Atasi Penderita TBC Diharapkan Ditangani Lintas Sektor
A
A
A
JAKARTA - Indonesia saat ini menempati posisi ketiga penderita tuberkulosis (TBC) terbanyak dunia. Kondisi ini perlu ditangani oleh berbagai sektor mulai dari pemerintah, swasta dan masyarakat.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek mengatakan, hal ini merupakan masalah nasional. Menurutnya pemerintah tidak mungkin bergerak sendiri menuntaskan hal tersebut.
"Saat ini Pemerintah Indonesia memperkuat infrastruktur yang akan meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat antar daerah, bahkan lintas pulau. Kalau TBC tidak dapat dikendalikan lintas sektor, penyebarannya di Indonesia dapat semakin meluas dan membebani negara," katanya dalam kemitraan untuk tuberkulosis (TBC) bertajuk A Night in Unity di Soehanna Hall Jakarta, Sabtu (3/8/2019) malam.
Apalagi menurutnya TBC adalah penyakit yang terlihat sehingga perlu gerakan bersama di lintas sektor. Indonesia sendiri menargetkan pada tahun 2030 dapat mengelminasi TBC. "Dengan target eliminasi TBC 2030, Indonesia membutuhkan aksi dari sektor lain dalam upaya mengakhiri TBC," ungkapnya.
Misalnya saja media dinilai dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini lewat wadah media cetak maupun daring. Dari bidang Perhubungan, perlu turut memastikan semua mode transportasi mengimplementasikan sistem pencegahan dan penanggulangan infeksi yang berkualitas.
Dari bidang sosial dan kewirausahaan, juga perlu terlibat memastikan pasien TBC terutama yang kurang mampu agar mempunyai perlindungan sosial. "Di pendidikan, sistem unit kesehatan sekolah juga dapat dimanfaatkan untuk memantau gejala TBC pada guru maupun murid," tuturnya.
Nila mengatakan, di era digital ini pelibatan kaum milenial untuk mengeliminasi TBC juga dirasa penting. "Ini era yang baik. Terutama milenial. Kita mengumpulkan anak muda sadar akan kesehatan," ucapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia perlu gerakan lintas sektor untuk menuntaskan masalah TBC. Menurutnya langkah ini sejalan dengan deklarasi di Sidang PBB untuk TBC.
"Salah satu poinnya adalah menggerakkan lintas sektor sebagai aktor penutup kesenjangan dalam merespons epidemi tuberkulosis. Ini komitmen politis yang juga harus segera diterjemahkan di tingkat nasional oleh sektor publik dan swasta," ungkapnya
Dia mengatakan dirinya sebagai sektor swasta ingin mendukung kerja pemerintah untuk mengeliminasi TBC. Pasalnya pemerintah telah melakukan berbagai hal tapi masih belum selesai.
"TBC ini harus dikeroyok. Indonesia itu banyak orangnya. Pemerintah sudah melakukan semuanya. Nah kita ini yang bolong-bolongnya," katanya.
Arifin menambahkan perhatian terhadap eliminasi TBC perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini pemerintah fokus untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
"Kita mau kaum milenial sehat bukan yang sakit. Tapi disaat yang sama masih ada ancaman ini. Makanya kita perlu ajak lebih banyak lagi untuk membantu penuntasan TBC. Kita bisa ajak NU dan organisasi masyarakat lainnya," pungkasnya.
Perlu diketahui, berdasarkan laporan global tuberkulosis yang dipublikasikan World Health Organization (WHO), tidak ada negara yang bebas dari penyakit ini. Pada tahun 2017, diperkirakan 842.000 orang Indonesia jatuh sakit karena mycobacterium tuberculosis.
Selain itu, tujuh puluh lima persen dari orang yang sakit tuberkulosis di Indonesia adalah kelompok usia produktif. Situasi ini merupakan ancaman terhadap salah satu agenda rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024 yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek mengatakan, hal ini merupakan masalah nasional. Menurutnya pemerintah tidak mungkin bergerak sendiri menuntaskan hal tersebut.
"Saat ini Pemerintah Indonesia memperkuat infrastruktur yang akan meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat antar daerah, bahkan lintas pulau. Kalau TBC tidak dapat dikendalikan lintas sektor, penyebarannya di Indonesia dapat semakin meluas dan membebani negara," katanya dalam kemitraan untuk tuberkulosis (TBC) bertajuk A Night in Unity di Soehanna Hall Jakarta, Sabtu (3/8/2019) malam.
Apalagi menurutnya TBC adalah penyakit yang terlihat sehingga perlu gerakan bersama di lintas sektor. Indonesia sendiri menargetkan pada tahun 2030 dapat mengelminasi TBC. "Dengan target eliminasi TBC 2030, Indonesia membutuhkan aksi dari sektor lain dalam upaya mengakhiri TBC," ungkapnya.
Misalnya saja media dinilai dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini lewat wadah media cetak maupun daring. Dari bidang Perhubungan, perlu turut memastikan semua mode transportasi mengimplementasikan sistem pencegahan dan penanggulangan infeksi yang berkualitas.
Dari bidang sosial dan kewirausahaan, juga perlu terlibat memastikan pasien TBC terutama yang kurang mampu agar mempunyai perlindungan sosial. "Di pendidikan, sistem unit kesehatan sekolah juga dapat dimanfaatkan untuk memantau gejala TBC pada guru maupun murid," tuturnya.
Nila mengatakan, di era digital ini pelibatan kaum milenial untuk mengeliminasi TBC juga dirasa penting. "Ini era yang baik. Terutama milenial. Kita mengumpulkan anak muda sadar akan kesehatan," ucapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia perlu gerakan lintas sektor untuk menuntaskan masalah TBC. Menurutnya langkah ini sejalan dengan deklarasi di Sidang PBB untuk TBC.
"Salah satu poinnya adalah menggerakkan lintas sektor sebagai aktor penutup kesenjangan dalam merespons epidemi tuberkulosis. Ini komitmen politis yang juga harus segera diterjemahkan di tingkat nasional oleh sektor publik dan swasta," ungkapnya
Dia mengatakan dirinya sebagai sektor swasta ingin mendukung kerja pemerintah untuk mengeliminasi TBC. Pasalnya pemerintah telah melakukan berbagai hal tapi masih belum selesai.
"TBC ini harus dikeroyok. Indonesia itu banyak orangnya. Pemerintah sudah melakukan semuanya. Nah kita ini yang bolong-bolongnya," katanya.
Arifin menambahkan perhatian terhadap eliminasi TBC perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini pemerintah fokus untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
"Kita mau kaum milenial sehat bukan yang sakit. Tapi disaat yang sama masih ada ancaman ini. Makanya kita perlu ajak lebih banyak lagi untuk membantu penuntasan TBC. Kita bisa ajak NU dan organisasi masyarakat lainnya," pungkasnya.
Perlu diketahui, berdasarkan laporan global tuberkulosis yang dipublikasikan World Health Organization (WHO), tidak ada negara yang bebas dari penyakit ini. Pada tahun 2017, diperkirakan 842.000 orang Indonesia jatuh sakit karena mycobacterium tuberculosis.
Selain itu, tujuh puluh lima persen dari orang yang sakit tuberkulosis di Indonesia adalah kelompok usia produktif. Situasi ini merupakan ancaman terhadap salah satu agenda rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024 yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
(maf)