tapi karena ada yang mundur bisa masuk dan ikut pelatihan selama dua hari di PGI," katanya.
Iffung mengaku menjadi relawan karena ia mudah tersentuh melihat korban yang jatuh. "Saya membayangkan, jika yang korban itu keluarga saya sendiri atau tetangga saya sendiri atau gereja saya sendiri. Lalu, saya tanya dalam hati, apa yang bisa saya lakukan? Akhirnya saya daftar karena saya mau dan rela berkorban untuk menjadi relawan."
Perempuan ini telah empat kali melakukan tugas bersama para relawan lainnya di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Tangerang. "Ada gereja, wihara, masjid, dan lingkungan sekitarnya juga disemprot. Dan belum lama ini di Kelapa Gading, hari Rabu (31/3) lalu kami melakukan penyemprotan," ujarnya.
Yang juga membuat Iffung semangat menjadi relawan adalah rekan-rekannya yang menerima dirinya meskipun dari segi usia lebih tua. "Sejauh ini mereka justru mensupport saya dan sama-sama saling mendukung. Tidak memandang sebelah mata meski saya lebih tua. Pokoknya semua relawan baik-baik deh dan itu buat saya senang," ujarnya sambil tertawa.
Ia juga menambahkan, relawan GMC 19 ini adalah kegiatan lintas iman dan lintas agama. "Jadi memang tempat-tempat ibadah utama yang disasar. Saya berpikir sudah bagus ini karena tempat ibadah yang dipakai orang-orang. Dan dengan cara ini kita bisa menjadi saksi, menjadi alat lewat apa yang kita lakukan," katanya sambil mengucap syukur dengan kesempatan yang diberikan untuk membantu sesama.
Hingga saat ini program Gereja Melawan Covid 19 yang diinisiasi oleh PGI ini telah melakukan penyemprotan sebanyak 58 rumah ibadah. (Baca Juga: Ini Langkah Konkret GMC 19 Melawan Covid-19
(zik)