Pengamat Politik: Bandul Politik Golkar Bisa Dipengaruhi Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Pertarungan memperebutkan kursi ketua umum (ketum) Partai Golkar semakin sengit seiring dengan kejelasan sikap Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang terang-terangan telah menyatakan bakal maju melawan calon petahana Airlangga Hartarto pada musyawarah nasional (munas) yang akan digelar pada 4–6 Desember mendatang di Jakarta.
Sebelumnya, sejak dicalonkan sebagai ketua MPR oleh Golkar, Bamsoet memilih cooling down dan baru pada Jumat (22/11/2019) lalu di hadapan wartawan secara terbuka Bamsoet mendeklarasikan pencalonannya. Kedua calon dinilai memiliki peluang untuk memperebutkan kursi ketum partai pohon beringin ini.
Airlangga adalah calon petahana dan memegang posisi strategis di pemerintahan sebagai menteri koordinator Bidang Perekonomian. Di sisi lain Bamsoet yang merupakan mantan ketua DPR saat ini juga memegang posisi di hierarki tertinggi negara, yakni sebagai ketua MPR.
Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan ada dua hal yang sangat berpengaruh dalam pertarungan di Munas Golkar. Pertama, konsolidasi kekuatan. Siapa dari dua sosok ini yang mampu mengonsolidasikan kekuatan di tubuh Golkar, dia yang akan lebih berpeluang terpilih.
"Golkar itu pragmatis. Siapa yang dekat dengan kekuasaan itu yang diikuti. Sekarang yang dekat dengan kekuasaan kubunya Airlangga. Kemungkinan besar kan banyak yang tiarap untuk tidak melawan Pak Airlangga. Tapi siapa yang mampu mengonsolidasikan bahwa kekuatan itu ada di luar Airlangga karena Pak Bamsoet sekarang kan juga berada di hierarki tinggi negara, yaitu ketua MPR," tutur Gun Gun kepada KORAN SINDO.
Kedua, kata Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu, pertarungan pemilihan ketum Golkar akan dipengaruhi oleh sikap Presiden Jokowi. "Menurut saya bandul politiknya akan dipengaruhi oleh Pak Jokowi. Tapi sudah tahu sendiri proses-proses politik itu akan dipengaruhi oleh posisi Jokowi ke siapa," tuturnya.
Apakah pernyataan Jokowi yang memuji Airlangga sebagai pemimpin yang "top" saat memberikan pidato pada HUT Golkar, belum lama ini, sebagai sinyal dukungan Jokowi untuk Airlangga? Gun Gun mengatakan bahwa secara psikologis memang ada simbiosis mutualisme antara Jokowi dan Airlangga.
"Pak Airlangga orangnya mungkin dibaca tidak terlalu zig-zag, bisa dipegang. Ada proses juga kemudian memudahkan Pak Jokowi dalam power relation-nya meskipun menurut saya Pak Jokowi betul tendensinya ke Airlangga itu positif. Kalau membaca politik Golkar ke depan, baca juga indikasi politik Pak Jokowi ke siapa," katanya.
Dikatakan Gun Gun, dinamika di Golkar masih akan selalu cair karena partai ini tidak ada veto player. "Golkar ini kan nggak ada veto player. Nggak ada figur sentral yang benar-benar bisa memveto arus dinamika yang berkembang. Berbeda dengan PDIP dengan Bu Mega atau Pak SBY di Demokrat atau Surya Paloh di NasDem di mana mereka rata-rata aklamasi," tuturnya.
Karena itu, menurutnya, dinamika di Golkar akan selalu hidup. "Power relations, bahasanya, itu akan jalan. Sekarang ini soal who gets the power saja," urainya. Soal sikap Bamsoet yang akhirnya memilih maju meskipun sebelumnya telah diberi panggung oleh Golkar sebagai ketua MPR, Gun Gun mengatakan bahwa memang tidak ada garansi komitmen Bamsoet tidak akan maju dalam Munas Golkar meski telah mendapatkan jatah kursi ketua MPR.
