Stigma Capim KPK dari Polri-Jaksa Menyesatkan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Pansel KPK Indriyanto Senoadji menilai, polemik dan stigma terhadap Capim KPK dari profesi tertentu khususnya dari Polri dan Kejaksaan tidak tepat dan tendesius.
”Saya berpendapat normatif dan sesuai regulasi saja. Capim harus memiliki basis kuat terhadap integritas dalam hal ini moralitas dan etika kepemimpinan yang tinggi,” ucapnya dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Minggu (4/8/2019).
Selain itu, sebagai Lembaga Penegak Hukum dalam pemberantasan korupsi, tentunya dasar kapabilitas, profesionalitas dan penguasaan ekonomi dan hukum sebagai kebutuhan mutlak. Dalam konteks penegakan hukum, khususnya hukum pidana formil/materil adalah basis kebutuhan primer bagi kepastian hukum dan keadilan.
Karena itu, siapapun yang memenuhi syarat normatif UU dan telah memenuhi edukasi terhadap tahapan-tahapan uji dan test yang disyaratkan UU, silakan saja menjalankan amanah negara sebagai pimpinan KPK. Artinya, UU tidak memberikan diskriminasi terhadap asal usul dan profil pimpinan.
”Sejak era pertama, eksistensi Pimpinan KPK memiliki komposisi profesi penegak hukum (Polri/Jaksa) maupun unsur masyarakat, bahkan mixed composition sebagai sesuatu keberhasilan,” katanya.
Bahkan Pasal 21 ayat 4 UU KPK dengan tegas menentukan, Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Sebagai lembaga penegak hukum, kata dia, wajar saja komposisi pimpinan KPK berbasis profesi penegak hukum yang bersinergi.
Soal pro-kontra, Indriyanto menilai itu sebagai kewajaran saja, hanya saja akhir-akhir ini kewajaran tersebut disalahgunakan bagi “kepentingan terselubung” (veiled Interests) yang seolah-olah sebagai representasi masyarakat hukum dan umum, bahkan opini-opini yang tersebar dibuat dengan menyesatkan publik dengan membuat stigma capim-capim dari profesi tertentu dalam hal ini stigmatisasi terhadap Capim Polri dan Jaksa.
”Opini-opini seperti ini jelas tidak sehat dan tidak dewasa serta justru penghianatan atas kebebasan berdemokrasi. Jadi penebaran opini yang berstigma terhadap Capim KPK dari profesi Polri dan Jaksa adalah tendensius dan tidak elegan bahkan menyesatkan,” ucapnya.
Sebaiknya tentang Capim KPK diserahkan pada proses regulasi yang masih berjalan dan menjadi tanggung jawab Pansel Capim KPK. Pansel tetap independen dan tidak terpengaruh terhadap intervensi dan tekanan dalam bentuk apapun, termasuk kepentingan-kepentingan terselubung akhir-akhir ini yang membawa pesan kepentingan tertentu.
”Saya berpendapat normatif dan sesuai regulasi saja. Capim harus memiliki basis kuat terhadap integritas dalam hal ini moralitas dan etika kepemimpinan yang tinggi,” ucapnya dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Minggu (4/8/2019).
Selain itu, sebagai Lembaga Penegak Hukum dalam pemberantasan korupsi, tentunya dasar kapabilitas, profesionalitas dan penguasaan ekonomi dan hukum sebagai kebutuhan mutlak. Dalam konteks penegakan hukum, khususnya hukum pidana formil/materil adalah basis kebutuhan primer bagi kepastian hukum dan keadilan.
Karena itu, siapapun yang memenuhi syarat normatif UU dan telah memenuhi edukasi terhadap tahapan-tahapan uji dan test yang disyaratkan UU, silakan saja menjalankan amanah negara sebagai pimpinan KPK. Artinya, UU tidak memberikan diskriminasi terhadap asal usul dan profil pimpinan.
”Sejak era pertama, eksistensi Pimpinan KPK memiliki komposisi profesi penegak hukum (Polri/Jaksa) maupun unsur masyarakat, bahkan mixed composition sebagai sesuatu keberhasilan,” katanya.
Bahkan Pasal 21 ayat 4 UU KPK dengan tegas menentukan, Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Sebagai lembaga penegak hukum, kata dia, wajar saja komposisi pimpinan KPK berbasis profesi penegak hukum yang bersinergi.
Soal pro-kontra, Indriyanto menilai itu sebagai kewajaran saja, hanya saja akhir-akhir ini kewajaran tersebut disalahgunakan bagi “kepentingan terselubung” (veiled Interests) yang seolah-olah sebagai representasi masyarakat hukum dan umum, bahkan opini-opini yang tersebar dibuat dengan menyesatkan publik dengan membuat stigma capim-capim dari profesi tertentu dalam hal ini stigmatisasi terhadap Capim Polri dan Jaksa.
”Opini-opini seperti ini jelas tidak sehat dan tidak dewasa serta justru penghianatan atas kebebasan berdemokrasi. Jadi penebaran opini yang berstigma terhadap Capim KPK dari profesi Polri dan Jaksa adalah tendensius dan tidak elegan bahkan menyesatkan,” ucapnya.
Sebaiknya tentang Capim KPK diserahkan pada proses regulasi yang masih berjalan dan menjadi tanggung jawab Pansel Capim KPK. Pansel tetap independen dan tidak terpengaruh terhadap intervensi dan tekanan dalam bentuk apapun, termasuk kepentingan-kepentingan terselubung akhir-akhir ini yang membawa pesan kepentingan tertentu.
(cip)