Jejak BJ Habibie, Ilmuwan Penerbangan Berkelas Dunia

Rabu, 11 September 2019 - 18:49 WIB
Jejak BJ Habibie, Ilmuwan...
Jejak BJ Habibie, Ilmuwan Penerbangan Berkelas Dunia
A A A
JAKARTA - Siapa yang tidak mengenal Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, anak bangsa berprestasi di kancah internasional. Sosok BJ Habibie sangat dihormati oleh ilmuan dunia khususnya di bidang penerbangan.

Selain dikenal sebagai orang paling cerdas di antara ahli penerbangan, Habibie juga merupakan Presiden ke-3 Republik Indonesia (RI).

Banyaknya prestasi yang telah ditorehkani Habibie dan perannya dalam dunia penerbangan nasional maupun internasional. Dia merupakan sebuah contoh panutan bagi masyarakat bahwa setiap orang dapat berkarya dan diakui dunia. (baca juga: Innalillahi Wa Innailaihi Raji'un BJ Habibie Wafa t)

Sebelum menjadi Presiden ketiga RI, Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 RI menggantikan Try Sutrisno. Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998, kemudian digantikan oleh Habibie.

Dari sekian banyak presiden Indonesia, Habibie merupakan satu-satunya Presiden bukan berasal dari suku Jawa. Dia berasal dari Gorontalo, Sulawesi.

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya berprofesi sebagai ahli pertanian, sedangkan ibunya dari etnis Jawa yang merupakan anak dari spesialis mata di Yogyakarta yang bernama Puspowardjojo.

Habibie kecil sangat gemar membaca dan olah raga menunggang kuda. Karena kebiasaannya itu dia dikenal sangat cerdas ketika masih berada di sekolah dasar. Beliau kehilangan seorang ayah saat usianya masih 14 tahun karena terkena serangan jantung saat salat Isya bersamanya pada 3 September 1950.

Setelah sang ayah meninggal, kemudian ibunya menjual rumah dan kendaraan lalu pindah ke Bandung bersama Habibie dan saudaranya. Di Bandung, Habibie melanjutkan sekolah di Gouverments Middlebare School, di sekolah ini dia mulai terlihat prestasinya dan menjadi sosok favorit di kalangan siswa lainnya.

Sebagai anak yang gigih dan cerdas, Habibie melanjutkan pendidikannya di Institute Teknologi Bandung (ITB) setelah lulus dari SMA 1954. Pada masa itu namanya masih Universitas Indonesia Bandung. Dia menekuni Teknik Mesin di Fakultas Teknik di sana.

Akan tetapi baru beberapa bulan saja Habibie menempuh pendidikan di ITB, dia mendapatkan tawaran beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan pendidikannya di Jerman. Dia mendapatkan beasiswa pada saat itu karena Pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Soekarno sedang menjalankan program dengan membiayai ratusan siswa cerdas Indonesia untuk menimba ilmu di luar negeri.

Pada 1955-1965, Habibie menempuh pendidikan di Jerman dengan mengambil spesialisasi konstruksi pesawat terbang (Teknik Penerbangan) di Rhein Westfalen Aachen Technisce Hochschule (RWTH). Semasa kuliah di Jerman dijalani Habibie dengan penuh perjuangan, karena pendidikan di sana bukan hanya sebentar.

Ketika memasuki musim liburan, Habibie tak mau berleha-leha seperti orang kebanyakan. Dia mengisinya dengan ujian dan mencari uang untuk mencari buku guna menunjang pendidikannya.

Setelah masa liburan berakhir kegiatannya hanya belajar dan kegiatan lainnya dikesampingkan oleh Habibie. Berkat kerja kerasnya, Habibie mendapatkan gelar Ing dari Technische Hochschule Jerman pada 1960.

Gelar itu dia dapatkan dengan predikat Cumlaude (sempurna) dengan perolehan nilai rata-rata 9,5. Setelah mendapatkan gelar insinyur, Habibie mengawali karirnya dengan bekerja di industri kereta api Firma Talbot di Jerman.

