Menyelisik Sengkarut di Pulau Wisata
A
A
A
JAKARTA - Pagi itu, Kamis 16 Mei 2019 sebagian besar wilayah Bumi Ruwai Jurai diselimuti awan. Dian Patria bersama koleganya hendak bersiap keluar dari sebuah hotel di Provinsi Lampung. Tidak lupa tas berisi sejumlah dokumen dibawa serta. Agenda yang sangat penting akan dilakukan Dian dan kawan-kawan.
Dian adalah Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korwil III meliputi wilayah DKI Jakarta, Lampung, Gorontalo, Kementerian, dan Lembaga. Tim Satgas Pencegahan kerap disebut Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).
Dian dan tim berada di Provinsi Lampung sejak 15 Mei hingga 17 Mei 2019. Tujuannya untuk menjalankan fungsi trigger mechanism berupa monitoring, koordinasi, supervisi, dan evaluasi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang KPK. Di antaranya intervensi penagihan pajak, penataan perizinan, hingga penataan pemanfaatan ruang laut, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil.
Selama beberapa bulan sebelumnya saat turun ke Provinsi Lampung, Korwil III KPK memperoleh dokumen dan sejumlah fakta mencengangkan. Provinsi Lampung memiliki sekitar 132 pulau kecil yang sebagian besarnya telah dioperasikan dan dipergunakan untuk lokasi wisata. Tapi tidak satu pun pengelola tempat wisata mengantongi izin pengelolaan pulau atau izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K) untuk pengembangan pariwisata dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung serta sejumlah izin lainnya.
Kamis itu jajaran Korwil III KPK mengelar persamuhan di kantor Bupati Pesawaran. Tim Korwil III yang hadir terdiri atas Tim Satgas Pencegahan dan Tim Satgas Penindakan. Rapat juga dihadiri Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona dan pejabat lainnya, Kapolres Pesawaran AKBP Popon Ardianto Sunggoro, perwakilan dari Pemerintah Provinsi Lampung, perwakilan Badan Pertanahan Nasional, perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan perwakilan dari PT Tegal Mas Thomas.
Dari dokumen notulensi rapat yang diperoleh KORAN SINDO, dihasilkan lima poin penting sebagai simpulan dan keputusan. Pertama, moratorium kegiatan di wilayah pesisir dan penggunaan ruang laut dengan nantinya akan ada surat dari Menteri Kelautan dan Perikanan ke Gubernur Lampung.
Secara paralel perusahaan terutama PT Tegal Mas Thomas harus menyelesaikan seluruh izin-izin dan menghentikan reklamasi, pembangunan, dan kegiatan lainnya di Pulau Tegal Mas.
Kedua, penggunaan dermaga penyeberangan dari dan di Pulau Tegal serta dari Pantai Marita dan dari Pantai Sari Ringgung dihentikan. Khusus untuk rute kapal ke dan dari Pulau Tegal Mas telah mengganggu keramba jaring apung (KJA) pada zona budidaya.
Ketiga, PT Tegal Mas Thomas dan PT Sari Ringgung harus melaporkan dan membayar sejumlah kewajiban pajak termasuk pajak daerah atas semua aktivitas yang ada di tempat tersebut mulai dari hotel, restoran, tempat hiburan, air dan lain-lain sesuai dengan aturan yang berlaku.
Keempat, PT Tegal Mas Thomas atau pengelola Pulau Tegal Mas harus melepas seluruh penyu yang ditangkar. Kelima, jika PT Tegal Mas Thomas dan PT Sari Ringgung tidak menaati hasil rapat dan masih ingkar, maka akan dilakukan penyegelan terhadap Pulau Tegal Mas, Pantai Marita (area reklamasi PT Tegal Mas), dan Pantai Sari Ringgung.
KORAN SINDO juga memperoleh satu lembar dokumen pakta integritas yang ditandatangani M Rafsanzani Patria selaku Manajer Wisata Tegal Mas Island tertanggal 16 Mei 2019. Rafsanzani bertindak untuk dan atas nama Wisata Pulau Tegal Mas Island menyatakan enam hal.
Dian Patria yang dikonfirmasi KORAN SINDO membenarkan pelaksanaan rapat, para pihak yang hadir, dan seluruh dokumen yang ada. “Memang begitu kesimpulan rapat tanggal 16 Mei 2019 dan ada juga pakta integritas oleh Manajer Wisata Pulau Tegal Mas. Yang hadir juga sebagaimana data kehadiran di kantor Bupati Pesawaran. Saat rapat memang kita juga bahas bahwa ada potensi pelanggaran pidana atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana yang diatur undang-undang,” tegas Dian Patria saat berbincang dengan KORAN SINDO, Senin 25 November 2019.
Ucapan Dian, notulensi rapat, dan pakta integritas tersebut jelas tidak sembarang. Pulau Tegal Mas, Pulau (Pantai) Marita, dan Pulau (Pantai) Sari Ringgung yang saling berdekatan masuk dalam kategori Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer Teluk Lampung.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Lampung Tahun 2018-2038, kawasan tersebut memiliki kode KSN-TL-1. Dengan begitu wilayah ini tidak boleh dilakukan reklamasi.
Perwakilan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Lampung sekaligus Kabid Bin Kemhan Lampung Kolonel Laut (E) Idham Faca memastikan, area Pulau Tegal Mas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung di Teluk Lampung masuk dalam kategori Kawasan Strategis Nasional (KSN) Daerah Latihan Militer Teluk Lampung dengan kode KSN-TL-1.
“Memang benar kawasan tersebut masuk dalam KSN,” ujar Idham kepada KORAN SINDO, Senin 25 November 2019 malam.
Idham menuturkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68/2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara jelas tertuang bahwa daerah latihan militer masuk dalam wilayah pertahanan negara. Di PP tersebut juga disebutkan, pemanfaatan wilayah pertahanan dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup dan ekosistem alami, serta memperhatikan peningkatan nilai tambah bagi wilayah pertahanan yang bersangkutan sebagaimana dalam Pasal 23.
Berikutnya pemanfaatan wilayah pertahanan harus sejalan dengan fungsi pertahanan. Jika pemanfaatan tersebut di luar fungsi pertahanan maka harus mendapat izin menteri dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Klausul ini sesuai dengan Pasal 24.
Idham mengungkapkan, ada juga Pasal 33 yang menegaskan bahwa pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer harus mendukung dan menjaga fungsi daerah latihan militer. Jika berpotensi tidak mendukung fungsi daerah latihan militer, maka pemanfaatannya harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ada di Pasal 23, 24, dan 33 PP 68 Tahun 2014. Seharusnya (untuk pemanfaatan kawasan) lihat rincian dan detilnya di PP 68,” tegasnya.