"Praktik politik berkonsensus yang temporer itu sudah terjadi sebelumnya di momen-momen politik, baik pada saat misalnya antara Akbar Tanjung dan Agung Laksono atau antara Bu Mega dan Pak Prabowo," paparnya. Konsensus politik seperti itu, kata Gun Gun, polanya simetris dan tidak bisa bersifat linier. Apalagi, menurutnya, Golkar adalah partai yang tidak pernah sepi dari faksi.
"Dan faksi itu bisa tiba-tiba turun tensinya, tetapi bukan berarti selesai," tuturnya. Apakah langkah Bamsoet memutuskan maju dalam Munas Golkar ini ada kaitannya dengan pertarungan politik yang lebih besar, yakni Pilpres 2024? Gun Gun mengatakan bahwa bukan tidak mungkin hal itu menjadi misi Bamsoet.
"Saya nggak yakin kalau kemudian Pak Bamsoet tak punya orientasi kekuasaan di masa mendatang meskipun dia akan berhitung modal sosial dan politik. Modal finansial mungkin bisa saja dia mengonsolidasikan kekuatan, tapi modal sosial apakah elektabilitasnya cukup meyakinkan dia untuk maju atau tidak," katanya.
Namun, menurut Gun Gun, meskipun seandainya Bamsoet terpilih sebagai ketum Golkar dan tidak maju sebagai kandidat capres 2024, posisi Golkar akan selalu dibutuhkan semua partai. Karena itu, menurutnya, memiliki posisi sebagai nakhoda Partai Golkar akan meningkatkan bargaining positionke depan, baik bagi Airlangga atau Bamsoet.
"Artinya jikapun tak bisa menjadi kandidat (capres atau cawapres), dia bisa menjadikan Golkar sebagai modal politik dalam konteks negosiasi dengan beragam pihak. Di konteks itu saya kira semua orang berkeinginan menjadi nakhoda Partai Golkar," tuturnya. Bamsoet sendiri mengaku sudah berkali-kali bertemu dengan Jokowi dalam berbagai kesempatan. "Saya ketemu Pak Jokowi dalam pelantikan menteri ketemu, wamen, dan (peringatan) Hari Pahlawan," katanya.
Namun saat ditanya apakah langkahnya maju sebagai caketum Golkar sudah mendapatkan lampu hijau Jokowi, Bamsoet dengan nada berkelakar mengatakan, "Lampunya warna-warni." Bamsoet mengaku tidak ingin menarik-narik nama Jokowi dalam urusan internal Partai Golkar.
"Saya nggak ingin menarik-narik Pak Jokowi dalam urusan internal Partai Golkar karena saya yakin dan percaya Pak Jokowi akan serahkan sepenuhnya pada mekanisme yang ada di Partai Golkar. Yang saya pastikan, Partai Golkar akan dukung Pak Jokowi sampai selesai," sebutnya.
Soal misi maju caketum Golkar untuk kepentingan Pilpres 2024, Bamsoet mengatakan bahwa tak ada hubungan antara langkahnya maju sebagai caketum Golkar dengan ambisinya maju pada Pilpres 2024. Menurut Bamsoet, jika dirinya terpilih sebagai ketua umum, nantinya dalam Pilpres 2024 partainya akan membuka seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk maju sebagai capres atau cawapres.
”Golkar akan membuka seluas-luasnya nanti kepada seluruh lapisan masyarakat, kepada seluruh anak bangsa, untuk memimpin bangsa ini. Kami utamakan nanti Partai Golkar siapa pun, bukan saya, tapi nanti kader-kader terbaik Partai Golkar,” tuturnya.
Pihaknya pun berencana meniru langkah yang dilakukan mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung yang melakukan konvensi untuk menjaring capres pada Pilpres 2024.
”Kita mungkin akan meminta atau meniru atau menggali lagi apa yang pernah dilakukan oleh Pak Akbar Tanjung. Kemungkinan besar Partai Golkar di bawah kepemimpinan saya nanti akan melakukan konvensi untuk 2024. Ini bukan soal pribadi saya, bukan soal kepentingan saya, ini adalah soal penyelamatan partai dan soal kepemimpinan bangsa di 2024 mendatang,” tuturnya.
