ITB dan Taiwan Kolaborasi Kendalikan Wabah Penyakit DBD
A
A
A
BANDUNG - Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) bekerja sama dengan National Chung Hsing University (NCHU) dan Centre for Disease Control (CDC) Taiwan untuk mencari solusi penanganan wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
Penanganan penyakit DBD dinilai sangat penting dan mendesak mengingat kasus DBD terus terulang setiap tahunnya. Bahkan, DBD telah banyak memakan korban jiwa akibat penanganan yang terlambat. Diperlukan solusi yang mumpuni agar wabah penyakit DBD dapat dikendalikan.
"Kerja sama ini dibangun agar kasus DBD di Indonesia dapat dikendalikan," ujar Guru Besar ITB Intan Ahmad dalam Workshop "Dengue Virus Laboratory Diagnosis and Vector Surveillance" di Kampus ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Senin (22/4/2019).
Kolaborasi yang dibangun SITH ITB dan NCHU-CDC Taiwan dalam pengendalian wabah penyakit DBD ini dilakukan melalui metode yang komprehensif, multipihak, dan terintegrasi. Pasalnya, kerja sama juga melibatkan pemerintah sebagai pemegang kebijakan.
"Kami di universitas melakukan penelitian dan hasilnya bersama-sama akan direkomendasikan ke pemerintah untuk mendapatkan tindakan," katanya.
Meski begitu, Intan menekankan, kerja sama yang dibangun bukan menerapkan teknologi pengendalian DBD di Taiwan, melainkan kerja sama riset. Kedua belah pihak, kata Intan, akan melakukan penelitian untuk mendapatkan solusi tepat dalam penanganan DBD di Indonesia.
"Ini kerja sama riset, jadi bukan kita ngambil (teknologi) dari mereka karena Indonesia kan dari sisi geografis negara yang luas, tapi kenapa mereka berhasil, kita akan coba, kita kembangkan dulu di Bandung," terangnya.
"Mereka sudah terbukti mampu mengurangi kasus DBD dari puluhan ribu menjadi kurang dari 100, itu kan luar biasa, jadi kami ingin belajar," sambungnya.
Secara umum, metode pengendalian wabah DBD awalnya dilakukan melalui monitoring dan surveillance endemik nyamuk, telur, vektor Aedes aegypti dan sebagainya. Metode yang bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan penyakit DBD ini sudah mulai diujicobakan di Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, September 2018 lalu.
"Pemasangan perangkap telur nyamuk sudah dilakukan di beberapa rumah penduduk dan publik area untuk mengetahui distribusi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor dari penyakit DBD melalui pengecekan keberadaan telur nyamuk dalam ovitrap tersebut," paparnya.
Setelah distribusi vektor DBD diketahui, langkah selanjutnya yakni menyebarkan nyamuk-nyamuk jantan yang sudah disterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma di lokasi vektor DBD berkembang, agar populasinya bisa ditekan. Meski terjadi perkawinan, namun dari perkawinan tersebut tidak akan terjadinya pembuahan, sehingga populasi vektor DBD dapat dikendalikan.
"Langkah ini harus dilakukan berkali-kali hingga populasiya tertekan," jelas Intan.
Di tempat yang sama Professor and Chair Medical Entomology Laboratory Departemen of Entomology NCHU Taiwan Wu-Chun Tu mengakui, wabah penyakit DBD sempat menyerang Taiwan dengan korban jiwa yang mencapai ratusan. Berkaca dari peristiwa itu, pihaknya kemudian melakukan penelitian untuk mengendalikan wabah penyakit DBD melalui metode surveillance vektor DBD tersebut.
Menurut dia, metode ini juga menjadi acuan bagi masyarakat untuk menghadapi serangan wabah DBD, termasuk bagaimana mengenali gejala awal terserang penyakit DBD. Sehingga, masyarakat pun dapat melakukan langkah-langkah pencegahan, seperti langkah 3 M (menguras, menutup, dan mengubur).
"Jadi, metode ini pun sangat membutuhkan peran seluruh masyarakat," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, persoalan kasus DBD di Kota Bandung cukup anomali. Selain dipengaruhi faktor cuaca, penyebaran penyakit DBD di Kota Bandung juga tak lepas dari gaya hidup masyarakat.
"Kita melihat bagaimana talang-talang atau penampungan air ada di rumah-rumah yang rata-rata tidak langsung ke pembuangan. Sehingga banyak menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak," terangnya.
Pihaknya berharap, kolaborasi yang dibangun SITH ITB tersebut dapat melahirkan solusi dalam menanggulangi permasalahan penyakit DBD di Kota Bandung. Terlebih, kata Yana, pada Januari 2019 lalu saja, tercatat 200 kasus DBD terjadi di Kota Bandung.
Yana menambahkan, sebagai langkah pencegahan, Pemkot Bandung juga terus menggalakkan program Gerakan 1 Rumah 1 Jutu Pemantau Jentik (Jumantik) untuk menekan perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit DBD.