Dian Patria melanjutkan, Tim Satgas menemukan sejumlah fakta yang mencengangkan saat beberapa kali turun ke Provinsi Lampung termasuk ke Pulau Tegal Mas. Pulau Tegal Mas mulai dibuka sebagai kawasan wisata beberapa bulan menjelang akhir tahun 2017. Sebenarnya, ujar Dian, sebelumnya di pulau dengan luas lahan sekitar 113 hektare itu ada gunung yang cukup tinggi. Tapi untuk kepentingan wisata, gunung tersebut dipapas habis. Selain itu juga terjadi perusakan vegetasi mangrove di sekitar pulau.
“Sejak beroperasi kawasan wisata Pulau Tegal Mas ini, tidak ada izin-izin yang dikantongi pengusaha dan perusahaan pengelola. Bahkan pajak-pajak yang semestinya dibayar tapi tidak dibayarkan. Pemerintah daerahnya juga malah diam,” tegas Dian.
Selepas bulan Mei, Tim Satgas tetap kembali turun ke Provinsi Lampung termasuk memantau perkembangan hasil rapat sebelumnya. Rupanya tidak ada hasil yang signifikan. Tim Satgas kemudian berembuk dan menyampaikan perkembangan hasil monitoring dan korsup ke pimpinan KPK. Diputuskan, KPK akan kembali turun ke Provinsi Lampung pada awal Agustus 2019 dengan menggandeng pihak-pihak terkait.
Dian membeberkan, akhirnya pada Selasa 6 Agustus 2019 KPK bersama tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional, Polres, dan jajaran pemerintah daerah turun ke Pulau Tegal Mas, Pulau Marita, dan Pulau (Pantai) Sari Ringgung serta Pelabuhan Panjang di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
Dari KPK tidak hanya Dian dan Tim Satgas yang terjun. Saat itu Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang juga ikut turun tangan.
Selasa siang itu, rombongan dipecah menjadi beberapa bagian untuk pemasangan plang segel di lokasi-lokasi tersebut. Beberapa jam plang sita tercagak, ternyata ada "perlawanan". Sore harinya, Dian memperoleh informasi dari lapangan bahwa plang dibakar beberapa orang yang diduga preman. Tapi Dian tidak mau berspekulasi siapa "otak" di balik pembakaran tersebut.
“Siangnya dipasang plang segel yang di Pulau Tegal Mas, sorenya dibakar oleh masyarakat. Orang suruhan siapa saya kurang mengerti,” tuturnya.
Berdasarkan informasi dan data lanjutan yang diperoleh KORAN SINDO, Pulau Tegal Mas "dikuasai" dan dikelola oleh PT Tegal Mas Thomas. Pemilik perusahaan adalah Thomas Azis Riska. Perusahaan ini juga merupakan pelaksana reklamasi di Pantai Marita. Berikutnya kawasan wisata Pantai Sari Ringgung dikelola oleh PT Sari Ringgung. Sedangkan Pelabuhan Panjang yang berada di Kecamatan Panjang, merupakan pelabuhan BUMN dan dikelola PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Panjang.
“Pulau Tegal Mas itu memang ‘punyanya’ Thomas Azis Riska. Perusahaannya itu PT Tegal Mas Thomas,” ujar Dian.
Dian memastikan, selain proses perizinan hingga kewajiban pajak yang bermasalah sejak awal ternyata ada juga terkait permasalahan kepemilikan Pulau Tegal Mas. Berdasarkan informasi dan fakta yang telah terverifikasi oleh Tim Satgas, rupanya tindakan dugaan melanggar aturan hukum hingga tidak dipenuhinya kewajiban pajak bisa dilakukan Riska atau perusahaannya karena diduga Riska memiliki "beking".
Diduga ada ‘beking’ mulai dari oknum di pemerintah kabupaten, oknum di pemerintah provinsi, hingga oknum penegak hukum dan oknum militer.
“Pas sampai di sana (tiba di Pulau Tegal Mas-red), saya sama yang punya pulau Thomas Riska, saya ketemu, saya ngobrol, biasa. Saya bilang ke dia, ikuti saja aturan karena nanti anda yang repot sendiri,” bebernya.
KORAN SINDO mendapatkan informasi lain, bisnis Riska di kawasan wisata Pulau Tegal Mas bisa berjalan mulus karena Riska diduga menservis oknum di pemerintah kabupaten, oknum di pemerintah provinsi, oknum penegak hukum, oknum militer, hingga oknum di kementerian tertentu. Selain itu ada oknum internal KPK pernah berwisata dan mendapatkan pelayanan dari Riska di Pulau Tegal Mas.
Dian tidak membantah informasi tersebut. Musababnya Tim Satgas juga mendapatkan informasi dan fakta terverifikasi bahwa kawasan tersebut juga memang dijadikan juga sebagai tempat untuk ‘meng-entertaint’ para pejabat tingkat pusat hingga daerah.
“Informasi itu ada. Tapi mohon maaf saya tidak bisa sebutkan. Kalau yang dari internal KPK siapanya saya kurang paham, enggak mengerti, coba tanya ke pimpinan,” ujarnya.
Dian mengungkapkan, ada seseorang yang menghubungi Dian saat turun ke Provinsi Lampung hingga sebelum plang segel ditancapkan di empat lokasi tadi. Orang itu mengingatkan agar Dian sadar diri dan mengasihani dirinya sendiri. Dian tetap tidak menyurutkan langkahnya.
”Pada saat saya mau turun ke sana, ada yang ngomong ke saya, 'ngapain turun ke sana kasihan sama diri mu Dian'. Saya maju saja, akhirnya kita datang, ada Pak Saut kan,” ungkapnya.
Lebih dari itu seingat Dian, Riska pernah menjadi saksi di tahap penyidikan maupun persidangan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa saat itu Zainudin Hasan selaku Bupati Lampung Selatan (Lamsel). Hanya Dian tidak terlalu mengikuti perkembangan perkara tersebut.
KORAN SINDO lantas menyampaikan ke Dian tentang sebagian isi pertimbangan surat tuntutan dan putusan atas nama Zainuddin Hasan. Di antaranya Zainuddin melalui Agus Bhakti Nugroho selaku Ketua Fraksi PAN di DPRD Provinsi Lampung membeli satu unit tanah Kapling seluas 100 meter persegi dan satu unit rumah kayu (villa) beserta isinya seharga Rp1,45 miliar di Pulau Tegal dari Thomas Azis Riska. Pembayaran diterima secara tunai oleh Riska dan dilakukan Zainuddin melalui Agus Bhakti Nugroho dan Thomas Amirico selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.
Transaksi berlangsung lima kali kurun April hingga Juli 2018. Uang yang dipergunakan tersebut terbukti bersumber dari para rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Lamsel yang anggarannya berasal dari APBD Kabupaten Lamsel. Riska telah mengembalikan seluruh uang Rp1,45 miliar ke KPK dengan cara mentransfer ke rekening penampungan KPK. Pengembangan tersebut dilakukan lima tahap kurun 25 Oktober hingga 22 November 2018. Uang ini kemudian diputuskan majelis hakim dirampas untuk negara.
“Iya memang Thomas Riska pernah jadi saksi kasusnya Bupati Lampung Selatan. Kan ada beritanya itu,” kata Dian.