Sebelumnya, sejak dicalonkan sebagai ketua MPR oleh Golkar, Bamsoet memilih cooling down dan baru pada Jumat (22/11/2019) lalu di hadapan wartawan secara terbuka Bamsoet mendeklarasikan pencalonannya. Kedua calon dinilai memiliki peluang untuk memperebutkan kursi ketum partai pohon beringin ini.
Airlangga adalah calon petahana dan memegang posisi strategis di pemerintahan sebagai menteri koordinator Bidang Perekonomian. Di sisi lain Bamsoet yang merupakan mantan ketua DPR saat ini juga memegang posisi di hierarki tertinggi negara, yakni sebagai ketua MPR.
Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan ada dua hal yang sangat berpengaruh dalam pertarungan di Munas Golkar. Pertama, konsolidasi kekuatan. Siapa dari dua sosok ini yang mampu mengonsolidasikan kekuatan di tubuh Golkar, dia yang akan lebih berpeluang terpilih.
"Golkar itu pragmatis. Siapa yang dekat dengan kekuasaan itu yang diikuti. Sekarang yang dekat dengan kekuasaan kubunya Airlangga. Kemungkinan besar kan banyak yang tiarap untuk tidak melawan Pak Airlangga. Tapi siapa yang mampu mengonsolidasikan bahwa kekuatan itu ada di luar Airlangga karena Pak Bamsoet sekarang kan juga berada di hierarki tinggi negara, yaitu ketua MPR," tutur Gun Gun kepada KORAN SINDO.
Kedua, kata Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu, pertarungan pemilihan ketum Golkar akan dipengaruhi oleh sikap Presiden Jokowi. "Menurut saya bandul politiknya akan dipengaruhi oleh Pak Jokowi. Tapi sudah tahu sendiri proses-proses politik itu akan dipengaruhi oleh posisi Jokowi ke siapa," tuturnya.
Apakah pernyataan Jokowi yang memuji Airlangga sebagai pemimpin yang "top" saat memberikan pidato pada HUT Golkar, belum lama ini, sebagai sinyal dukungan Jokowi untuk Airlangga? Gun Gun mengatakan bahwa secara psikologis memang ada simbiosis mutualisme antara Jokowi dan Airlangga.
"Pak Airlangga orangnya mungkin dibaca tidak terlalu zig-zag, bisa dipegang. Ada proses juga kemudian memudahkan Pak Jokowi dalam power relation-nya meskipun menurut saya Pak Jokowi betul tendensinya ke Airlangga itu positif. Kalau membaca politik Golkar ke depan, baca juga indikasi politik Pak Jokowi ke siapa," katanya.
Dikatakan Gun Gun, dinamika di Golkar masih akan selalu cair karena partai ini tidak ada veto player. "Golkar ini kan nggak ada veto player. Nggak ada figur sentral yang benar-benar bisa memveto arus dinamika yang berkembang. Berbeda dengan PDIP dengan Bu Mega atau Pak SBY di Demokrat atau Surya Paloh di NasDem di mana mereka rata-rata aklamasi," tuturnya.
Karena itu, menurutnya, dinamika di Golkar akan selalu hidup. "Power relations, bahasanya, itu akan jalan. Sekarang ini soal who gets the power saja," urainya. Soal sikap Bamsoet yang akhirnya memilih maju meskipun sebelumnya telah diberi panggung oleh Golkar sebagai ketua MPR, Gun Gun mengatakan bahwa memang tidak ada garansi komitmen Bamsoet tidak akan maju dalam Munas Golkar meski telah mendapatkan jatah kursi ketua MPR.
