Kebijakan Lockdown Harus Disiapkan Matang
A
A
A
KERUGIAN perekonomian di kawasan Asia-Pasifik diprediksi bisa menembus sebesar USD211 miliar sebagai dampak dari wabah virus korona. Besaran kerugian setara lebih dari seperlima output perekonomian Indonesia dalam setahun. Prediksi yang cukup mengerikan itu dirilis lembaga pemeringkat global Standard & Poor’s (S&P). Selain itu, S&P juga merevisi pertumbuhan ekonomi China dari 5,7% menjadi 4,8% tahun ini, serta memprediksi sejumlah negara terancam terseret ke dalam jurang resesi, di antaranya Australia, Hong Kong, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.
Penyebaran wabah virus korona yang telah menjangkiti lebih dari 100 negara adalah sebuah ancaman nyata terhadap perekonomian global. Kondisi tersebut sudah pasti semakin memperdalam periode jatuhnya perekonomian negara di kawasan Asia-Pasifik. Laporan S&P membeberkan bahwa sejumlah negara akan merasakan imbas dari dampak wabah virus korona lebih serius, meliputi Hong Kong, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pasalnya, sektor pariwisata keempat negara tersebut menyumbang hampir 10% dari produk domestik bruto (PDB). Kontribusi terbesar sektor pariwisata negara tersebut berasal dari wisatawan China.
Sejalan dengan laporan S&P, Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di bawah 3%. Sebelumnya, bank sentral memprediksi pertumbuhan ekonomi global berada pada level 3% tahun ini dan 3,4% tahun depan. Namun, BI terpaksa harus mengoreksi pertumbuhan ekonomi global menyusul penyebaran wabah virus korona yang semakin tidak terbendung, dan belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia? Rupanya, pihak BI masih optimistis perekonomian Indonesia bertengger di level di atas 5%, di mana perbaikan diprediksi terjadi pada kuartal akhir tahun. Dengan catatan, seluruh kebijakan BI dan pemerintah dapat diimplementasikan tepat sasaran.
Apakah karena faktor optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa di atas 5% versi BI, sehingga pemerintah tidak merasa perlu untuk melakukan tindakan lockdown sebagaimana telah dilakukan sejumlah negara dalam menyikapi wabah virus korona? Secara sederhana, lockdown bisa diartikan sebagai pembatasan akses dari dan ke suatu wilayah atau pembatasan aktivitas sehari-hari. Sampai kapan lockdown diberlakukan? Tergantung seberapa genting sebuah masalah sangat tergantung dari kebijakan pemerintah.
Sebelum pemerintah mengambil kebijakan lockdown, memang harus dipikirkan secara matang dampaknya. Sisi positif, pemerintah dapat mengontrol dan menangani wabah virus korona yang lebih optimal. Namun, sisi negatif juga mengintai, misalnya munculnya kecemasan masyarakat sehingga bisa memicu panic buying untuk kebutuhan pokok. Bila stok kebutuhan pokok menipis maka kelangkaan bisa terjadi yang memicu kenaikan harga. Dunia perbankan juga rentan terdampak lockdown sebab berpotensi membuat masyarakat menarik dananya dari perbankan. Bila itu terjadi maka akan mengganggu likuiditas perbankan yang ujungnya membahayakan perekonomian.
Dari sisi ekonomi, kebijakan lockdown memang akan menimbulkan dampak negatif yang cukup serius. Andaikan Jakarta dan sekitarnya dinyatakan lockdown, ekonom Bhima Yudhistira meyakini Indonesia bisa terkena krisis ekonomi. Bisa separah itu? Peneliti ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu beralasan bahwa 70% pergerakan uang dalam perekonomian nasional berada di Jakarta dan sekitarnya, akan sangat berisiko bila aktivitas perekonomian lumpuh. Selain itu, pasokan bahan baku pokok warga Jakarta bakal terhambat sebab selama ini pasokan dari luar. Laju inflasi akan terkerek bisa menembus 6% mengingat Jakarta menyumbang 20% angka inflasi nasional. Solusinya, tanpa lockdown juga bisa mengatasi wabah virus korona seperti yang ditempuh Singapura dengan membatasi aktivitas di ruang publik sebagai salah satu cara.
Namun, kalaupun pemerintah harus mengambil kebijakan lockdown maka kuncinya harus dipersiapkan dengan matang. Pemerintah tidak boleh setengah-setengah mengimplementasikan kebijakan lockdown . Memastikan keamanan masyarakat tetap terjamin, dalam hal ini keamanan kesehatan dan fisik serta keamanan finansial. Harus ada stimulus dari pemerintah untuk membantu kelompok masyarakat yang daya belinya tergerus. Memastikan setiap masyarakat mendapat kesempatan sama memperoleh kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Terkait keamanan finansial dibutuhkan kebijakan yang membebaskan masyarakat dari beban temporer, seperti cicilan rutin untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sementara. Pemerintah harus mempersiapkan tenaga medis yang mumpuni dengan peralatan dan fasilitas memadai. Bila tidak dipersiapkan matang, korban wabah virus korona tak teratasi dan perekonomian semakin carut-marut.