Dian mengungkapkan, langkah KPK bersama kementerian dan lembaga terkait tidak berhenti. Mereka terus dan tetap bergerak. Lebih satu bulan setelah pemasangan plang segel, KPK mengundang jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pertemuan digelar di Lantai 16 Gedung Merah Putih KPK pada Senin 23 September 2019.
Pembahasannya lebih spesifik, yakni dugaan pelanggaran atas kegiatan reklamasi di Provinsi Lampung. Forum rapat menghasilkan keputusan telah terjadi dugaan pelanggaran pidana terkait reklamasi di Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas serta segera diproses secara hukum.
“Kesimpulan rapat, itu akan masuk ranah pidana terkait dengan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Nanti kalau ada dugaan tindak pidana korupsinya, itu menjadi kewenangan KPK,” ucapnya.
Berdasarkan data dan informasi lanjutan yang diperoleh KORAN SINDO, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Pemprov Lampung telah mengeluarkan dua keputusan untuk dua izin untuk PT Tegal Mas Thomas.
Pertama, izin pemanfaatakan ruang taman wisata bahari yang ditandatangani Kepala Dinas PM-PTSP Pemprov Lampung saat itu Fauziah tertanggal 23 Juli 2019. Kedua, izin lingkungan untuk kegiatan taman wisata bahari yang juga ditandatangani Fauziah tertanggal 23 Agustus 2019.
Dalam dokumen keputusan pertama tertuang bahwa PT Tegal Mas Thomas diberikan izin memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari seluas 45,45 hektare. Pada dokumen kedua, perusahaan dapat melaksanakan kegiatan taman wisata bahari di atas lahan seluas 63,45 hektare.
Pada dokumen juga tercantum M Rafsanzani Patria sebagai Direktur PT Tegal Mas Thomas, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan 90.317.815.0-325.000, dan Nomor Induk Berusaha (NIB) 9120102260516.
Dua bulan setelah penandatanganan dua keputusan tentang dua izin tersebut, Fauziah digeser menjadi Staf Ahli Gubernur Lampung Bidang Kemasyarakatan dan Sumber daya Manusia.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan telah mengecek dan menanyakan ke personel Tim Satgas Pencegahan pada Korwil III KPK. Tim, lanjut Syarif, memastikan tidak ada oknum internal yang diduga pernah mengintervensi tim saat turun melakukan korsup ke Provinsi Lampung maupun sesaat sebelum pemasangan plang segel di empat lokasi pada Agustus 2019.
Meski begitu, Syarif belum dapat memastikan apakah ada oknum internal KPK yang pernah berlibur di Pulau Tegal Mas dan diduga mendapatkan servis pelayanan selama berada di pulau itu dari PT Tegal Mas Thomas dan/atau Thomas Azis Riska.
“Saya belum lengkap infonya. Dian dan tim masih perjalanan dinas ke Gorontalo. Makanya saya belum bisa berikan komentar,” ujar Syarif saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat 29 November 2019 siang.
KORAN SINDO menghubungi Thomas Azis Riska melalui pesan singkat WhatsApp pukul 14.44 WIB pada Senin, 25 November 2019. Isi pesan yakni penjelasan identitas dan kepentingan penulisan disertai penjelasan singkat sejumlah aspek dan delapan pertanyaan utama.
Pertama, apakah Riska mengetahui bahwa kawasan Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas masuk Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer Teluk Lampung? Kedua, apa benar kegiatan wisata dan operasional di Pulau Tegal Mas sudah dijalankan PT Tegal Mas Thomas sejak September 2017 serta apa landasan operasional/pelaksanaan kegiatan di pulau tersebut?
Ketiga, apakah sejak awal beroperasi semua izin dari Pemprov Lampung sudah dipenuhi dan dimiliki PT Tegal Mas Thomas serta kalau belum atau sudah, sejak kapan dan izin-izin tersebut tertanggal berapa? Keempat, untuk pemenuhan pajak-pajak, apakah dibayarkan perusahaan ke Pemda sejak operasional di Pulau Tegal Mas atau sejak kapan dibayarkan dan masuk kas daerah?
Kelima, berapa sebenarnya luas lahan yang dimiliki Riska atau PT Tegal Mas Thomas dan dikelola perusahaan serta apakah setiap lahan memiliki sertifikat? Keenam, kenapa reklamasi di Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas dilakukan perusahaan dan operasional perusahaan berjalan di Pulau Tegal Mas sebelum mengantongi sejumlah izin?
Ketujuh, apakah benar PT Tegal Mas Thomas dan Riska dibekingi oknum pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), oknum penegak hukum, hingga oknum militer untuk memuluskan bisnis dan operasional hingga reklamasi Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas? Terakhir, apakah benar perusahaan dan Riska pernah menservis atau meng-entertaint oknum pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), oknum penegak hukum, oknum militer, bahkan hingga oknum KPK di Pulau Tegal Mas?
Pesan singkat ini dibaca oleh Riska tapi tidak berbalas. KORAN SINDO kemudian menghubungi langsung Riska ke nomor telepon seluler (ponsel)-nya pada malam hari. Riska mengangkat panggilan masuk pukul 19.21 WIB, Senin, 25 November. Pembicaraan dengan Riska berlangsung selama 3 menit 59 detik.
Saat panggilan masuk diangkat Riska, KORAN SINDO menyampaikan identitas nama, media, dan kepentingan penulisan serta menjelaskan isi pesan singkat WhatsApp sebelumnya. Tapi Riska tetap bertanya panggilan masuk ini dari mana. KORAN SINDO tetap menjelaskan ihwal yang sama. Dia kemudian membenarkan bahwa dia adalah Thomas Azis Riska. “Iya saya, betul,” ujar Riska.
Dia mengakui perwakilan dari PT Tegal Mas Thomas ikut menghadiri rapat bersama Korwil III KPK dan pihak-pihak terkait pada 16 Mei 2019. Menurut Riska, informasi tersebut juga sudah diberitakan sebelumnya oleh sejumlah media massa. Riska dengan suara agak meninggi mengomentari tentang penyegelan atas Pulau Tegal Mas dan Pantai Marita pada 6 Agustus 2019. Dia mengatakan, semua perizinan sudah dimiliki dan kewajiban pajak sudah dipenuhi perusahaan.
“Sudah. Itu (penyegelan-red) 6 Agustus, sekarang 25 November. Sudah, sudah ada semua. Perizinan kami sudah lengkap, pajak kami sudah ada (sudah dibayarkan-red),” ungkapnya.
Riska menggariskan, dia juga memegang pakta integritas yang ditandatangani M Rafsanzani Patria selaku Manajer Wisata Tegal Mas Island tertanggal 16 Mei 2019. Karenanya dia mengatakan, tidak perlu lagi isi pakta integritas tersebut dibacakan ulang oleh KORAN SINDO.
Kemudian KORAN SINDO coba mengonfirmasi beberapa pertanyaan lain sebagaimana dalam pesan WhatsApp sebelumnya. Seketika Riska langsung memotong dengan suara agak meninggi.