"Praktik politik berkonsensus yang temporer itu sudah terjadi sebelumnya di momen-momen politik, baik pada saat misalnya antara Akbar Tanjung dan Agung Laksono atau antara Bu Mega dan Pak Prabowo," paparnya. Konsensus politik seperti itu, kata Gun Gun, polanya simetris dan tidak bisa bersifat linier. Apalagi, menurutnya, Golkar adalah partai yang tidak pernah sepi dari faksi.
"Dan faksi itu bisa tiba-tiba turun tensinya, tetapi bukan berarti selesai," tuturnya. Apakah langkah Bamsoet memutuskan maju dalam Munas Golkar ini ada kaitannya dengan pertarungan politik yang lebih besar, yakni Pilpres 2024? Gun Gun mengatakan bahwa bukan tidak mungkin hal itu menjadi misi Bamsoet.
"Saya nggak yakin kalau kemudian Pak Bamsoet tak punya orientasi kekuasaan di masa mendatang meskipun dia akan berhitung modal sosial dan politik. Modal finansial mungkin bisa saja dia mengonsolidasikan kekuatan, tapi modal sosial apakah elektabilitasnya cukup meyakinkan dia untuk maju atau tidak," katanya.
Namun, menurut Gun Gun, meskipun seandainya Bamsoet terpilih sebagai ketum Golkar dan tidak maju sebagai kandidat capres 2024, posisi Golkar akan selalu dibutuhkan semua partai. Karena itu, menurutnya, memiliki posisi sebagai nakhoda Partai Golkar akan meningkatkan bargaining positionke depan, baik bagi Airlangga atau Bamsoet.
"Artinya jikapun tak bisa menjadi kandidat (capres atau cawapres), dia bisa menjadikan Golkar sebagai modal politik dalam konteks negosiasi dengan beragam pihak. Di konteks itu saya kira semua orang berkeinginan menjadi nakhoda Partai Golkar," tuturnya. Bamsoet sendiri mengaku sudah berkali-kali bertemu dengan Jokowi dalam berbagai kesempatan. "Saya ketemu Pak Jokowi dalam pelantikan menteri ketemu, wamen, dan (peringatan) Hari Pahlawan," katanya.
Namun saat ditanya apakah langkahnya maju sebagai caketum Golkar sudah mendapatkan lampu hijau Jokowi, Bamsoet dengan nada berkelakar mengatakan, "Lampunya warna-warni." Bamsoet mengaku tidak ingin menarik-narik nama Jokowi dalam urusan internal Partai Golkar.
"Saya nggak ingin menarik-narik Pak Jokowi dalam urusan internal Partai Golkar karena saya yakin dan percaya Pak Jokowi akan serahkan sepenuhnya pada mekanisme yang ada di Partai Golkar. Yang saya pastikan, Partai Golkar akan dukung Pak Jokowi sampai selesai," sebutnya.
Soal misi maju caketum Golkar untuk kepentingan Pilpres 2024, Bamsoet mengatakan bahwa tak ada hubungan antara langkahnya maju sebagai caketum Golkar dengan ambisinya maju pada Pilpres 2024. Menurut Bamsoet, jika dirinya terpilih sebagai ketua umum, nantinya dalam Pilpres 2024 partainya akan membuka seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk maju sebagai capres atau cawapres.
”Golkar akan membuka seluas-luasnya nanti kepada seluruh lapisan masyarakat, kepada seluruh anak bangsa, untuk memimpin bangsa ini. Kami utamakan nanti Partai Golkar siapa pun, bukan saya, tapi nanti kader-kader terbaik Partai Golkar,” tuturnya.
Pihaknya pun berencana meniru langkah yang dilakukan mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung yang melakukan konvensi untuk menjaring capres pada Pilpres 2024.
”Kita mungkin akan meminta atau meniru atau menggali lagi apa yang pernah dilakukan oleh Pak Akbar Tanjung. Kemungkinan besar Partai Golkar di bawah kepemimpinan saya nanti akan melakukan konvensi untuk 2024. Ini bukan soal pribadi saya, bukan soal kepentingan saya, ini adalah soal penyelamatan partai dan soal kepemimpinan bangsa di 2024 mendatang,” tuturnya.
(don)