Saat bekerja di perusahaan tersebut Habibie dapat menyelesaikan permasalahan perusahaan Firma Talbot yang sedang membutuhkan sebuah wagon untuk mengangkut barang-barang ringan bervolume besar. Habibie memecahkan permasalahan tersebut dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip kontruksi sayap pesawat terbang.

Setelah itu, BJ Habibie melanjutkan kembali pendidikannya untuk gelar doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen. Habibie mendapatkan gelar doktornya pada tahun 1965, dengan predikat Summa Cumlaude dengan nilai rata-rata 10.

Habibie kemudian melanjutkan karir di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. BJ Habibie atau yang biasa disapa Rudy oleh teman temannya semasa pendidikan di Jerman, kemudian menikahi seorang wanita bernama Hasri Ainun Besari pada 12 Mei 1962.

Setelah menikah, Habibie kemudian membawa istrinya untuk tinggal di Jerman. Dari pernikahannya ini Habibie dan Ainun dikaruniai dua anak yang diberi nama Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Pada 1973, Habibie memilih kembali ke Tanah Air atas permintaan Presiden ke-2 RI, Soeharto. Sekembalinya ke Indonesia, Habibie kemudian dipercaya mengisi jabatan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) atau Kepala BPPT.

Tak tanggung-tanggung, posisi itu diembannya sejak 1978 sampai Maret 1998. Tak hanya itu, beliau juga memimpin perusahaan BUMN Industri Strategis selama 10 tahun. Gebrakan Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia".

Habibie berpandangan lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT IPTN, PT Pindad, dan PT PAL.

Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada 1995, Habibie berhasil memimpin proyek pembuatan pesawat yang diberi nama N250 Gatot Kaca. Pesawat tersebut ialah pesawat pertama buatan Indonesia.

Pesawat yang dirancang oleh Habibie selama lima tahun itu merupakan satu satunya pesawat di dunia yang menggunakan teknologi Fly By Wire. Dengan teknologi tersebut, pesawat itu mampu terbang tanpa guncangan berlebihan. Bisa dibilang teknologi tersebut merupakan teknologi terdepan dan canggih pada masa itu.

Pada saat pesawat N250 Gatot Kaca mencapai masa jayanya dan selangkah lagi mendapatkan sertifikasi dari Federal Aviation Administration. Presiden Soeharto saat itu menghentikan industri PT IPTN karena alasan krisis moneter.

Pada zamannya, PT IPTN telah membangun pabrik di Eropa dan juga Amerika, namun sangat disayangkan hal itu harus terhenti dan 16.000 karyawan terpaksa harus mencari pekerjaan ke luar negeri.

Yang menarik dari kisah inspiratif Habibie adalah ditemukannya rumus untuk menghitung keretakan atau crack propagation on random sampai ke atom oleh Habibie.

Untuk menghargai kecerdasannya dan kontribusinya, persamaan tersebut diberi nama Faktor Habibie. Tidak hanya itu, Habibie juga dijuluki sebagai Mr Crack oleh para spesialis penerbangan. Pada 1967, beliau mendapatkan gelar Profesor Kehormatan atau Guru Besar di ITB .

Tidak hanya itu, BJ Habibie juga mendapatkan gelar tertinggi di ITB yaitu Ganesha Praja Manggala. Dengan segala kecerdasan yang dimilikinya, Habibie mendapatkan banyak pengakuan dari lembaga kelas internasional seperti Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan Jerman), The Royal Aeronautical Society London dari Inggris, The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace dari Prancis, The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences dari Swedia dan yang terakhir dari The US Academy of Engineering Amerika Serikat.

Selain pengakuan dari banyak lembaga luar negeri, Habibie pun mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi yaitu Edward Warner Award serta Award von Karman dimana penghargaan ini hampir setara penghargaan Nobel. Selain itu, Habibie juga peraih penghargaan Theodore van Karman Award yang bergengsi di Jerman.

Selamat Jalan Bapak Bangsa.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1232 seconds (0.1#10.140)