“Sebagai media harus memahami dulu persoalan. Mengerti dulu apa yang ditanyakan, jadi jangan sembarang tanya. Saya punya hak jawab juga. Saya kan enggak jelas, bapak ini siapa. Bapak bertanya menyerang begitu. Ini sudah diproses hukum, Pak,” katanya.
Kolonel Laut (E) Idham Faca menolak menjawab beberapa pertanyaan lain yang juga diajukan KORAN SINDO. Di antaranya apakah Kemhan Perwakilan Lampung dan/atau Komando Resort Militer (Korem) 043/Garuda Hitam (Gatam) Lampung pernah menerima informasi atau mendapatkan fakta tentang dugaan adanya oknum militer yang "membekingi" PT Tegal Mas Thomas dan Thomas Azis Riska hingga adanya oknum militer yang diduga mendapatkan servis dari perusahaan dan/atau Riska?
“Untuk pertanyaan yang lain bukan kapasitas saya untuk menjawab. Mohon maaf,” kata Idham.
Pemkab dan Pemprov Bergerak
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemkab Pesawaran, Wildan mengatakan, perizinan operasional kegiatan hingga reklamasi yang dilakukan PT Tegal Mas Thomas merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. Karenanya dia tidak mengetahui secara persis sejak kapan perusahaan tersebut menjalankan bisnis wisata bahari di Pulau Tegal Mas.
Dia menegaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesawaran hanya berurusan dengan retribusi dan pajak daerah PT Tegal Mas Thomas.
“Perizinannya kan di provinsi, untuk lautnya, reklamasinya, dan segala macam. Kaitan kami Pemkab Pesawaran itu retribusi dan pajak. Kalau pajak dan retribusi, mereka (PT Tegal Mas Thomas) kan menggunakan self assessment,” ungkap Wildan saat dihubungi KORAN SINDO, Selasa 26 November 2019.
Dia menjelaskan, mekanisme self assessment merupakan pembayaran pajak berbasis online. Dengan sistem ini maka para wajib pajak termasuk PT Tegal Mas Thomas tidak perlu datang secara fisik membayarkan pajaknya. Sistem ini juga memudahkan PT Tegal Mas Thomas melihat dan menghitung sendiri berapa jumlah kewajiban pajak dan jumlah yang sudah dibayarkan.
“Pajaknya (PT Tegal Mas Thomas-red) ada hiburan, penginapan atau home stay, restoran, dan sebagainya. Karena mereka self assessment. Itu semua bisa dilihat di kasda (kas daerah) karena sistemnya online. Jadi laporannya sudah masuk. Kalau berapa tunggakannya, kami harus melihat dulu datanya, karena sekarang kami sedang rapat di DPRD,” tuturnya.
Wildan membeberkan, untuk penertiban pemenuhan kewajiban pajak di wilayah Pemkab Pesawaran maka Pemkab didampingi oleh Tim Korsupgah pada Korwil III KPK.
Dia memaparkan, hasil perkembangan pun disampaikan laporannya ke Tim Korsupgah KPK yang dipimpin Dian Patria, termasuk pemenuhan kewajiban pajak PT Tegal Mas Thomas. Bahkan Tim Korsupgah bisa masuk dan melihat langsung kas daerah online.
“Korsupgah KPK juga sudah masuk. Karena kita kan sudah di bawah binaan Korsupgah KPK. Memang segala sesuatu kami melaporkannya ke Korsupgah KPK, kepala Korsupgah-nya Pak Dian,” paparnya.
Dia menambahkan, sebenarnya penanganan Pulau Tegal Mas maupun Pantai Marita dan Pantai Sari Ringgung berkaitan dengan lintas sektoral. Artinya tidak hanya beririsan dengan Pemkab Pesawaran, Pemprov Lampung, dan Tim Korsupgah KPK. Bahkan tutur Wildan, untuk dugaan pelanggaran hukumnya juga ditangani oleh aparat penegak hukum.
“Permasalahannya terkait dengan APH (aparat penegak hukum) segala macam. Kita tidak bisa menjelaskan melalui telepon, bisa-bisa jadi masalah,” ucapnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemprov Lampung, Qudratul Ikhwan mengungkapkan akan mempelajari dan mendalami lagi sejumlah aspek terkait dengan Pulau Tegal Mas dan PT Tegal Mas Thomas.
Aspek-aspek tersebut mencakup sejak kapan operasional kegiatan resmi dijalankan PT Tegal Mas Thomas di Pulau Tegal Mas, landasan operasional, pemenuhan izin sejak awal pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan reklamasi di Pulau Tegal Mas dan Pantai Marita sebelum operasional, keterkaitan area tersebut dengan Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer, hingga jenis pajak, kewajiban pajak untuk provinsi maupun kabupaten, dan tunggakannya.
Karenanya Ikhwan harus berkoordinasi juga dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di lingkungan Pemprov Lampung. Di antaranya Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk pajak dan regulasinya, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Itu butuh waktu. Nanti kalau saya ngomong langsung begini-begini, ya iya kalau pas, kalau salah kan terlanjur kamu ekspose, kan enggak bagus,” ungkap Ikhwan saat dihubungi KORAN SINDO, Rabu 27 November 2019 siang.
Dia memastikan, saat Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemprov Lampung dipimpin oleh Fauziah memang ada dua keputusan atas dua izin untuk PT Tegal Mas Thomas yang telah dikeluarkan, sebagaimana dokumen yang diperoleh KORAN SINDO.
Ikhwan menjelaskan, produk hukum yang dikeluarkan Pemprov dan ditandatangani kepala dinas saat itu, Fauziah jelas tidak tiba-tiba muncul dan ada begitu saja. Menurut Ikhwan keputusan tersebut telah melalui proses yang panjang. Dinas Penanaman Modal dan PTSP merupakan ujung yang bergantung pada kajian dari satuan kerja (satker) terkait.
“Ya kalau kata mereka iya, kita terbitkan. Kalau kata mereka nggak, ya nggak berani kita. Proses panjang itu termasuk juga advice-advice (saran-saran) dari KPK. Saya kira apa yang sudah dilakukan Pemprov, baik itu mengenai izin lingkungan, kesesuaian tata ruang, itu juga sudah melalui kajian yang panjang. Saya kira PT Tegal Mas Thomas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung juga jadi bahasan sebelum mengeluarkan izin,” kata Ikhwan.
Dia menegaskan, sehubungan dengan kegiatan di Pulau Tegal Mas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung memang Pemprov juga berkoordinasi dengan Pemkab Pesawaran, kementerian/lembaga terkait, Tim Korsupgah KPK, dan aparat penegak hukum.
Dia mengungkapkan, secara umum tentu saat ini Pemprov harus mendorong semangat investasi tanpa harus menunggu pihak investor dari luar negeri. Menurut Ikhwan, kalau memang ada putra-putra bangsa ini terutama dari Lampung yang peduli dan mau berinvestasi di Provinsi Lampung maka Pemprov sangat mendukung. Semangat investasi tersebut tentu sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
“Tentu sesuai arahan Presiden, kan kita dukung, dengan tentu tidak boleh melanggar hukum. Kan sesuai aturan, enggak boleh ada aturan yang dilanggar,” kata Ikhwan.