Penyebaran wabah virus korona yang telah menjangkiti lebih dari 100 negara adalah sebuah ancaman nyata terhadap perekonomian global. Kondisi tersebut sudah pasti semakin memperdalam periode jatuhnya perekonomian negara di kawasan Asia-Pasifik. Laporan S&P membeberkan bahwa sejumlah negara akan merasakan imbas dari dampak wabah virus korona lebih serius, meliputi Hong Kong, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pasalnya, sektor pariwisata keempat negara tersebut menyumbang hampir 10% dari produk domestik bruto (PDB). Kontribusi terbesar sektor pariwisata negara tersebut berasal dari wisatawan China.
Sejalan dengan laporan S&P, Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di bawah 3%. Sebelumnya, bank sentral memprediksi pertumbuhan ekonomi global berada pada level 3% tahun ini dan 3,4% tahun depan. Namun, BI terpaksa harus mengoreksi pertumbuhan ekonomi global menyusul penyebaran wabah virus korona yang semakin tidak terbendung, dan belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia? Rupanya, pihak BI masih optimistis perekonomian Indonesia bertengger di level di atas 5%, di mana perbaikan diprediksi terjadi pada kuartal akhir tahun. Dengan catatan, seluruh kebijakan BI dan pemerintah dapat diimplementasikan tepat sasaran.
Apakah karena faktor optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa di atas 5% versi BI, sehingga pemerintah tidak merasa perlu untuk melakukan tindakan lockdown sebagaimana telah dilakukan sejumlah negara dalam menyikapi wabah virus korona? Secara sederhana, lockdown bisa diartikan sebagai pembatasan akses dari dan ke suatu wilayah atau pembatasan aktivitas sehari-hari. Sampai kapan lockdown diberlakukan? Tergantung seberapa genting sebuah masalah sangat tergantung dari kebijakan pemerintah.
Sebelum pemerintah mengambil kebijakan lockdown, memang harus dipikirkan secara matang dampaknya. Sisi positif, pemerintah dapat mengontrol dan menangani wabah virus korona yang lebih optimal. Namun, sisi negatif juga mengintai, misalnya munculnya kecemasan masyarakat sehingga bisa memicu panic buying untuk kebutuhan pokok. Bila stok kebutuhan pokok menipis maka kelangkaan bisa terjadi yang memicu kenaikan harga. Dunia perbankan juga rentan terdampak lockdown sebab berpotensi membuat masyarakat menarik dananya dari perbankan. Bila itu terjadi maka akan mengganggu likuiditas perbankan yang ujungnya membahayakan perekonomian.
Dari sisi ekonomi, kebijakan lockdown memang akan menimbulkan dampak negatif yang cukup serius. Andaikan Jakarta dan sekitarnya dinyatakan lockdown, ekonom Bhima Yudhistira meyakini Indonesia bisa terkena krisis ekonomi. Bisa separah itu? Peneliti ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu beralasan bahwa 70% pergerakan uang dalam perekonomian nasional berada di Jakarta dan sekitarnya, akan sangat berisiko bila aktivitas perekonomian lumpuh. Selain itu, pasokan bahan baku pokok warga Jakarta bakal terhambat sebab selama ini pasokan dari luar. Laju inflasi akan terkerek bisa menembus 6% mengingat Jakarta menyumbang 20% angka inflasi nasional. Solusinya, tanpa lockdown juga bisa mengatasi wabah virus korona seperti yang ditempuh Singapura dengan membatasi aktivitas di ruang publik sebagai salah satu cara.
Namun, kalaupun pemerintah harus mengambil kebijakan lockdown maka kuncinya harus dipersiapkan dengan matang. Pemerintah tidak boleh setengah-setengah mengimplementasikan kebijakan lockdown . Memastikan keamanan masyarakat tetap terjamin, dalam hal ini keamanan kesehatan dan fisik serta keamanan finansial. Harus ada stimulus dari pemerintah untuk membantu kelompok masyarakat yang daya belinya tergerus. Memastikan setiap masyarakat mendapat kesempatan sama memperoleh kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Terkait keamanan finansial dibutuhkan kebijakan yang membebaskan masyarakat dari beban temporer, seperti cicilan rutin untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sementara. Pemerintah harus mempersiapkan tenaga medis yang mumpuni dengan peralatan dan fasilitas memadai. Bila tidak dipersiapkan matang, korban wabah virus korona tak teratasi dan perekonomian semakin carut-marut.
(jon)