"Tujuan kita, di tiap rumah dan tiap sekolah ada jumantiknya. Ini adalah gerakan bersama untuk menekan angka penderita DBD di Kota Bandung," tandasnya.
Penanganan penyakit DBD dinilai sangat penting dan mendesak mengingat kasus DBD terus terulang setiap tahunnya. Bahkan, DBD telah banyak memakan korban jiwa akibat penanganan yang terlambat. Diperlukan solusi yang mumpuni agar wabah penyakit DBD dapat dikendalikan.
"Kerja sama ini dibangun agar kasus DBD di Indonesia dapat dikendalikan," ujar Guru Besar ITB Intan Ahmad dalam Workshop "Dengue Virus Laboratory Diagnosis and Vector Surveillance" di Kampus ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Senin (22/4/2019).
Kolaborasi yang dibangun SITH ITB dan NCHU-CDC Taiwan dalam pengendalian wabah penyakit DBD ini dilakukan melalui metode yang komprehensif, multipihak, dan terintegrasi. Pasalnya, kerja sama juga melibatkan pemerintah sebagai pemegang kebijakan.
"Kami di universitas melakukan penelitian dan hasilnya bersama-sama akan direkomendasikan ke pemerintah untuk mendapatkan tindakan," katanya.
Meski begitu, Intan menekankan, kerja sama yang dibangun bukan menerapkan teknologi pengendalian DBD di Taiwan, melainkan kerja sama riset. Kedua belah pihak, kata Intan, akan melakukan penelitian untuk mendapatkan solusi tepat dalam penanganan DBD di Indonesia.
"Ini kerja sama riset, jadi bukan kita ngambil (teknologi) dari mereka karena Indonesia kan dari sisi geografis negara yang luas, tapi kenapa mereka berhasil, kita akan coba, kita kembangkan dulu di Bandung," terangnya.
"Mereka sudah terbukti mampu mengurangi kasus DBD dari puluhan ribu menjadi kurang dari 100, itu kan luar biasa, jadi kami ingin belajar," sambungnya.
Secara umum, metode pengendalian wabah DBD awalnya dilakukan melalui monitoring dan surveillance endemik nyamuk, telur, vektor Aedes aegypti dan sebagainya. Metode yang bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan penyakit DBD ini sudah mulai diujicobakan di Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung, September 2018 lalu.
"Pemasangan perangkap telur nyamuk sudah dilakukan di beberapa rumah penduduk dan publik area untuk mengetahui distribusi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor dari penyakit DBD melalui pengecekan keberadaan telur nyamuk dalam ovitrap tersebut," paparnya.
Setelah distribusi vektor DBD diketahui, langkah selanjutnya yakni menyebarkan nyamuk-nyamuk jantan yang sudah disterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma di lokasi vektor DBD berkembang, agar populasinya bisa ditekan. Meski terjadi perkawinan, namun dari perkawinan tersebut tidak akan terjadinya pembuahan, sehingga populasi vektor DBD dapat dikendalikan.
"Langkah ini harus dilakukan berkali-kali hingga populasiya tertekan," jelas Intan.
Di tempat yang sama Professor and Chair Medical Entomology Laboratory Departemen of Entomology NCHU Taiwan Wu-Chun Tu mengakui, wabah penyakit DBD sempat menyerang Taiwan dengan korban jiwa yang mencapai ratusan. Berkaca dari peristiwa itu, pihaknya kemudian melakukan penelitian untuk mengendalikan wabah penyakit DBD melalui metode surveillance vektor DBD tersebut.
Menurut dia, metode ini juga menjadi acuan bagi masyarakat untuk menghadapi serangan wabah DBD, termasuk bagaimana mengenali gejala awal terserang penyakit DBD. Sehingga, masyarakat pun dapat melakukan langkah-langkah pencegahan, seperti langkah 3 M (menguras, menutup, dan mengubur).
"Jadi, metode ini pun sangat membutuhkan peran seluruh masyarakat," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, persoalan kasus DBD di Kota Bandung cukup anomali. Selain dipengaruhi faktor cuaca, penyebaran penyakit DBD di Kota Bandung juga tak lepas dari gaya hidup masyarakat.
"Kita melihat bagaimana talang-talang atau penampungan air ada di rumah-rumah yang rata-rata tidak langsung ke pembuangan. Sehingga banyak menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak," terangnya.
Pihaknya berharap, kolaborasi yang dibangun SITH ITB tersebut dapat melahirkan solusi dalam menanggulangi permasalahan penyakit DBD di Kota Bandung. Terlebih, kata Yana, pada Januari 2019 lalu saja, tercatat 200 kasus DBD terjadi di Kota Bandung.
Yana menambahkan, sebagai langkah pencegahan, Pemkot Bandung juga terus menggalakkan program Gerakan 1 Rumah 1 Jutu Pemantau Jentik (Jumantik) untuk menekan perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit DBD.
"Tujuan kita, di tiap rumah dan tiap sekolah ada jumantiknya. Ini adalah gerakan bersama untuk menekan angka penderita DBD di Kota Bandung," tandasnya.
(maf)