Dian adalah Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korwil III meliputi wilayah DKI Jakarta, Lampung, Gorontalo, Kementerian, dan Lembaga. Tim Satgas Pencegahan kerap disebut Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).
Dian dan tim berada di Provinsi Lampung sejak 15 Mei hingga 17 Mei 2019. Tujuannya untuk menjalankan fungsi trigger mechanism berupa monitoring, koordinasi, supervisi, dan evaluasi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang KPK. Di antaranya intervensi penagihan pajak, penataan perizinan, hingga penataan pemanfaatan ruang laut, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil.
Selama beberapa bulan sebelumnya saat turun ke Provinsi Lampung, Korwil III KPK memperoleh dokumen dan sejumlah fakta mencengangkan. Provinsi Lampung memiliki sekitar 132 pulau kecil yang sebagian besarnya telah dioperasikan dan dipergunakan untuk lokasi wisata. Tapi tidak satu pun pengelola tempat wisata mengantongi izin pengelolaan pulau atau izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K) untuk pengembangan pariwisata dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung serta sejumlah izin lainnya.
Kamis itu jajaran Korwil III KPK mengelar persamuhan di kantor Bupati Pesawaran. Tim Korwil III yang hadir terdiri atas Tim Satgas Pencegahan dan Tim Satgas Penindakan. Rapat juga dihadiri Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona dan pejabat lainnya, Kapolres Pesawaran AKBP Popon Ardianto Sunggoro, perwakilan dari Pemerintah Provinsi Lampung, perwakilan Badan Pertanahan Nasional, perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan perwakilan dari PT Tegal Mas Thomas.
Dari dokumen notulensi rapat yang diperoleh KORAN SINDO, dihasilkan lima poin penting sebagai simpulan dan keputusan. Pertama, moratorium kegiatan di wilayah pesisir dan penggunaan ruang laut dengan nantinya akan ada surat dari Menteri Kelautan dan Perikanan ke Gubernur Lampung.
Secara paralel perusahaan terutama PT Tegal Mas Thomas harus menyelesaikan seluruh izin-izin dan menghentikan reklamasi, pembangunan, dan kegiatan lainnya di Pulau Tegal Mas.
Kedua, penggunaan dermaga penyeberangan dari dan di Pulau Tegal serta dari Pantai Marita dan dari Pantai Sari Ringgung dihentikan. Khusus untuk rute kapal ke dan dari Pulau Tegal Mas telah mengganggu keramba jaring apung (KJA) pada zona budidaya.
Ketiga, PT Tegal Mas Thomas dan PT Sari Ringgung harus melaporkan dan membayar sejumlah kewajiban pajak termasuk pajak daerah atas semua aktivitas yang ada di tempat tersebut mulai dari hotel, restoran, tempat hiburan, air dan lain-lain sesuai dengan aturan yang berlaku.
Keempat, PT Tegal Mas Thomas atau pengelola Pulau Tegal Mas harus melepas seluruh penyu yang ditangkar. Kelima, jika PT Tegal Mas Thomas dan PT Sari Ringgung tidak menaati hasil rapat dan masih ingkar, maka akan dilakukan penyegelan terhadap Pulau Tegal Mas, Pantai Marita (area reklamasi PT Tegal Mas), dan Pantai Sari Ringgung.
KORAN SINDO juga memperoleh satu lembar dokumen pakta integritas yang ditandatangani M Rafsanzani Patria selaku Manajer Wisata Tegal Mas Island tertanggal 16 Mei 2019. Rafsanzani bertindak untuk dan atas nama Wisata Pulau Tegal Mas Island menyatakan enam hal.
Dian Patria yang dikonfirmasi KORAN SINDO membenarkan pelaksanaan rapat, para pihak yang hadir, dan seluruh dokumen yang ada. “Memang begitu kesimpulan rapat tanggal 16 Mei 2019 dan ada juga pakta integritas oleh Manajer Wisata Pulau Tegal Mas. Yang hadir juga sebagaimana data kehadiran di kantor Bupati Pesawaran. Saat rapat memang kita juga bahas bahwa ada potensi pelanggaran pidana atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana yang diatur undang-undang,” tegas Dian Patria saat berbincang dengan KORAN SINDO, Senin 25 November 2019.
Ucapan Dian, notulensi rapat, dan pakta integritas tersebut jelas tidak sembarang. Pulau Tegal Mas, Pulau (Pantai) Marita, dan Pulau (Pantai) Sari Ringgung yang saling berdekatan masuk dalam kategori Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer Teluk Lampung.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Lampung Tahun 2018-2038, kawasan tersebut memiliki kode KSN-TL-1. Dengan begitu wilayah ini tidak boleh dilakukan reklamasi.
Perwakilan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Lampung sekaligus Kabid Bin Kemhan Lampung Kolonel Laut (E) Idham Faca memastikan, area Pulau Tegal Mas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung di Teluk Lampung masuk dalam kategori Kawasan Strategis Nasional (KSN) Daerah Latihan Militer Teluk Lampung dengan kode KSN-TL-1.
“Memang benar kawasan tersebut masuk dalam KSN,” ujar Idham kepada KORAN SINDO, Senin 25 November 2019 malam.
Idham menuturkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68/2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara jelas tertuang bahwa daerah latihan militer masuk dalam wilayah pertahanan negara. Di PP tersebut juga disebutkan, pemanfaatan wilayah pertahanan dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup dan ekosistem alami, serta memperhatikan peningkatan nilai tambah bagi wilayah pertahanan yang bersangkutan sebagaimana dalam Pasal 23.
Berikutnya pemanfaatan wilayah pertahanan harus sejalan dengan fungsi pertahanan. Jika pemanfaatan tersebut di luar fungsi pertahanan maka harus mendapat izin menteri dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Klausul ini sesuai dengan Pasal 24.
Idham mengungkapkan, ada juga Pasal 33 yang menegaskan bahwa pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer harus mendukung dan menjaga fungsi daerah latihan militer. Jika berpotensi tidak mendukung fungsi daerah latihan militer, maka pemanfaatannya harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ada di Pasal 23, 24, dan 33 PP 68 Tahun 2014. Seharusnya (untuk pemanfaatan kawasan) lihat rincian dan detilnya di PP 68,” tegasnya.
Dian Patria melanjutkan, Tim Satgas menemukan sejumlah fakta yang mencengangkan saat beberapa kali turun ke Provinsi Lampung termasuk ke Pulau Tegal Mas. Pulau Tegal Mas mulai dibuka sebagai kawasan wisata beberapa bulan menjelang akhir tahun 2017. Sebenarnya, ujar Dian, sebelumnya di pulau dengan luas lahan sekitar 113 hektare itu ada gunung yang cukup tinggi. Tapi untuk kepentingan wisata, gunung tersebut dipapas habis. Selain itu juga terjadi perusakan vegetasi mangrove di sekitar pulau.
“Sejak beroperasi kawasan wisata Pulau Tegal Mas ini, tidak ada izin-izin yang dikantongi pengusaha dan perusahaan pengelola. Bahkan pajak-pajak yang semestinya dibayar tapi tidak dibayarkan. Pemerintah daerahnya juga malah diam,” tegas Dian.
Selepas bulan Mei, Tim Satgas tetap kembali turun ke Provinsi Lampung termasuk memantau perkembangan hasil rapat sebelumnya. Rupanya tidak ada hasil yang signifikan. Tim Satgas kemudian berembuk dan menyampaikan perkembangan hasil monitoring dan korsup ke pimpinan KPK. Diputuskan, KPK akan kembali turun ke Provinsi Lampung pada awal Agustus 2019 dengan menggandeng pihak-pihak terkait.
Dian membeberkan, akhirnya pada Selasa 6 Agustus 2019 KPK bersama tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional, Polres, dan jajaran pemerintah daerah turun ke Pulau Tegal Mas, Pulau Marita, dan Pulau (Pantai) Sari Ringgung serta Pelabuhan Panjang di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
Dari KPK tidak hanya Dian dan Tim Satgas yang terjun. Saat itu Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang juga ikut turun tangan.
Selasa siang itu, rombongan dipecah menjadi beberapa bagian untuk pemasangan plang segel di lokasi-lokasi tersebut. Beberapa jam plang sita tercagak, ternyata ada "perlawanan". Sore harinya, Dian memperoleh informasi dari lapangan bahwa plang dibakar beberapa orang yang diduga preman. Tapi Dian tidak mau berspekulasi siapa "otak" di balik pembakaran tersebut.
“Siangnya dipasang plang segel yang di Pulau Tegal Mas, sorenya dibakar oleh masyarakat. Orang suruhan siapa saya kurang mengerti,” tuturnya.
Berdasarkan informasi dan data lanjutan yang diperoleh KORAN SINDO, Pulau Tegal Mas "dikuasai" dan dikelola oleh PT Tegal Mas Thomas. Pemilik perusahaan adalah Thomas Azis Riska. Perusahaan ini juga merupakan pelaksana reklamasi di Pantai Marita. Berikutnya kawasan wisata Pantai Sari Ringgung dikelola oleh PT Sari Ringgung. Sedangkan Pelabuhan Panjang yang berada di Kecamatan Panjang, merupakan pelabuhan BUMN dan dikelola PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Panjang.
“Pulau Tegal Mas itu memang ‘punyanya’ Thomas Azis Riska. Perusahaannya itu PT Tegal Mas Thomas,” ujar Dian.
Dian memastikan, selain proses perizinan hingga kewajiban pajak yang bermasalah sejak awal ternyata ada juga terkait permasalahan kepemilikan Pulau Tegal Mas. Berdasarkan informasi dan fakta yang telah terverifikasi oleh Tim Satgas, rupanya tindakan dugaan melanggar aturan hukum hingga tidak dipenuhinya kewajiban pajak bisa dilakukan Riska atau perusahaannya karena diduga Riska memiliki "beking".
Diduga ada ‘beking’ mulai dari oknum di pemerintah kabupaten, oknum di pemerintah provinsi, hingga oknum penegak hukum dan oknum militer.
“Pas sampai di sana (tiba di Pulau Tegal Mas-red), saya sama yang punya pulau Thomas Riska, saya ketemu, saya ngobrol, biasa. Saya bilang ke dia, ikuti saja aturan karena nanti anda yang repot sendiri,” bebernya.
KORAN SINDO mendapatkan informasi lain, bisnis Riska di kawasan wisata Pulau Tegal Mas bisa berjalan mulus karena Riska diduga menservis oknum di pemerintah kabupaten, oknum di pemerintah provinsi, oknum penegak hukum, oknum militer, hingga oknum di kementerian tertentu. Selain itu ada oknum internal KPK pernah berwisata dan mendapatkan pelayanan dari Riska di Pulau Tegal Mas.
Dian tidak membantah informasi tersebut. Musababnya Tim Satgas juga mendapatkan informasi dan fakta terverifikasi bahwa kawasan tersebut juga memang dijadikan juga sebagai tempat untuk ‘meng-entertaint’ para pejabat tingkat pusat hingga daerah.
“Informasi itu ada. Tapi mohon maaf saya tidak bisa sebutkan. Kalau yang dari internal KPK siapanya saya kurang paham, enggak mengerti, coba tanya ke pimpinan,” ujarnya.
Dian mengungkapkan, ada seseorang yang menghubungi Dian saat turun ke Provinsi Lampung hingga sebelum plang segel ditancapkan di empat lokasi tadi. Orang itu mengingatkan agar Dian sadar diri dan mengasihani dirinya sendiri. Dian tetap tidak menyurutkan langkahnya.
”Pada saat saya mau turun ke sana, ada yang ngomong ke saya, 'ngapain turun ke sana kasihan sama diri mu Dian'. Saya maju saja, akhirnya kita datang, ada Pak Saut kan,” ungkapnya.
Lebih dari itu seingat Dian, Riska pernah menjadi saksi di tahap penyidikan maupun persidangan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa saat itu Zainudin Hasan selaku Bupati Lampung Selatan (Lamsel). Hanya Dian tidak terlalu mengikuti perkembangan perkara tersebut.
KORAN SINDO lantas menyampaikan ke Dian tentang sebagian isi pertimbangan surat tuntutan dan putusan atas nama Zainuddin Hasan. Di antaranya Zainuddin melalui Agus Bhakti Nugroho selaku Ketua Fraksi PAN di DPRD Provinsi Lampung membeli satu unit tanah Kapling seluas 100 meter persegi dan satu unit rumah kayu (villa) beserta isinya seharga Rp1,45 miliar di Pulau Tegal dari Thomas Azis Riska. Pembayaran diterima secara tunai oleh Riska dan dilakukan Zainuddin melalui Agus Bhakti Nugroho dan Thomas Amirico selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.
Transaksi berlangsung lima kali kurun April hingga Juli 2018. Uang yang dipergunakan tersebut terbukti bersumber dari para rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Lamsel yang anggarannya berasal dari APBD Kabupaten Lamsel. Riska telah mengembalikan seluruh uang Rp1,45 miliar ke KPK dengan cara mentransfer ke rekening penampungan KPK. Pengembangan tersebut dilakukan lima tahap kurun 25 Oktober hingga 22 November 2018. Uang ini kemudian diputuskan majelis hakim dirampas untuk negara.
“Iya memang Thomas Riska pernah jadi saksi kasusnya Bupati Lampung Selatan. Kan ada beritanya itu,” kata Dian.
Dian mengungkapkan, langkah KPK bersama kementerian dan lembaga terkait tidak berhenti. Mereka terus dan tetap bergerak. Lebih satu bulan setelah pemasangan plang segel, KPK mengundang jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pertemuan digelar di Lantai 16 Gedung Merah Putih KPK pada Senin 23 September 2019.
Pembahasannya lebih spesifik, yakni dugaan pelanggaran atas kegiatan reklamasi di Provinsi Lampung. Forum rapat menghasilkan keputusan telah terjadi dugaan pelanggaran pidana terkait reklamasi di Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas serta segera diproses secara hukum.
“Kesimpulan rapat, itu akan masuk ranah pidana terkait dengan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Nanti kalau ada dugaan tindak pidana korupsinya, itu menjadi kewenangan KPK,” ucapnya.
Berdasarkan data dan informasi lanjutan yang diperoleh KORAN SINDO, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Pemprov Lampung telah mengeluarkan dua keputusan untuk dua izin untuk PT Tegal Mas Thomas.
Pertama, izin pemanfaatakan ruang taman wisata bahari yang ditandatangani Kepala Dinas PM-PTSP Pemprov Lampung saat itu Fauziah tertanggal 23 Juli 2019. Kedua, izin lingkungan untuk kegiatan taman wisata bahari yang juga ditandatangani Fauziah tertanggal 23 Agustus 2019.
Dalam dokumen keputusan pertama tertuang bahwa PT Tegal Mas Thomas diberikan izin memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari seluas 45,45 hektare. Pada dokumen kedua, perusahaan dapat melaksanakan kegiatan taman wisata bahari di atas lahan seluas 63,45 hektare.
Pada dokumen juga tercantum M Rafsanzani Patria sebagai Direktur PT Tegal Mas Thomas, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan 90.317.815.0-325.000, dan Nomor Induk Berusaha (NIB) 9120102260516.
Dua bulan setelah penandatanganan dua keputusan tentang dua izin tersebut, Fauziah digeser menjadi Staf Ahli Gubernur Lampung Bidang Kemasyarakatan dan Sumber daya Manusia.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan telah mengecek dan menanyakan ke personel Tim Satgas Pencegahan pada Korwil III KPK. Tim, lanjut Syarif, memastikan tidak ada oknum internal yang diduga pernah mengintervensi tim saat turun melakukan korsup ke Provinsi Lampung maupun sesaat sebelum pemasangan plang segel di empat lokasi pada Agustus 2019.
Meski begitu, Syarif belum dapat memastikan apakah ada oknum internal KPK yang pernah berlibur di Pulau Tegal Mas dan diduga mendapatkan servis pelayanan selama berada di pulau itu dari PT Tegal Mas Thomas dan/atau Thomas Azis Riska.
“Saya belum lengkap infonya. Dian dan tim masih perjalanan dinas ke Gorontalo. Makanya saya belum bisa berikan komentar,” ujar Syarif saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat 29 November 2019 siang.
KORAN SINDO menghubungi Thomas Azis Riska melalui pesan singkat WhatsApp pukul 14.44 WIB pada Senin, 25 November 2019. Isi pesan yakni penjelasan identitas dan kepentingan penulisan disertai penjelasan singkat sejumlah aspek dan delapan pertanyaan utama.
Pertama, apakah Riska mengetahui bahwa kawasan Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas masuk Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer Teluk Lampung? Kedua, apa benar kegiatan wisata dan operasional di Pulau Tegal Mas sudah dijalankan PT Tegal Mas Thomas sejak September 2017 serta apa landasan operasional/pelaksanaan kegiatan di pulau tersebut?
Ketiga, apakah sejak awal beroperasi semua izin dari Pemprov Lampung sudah dipenuhi dan dimiliki PT Tegal Mas Thomas serta kalau belum atau sudah, sejak kapan dan izin-izin tersebut tertanggal berapa? Keempat, untuk pemenuhan pajak-pajak, apakah dibayarkan perusahaan ke Pemda sejak operasional di Pulau Tegal Mas atau sejak kapan dibayarkan dan masuk kas daerah?
Kelima, berapa sebenarnya luas lahan yang dimiliki Riska atau PT Tegal Mas Thomas dan dikelola perusahaan serta apakah setiap lahan memiliki sertifikat? Keenam, kenapa reklamasi di Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas dilakukan perusahaan dan operasional perusahaan berjalan di Pulau Tegal Mas sebelum mengantongi sejumlah izin?
Ketujuh, apakah benar PT Tegal Mas Thomas dan Riska dibekingi oknum pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), oknum penegak hukum, hingga oknum militer untuk memuluskan bisnis dan operasional hingga reklamasi Pantai Marita dan Pulau Tegal Mas? Terakhir, apakah benar perusahaan dan Riska pernah menservis atau meng-entertaint oknum pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), oknum penegak hukum, oknum militer, bahkan hingga oknum KPK di Pulau Tegal Mas?
Pesan singkat ini dibaca oleh Riska tapi tidak berbalas. KORAN SINDO kemudian menghubungi langsung Riska ke nomor telepon seluler (ponsel)-nya pada malam hari. Riska mengangkat panggilan masuk pukul 19.21 WIB, Senin, 25 November. Pembicaraan dengan Riska berlangsung selama 3 menit 59 detik.
Saat panggilan masuk diangkat Riska, KORAN SINDO menyampaikan identitas nama, media, dan kepentingan penulisan serta menjelaskan isi pesan singkat WhatsApp sebelumnya. Tapi Riska tetap bertanya panggilan masuk ini dari mana. KORAN SINDO tetap menjelaskan ihwal yang sama. Dia kemudian membenarkan bahwa dia adalah Thomas Azis Riska. “Iya saya, betul,” ujar Riska.
Dia mengakui perwakilan dari PT Tegal Mas Thomas ikut menghadiri rapat bersama Korwil III KPK dan pihak-pihak terkait pada 16 Mei 2019. Menurut Riska, informasi tersebut juga sudah diberitakan sebelumnya oleh sejumlah media massa. Riska dengan suara agak meninggi mengomentari tentang penyegelan atas Pulau Tegal Mas dan Pantai Marita pada 6 Agustus 2019. Dia mengatakan, semua perizinan sudah dimiliki dan kewajiban pajak sudah dipenuhi perusahaan.
“Sudah. Itu (penyegelan-red) 6 Agustus, sekarang 25 November. Sudah, sudah ada semua. Perizinan kami sudah lengkap, pajak kami sudah ada (sudah dibayarkan-red),” ungkapnya.
Riska menggariskan, dia juga memegang pakta integritas yang ditandatangani M Rafsanzani Patria selaku Manajer Wisata Tegal Mas Island tertanggal 16 Mei 2019. Karenanya dia mengatakan, tidak perlu lagi isi pakta integritas tersebut dibacakan ulang oleh KORAN SINDO.
Kemudian KORAN SINDO coba mengonfirmasi beberapa pertanyaan lain sebagaimana dalam pesan WhatsApp sebelumnya. Seketika Riska langsung memotong dengan suara agak meninggi.
“Sebagai media harus memahami dulu persoalan. Mengerti dulu apa yang ditanyakan, jadi jangan sembarang tanya. Saya punya hak jawab juga. Saya kan enggak jelas, bapak ini siapa. Bapak bertanya menyerang begitu. Ini sudah diproses hukum, Pak,” katanya.
Kolonel Laut (E) Idham Faca menolak menjawab beberapa pertanyaan lain yang juga diajukan KORAN SINDO. Di antaranya apakah Kemhan Perwakilan Lampung dan/atau Komando Resort Militer (Korem) 043/Garuda Hitam (Gatam) Lampung pernah menerima informasi atau mendapatkan fakta tentang dugaan adanya oknum militer yang "membekingi" PT Tegal Mas Thomas dan Thomas Azis Riska hingga adanya oknum militer yang diduga mendapatkan servis dari perusahaan dan/atau Riska?
“Untuk pertanyaan yang lain bukan kapasitas saya untuk menjawab. Mohon maaf,” kata Idham.
Pemkab dan Pemprov Bergerak
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemkab Pesawaran, Wildan mengatakan, perizinan operasional kegiatan hingga reklamasi yang dilakukan PT Tegal Mas Thomas merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. Karenanya dia tidak mengetahui secara persis sejak kapan perusahaan tersebut menjalankan bisnis wisata bahari di Pulau Tegal Mas.
Dia menegaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesawaran hanya berurusan dengan retribusi dan pajak daerah PT Tegal Mas Thomas.
“Perizinannya kan di provinsi, untuk lautnya, reklamasinya, dan segala macam. Kaitan kami Pemkab Pesawaran itu retribusi dan pajak. Kalau pajak dan retribusi, mereka (PT Tegal Mas Thomas) kan menggunakan self assessment,” ungkap Wildan saat dihubungi KORAN SINDO, Selasa 26 November 2019.
Dia menjelaskan, mekanisme self assessment merupakan pembayaran pajak berbasis online. Dengan sistem ini maka para wajib pajak termasuk PT Tegal Mas Thomas tidak perlu datang secara fisik membayarkan pajaknya. Sistem ini juga memudahkan PT Tegal Mas Thomas melihat dan menghitung sendiri berapa jumlah kewajiban pajak dan jumlah yang sudah dibayarkan.
“Pajaknya (PT Tegal Mas Thomas-red) ada hiburan, penginapan atau home stay, restoran, dan sebagainya. Karena mereka self assessment. Itu semua bisa dilihat di kasda (kas daerah) karena sistemnya online. Jadi laporannya sudah masuk. Kalau berapa tunggakannya, kami harus melihat dulu datanya, karena sekarang kami sedang rapat di DPRD,” tuturnya.
Wildan membeberkan, untuk penertiban pemenuhan kewajiban pajak di wilayah Pemkab Pesawaran maka Pemkab didampingi oleh Tim Korsupgah pada Korwil III KPK.
Dia memaparkan, hasil perkembangan pun disampaikan laporannya ke Tim Korsupgah KPK yang dipimpin Dian Patria, termasuk pemenuhan kewajiban pajak PT Tegal Mas Thomas. Bahkan Tim Korsupgah bisa masuk dan melihat langsung kas daerah online.
“Korsupgah KPK juga sudah masuk. Karena kita kan sudah di bawah binaan Korsupgah KPK. Memang segala sesuatu kami melaporkannya ke Korsupgah KPK, kepala Korsupgah-nya Pak Dian,” paparnya.
Dia menambahkan, sebenarnya penanganan Pulau Tegal Mas maupun Pantai Marita dan Pantai Sari Ringgung berkaitan dengan lintas sektoral. Artinya tidak hanya beririsan dengan Pemkab Pesawaran, Pemprov Lampung, dan Tim Korsupgah KPK. Bahkan tutur Wildan, untuk dugaan pelanggaran hukumnya juga ditangani oleh aparat penegak hukum.
“Permasalahannya terkait dengan APH (aparat penegak hukum) segala macam. Kita tidak bisa menjelaskan melalui telepon, bisa-bisa jadi masalah,” ucapnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemprov Lampung, Qudratul Ikhwan mengungkapkan akan mempelajari dan mendalami lagi sejumlah aspek terkait dengan Pulau Tegal Mas dan PT Tegal Mas Thomas.
Aspek-aspek tersebut mencakup sejak kapan operasional kegiatan resmi dijalankan PT Tegal Mas Thomas di Pulau Tegal Mas, landasan operasional, pemenuhan izin sejak awal pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan reklamasi di Pulau Tegal Mas dan Pantai Marita sebelum operasional, keterkaitan area tersebut dengan Kawasan Strategis Nasional Daerah Latihan Militer, hingga jenis pajak, kewajiban pajak untuk provinsi maupun kabupaten, dan tunggakannya.
Karenanya Ikhwan harus berkoordinasi juga dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di lingkungan Pemprov Lampung. Di antaranya Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk pajak dan regulasinya, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Itu butuh waktu. Nanti kalau saya ngomong langsung begini-begini, ya iya kalau pas, kalau salah kan terlanjur kamu ekspose, kan enggak bagus,” ungkap Ikhwan saat dihubungi KORAN SINDO, Rabu 27 November 2019 siang.
Dia memastikan, saat Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemprov Lampung dipimpin oleh Fauziah memang ada dua keputusan atas dua izin untuk PT Tegal Mas Thomas yang telah dikeluarkan, sebagaimana dokumen yang diperoleh KORAN SINDO.
Ikhwan menjelaskan, produk hukum yang dikeluarkan Pemprov dan ditandatangani kepala dinas saat itu, Fauziah jelas tidak tiba-tiba muncul dan ada begitu saja. Menurut Ikhwan keputusan tersebut telah melalui proses yang panjang. Dinas Penanaman Modal dan PTSP merupakan ujung yang bergantung pada kajian dari satuan kerja (satker) terkait.
“Ya kalau kata mereka iya, kita terbitkan. Kalau kata mereka nggak, ya nggak berani kita. Proses panjang itu termasuk juga advice-advice (saran-saran) dari KPK. Saya kira apa yang sudah dilakukan Pemprov, baik itu mengenai izin lingkungan, kesesuaian tata ruang, itu juga sudah melalui kajian yang panjang. Saya kira PT Tegal Mas Thomas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung juga jadi bahasan sebelum mengeluarkan izin,” kata Ikhwan.
Dia menegaskan, sehubungan dengan kegiatan di Pulau Tegal Mas, Pantai Marita, dan Pantai Sari Ringgung memang Pemprov juga berkoordinasi dengan Pemkab Pesawaran, kementerian/lembaga terkait, Tim Korsupgah KPK, dan aparat penegak hukum.
Dia mengungkapkan, secara umum tentu saat ini Pemprov harus mendorong semangat investasi tanpa harus menunggu pihak investor dari luar negeri. Menurut Ikhwan, kalau memang ada putra-putra bangsa ini terutama dari Lampung yang peduli dan mau berinvestasi di Provinsi Lampung maka Pemprov sangat mendukung. Semangat investasi tersebut tentu sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
“Tentu sesuai arahan Presiden, kan kita dukung, dengan tentu tidak boleh melanggar hukum. Kan sesuai aturan, enggak boleh ada aturan yang dilanggar,” kata Ikhwan.
(dam)