Pemerintah-DMI Bersinergi Jadikan Masjid Pusat Kreativitas Anak
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) bersinergi untuk menjadikan dan mengembalikan manfaat masjid sebagai tempat bernaungnya semua kegiatan atau aktivitas yang terkait dengan keislaman. Saat ini total jumlah masjid di Indonesia mencapai 800.000 masjid.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Puan Maharani saat membuka Silaturahmi Nasional (Silatnas) pencanangan Gerakan Nasional Sejuta Masjid Ramah Anak (SEMARAK), yang digagas oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, kemarin.
Menurut Puan, di era sekarang masjid telah berkembang luas fungsinya dan tidak hanya digunakan untuk kepentingan ibadah mahdhah semata, tetapi telah menjadi ruang gerakan masyarakat di sektor pendidikan, sosial-ekonomi, sosial-politik, kesehatan, dan ketahanan masyarakat.
“Sosialisasi untuk kesadaran tentang kesehatan masyarakat juga telah memanfaatkan masjid sebagai basis utamanya. Demikian juga berbagai kegiatan sosial-budaya telah pula berpusat di masjid, termasuk pemulihan korban pascabencana alam maupun konflik antarkomunitas,” katanya.
Menko PMK menegaskan bahwa Masjid Ramah Anak (MRA) menjadi pusat inovasi dan kreativitas bagi anak dalam mengisi waktu luang di luar sekolah dan istirahat mereka, sekaligus sebagai titik utama pembentukan karakter akhlaqul karimah, berbudi pekerti luhur yang sangat menentukan masa depan bangsa.
Dia optimistis nilai-nilai tersebut dapat membimbing dan menguatkan jamaah khususnya anak-anak menjadi pribadi-pribadi yang shalih/shalihah, berakhlak, bermoral, dan bermartabat serta dapat menjadi sumber rekonstruksi peradaban bangsa Indonesia di masa mendatang.
Puan menambahkan, dengan memberikan ruang yang baik untuk berkembangnya akhlak mulia, budi pekerti, kreativitas, dan jiwa sosial, maka anak-anak Indonesia akan menjadi insan yang bermartabat, maju, dan berkepribadian. “Anak siapa pun di lingkungan kita adalah anak kita yang harus kita cintai, kita jaga, kita bina, agar menjadi anak-anak bangsa Indonesia yang berakhlak mulia, maju, dan sejahtera,” tandasnya.
Karena itu, Puan mengajak kementerian dan lembaga atau stakeholder terkait untuk turut serta gotong royong bersama-sama mewujudkan gerakan Sejuta Masjid Ramah Anak yang memiliki toilet bersih, air bersih, dan ramah disabilitas. Acara ini ditutup dengan pemukulan gong oleh Menko PMK sebagai tanda dibukanya Gerakan Nasional Sejuta Masjid Ramah Anak (SEMARAK).
Sementara Wakil Ketua Umum DMI yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin berharap gerakan ini mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pengasuhan bersama sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan karakter anak bangsa menjaga kebinekaan.
“Mari kita bersama-sama melalui aktivitas kemasjidan yang ramah terhadap anak, mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pengasuhan bersama bagi anak-anak kita sebagai wujud kepedulian kita dalam membangun karakter dan kepribadian anak akan menguatkan kokohnya fondasi ketakwaan umat Islam di negeri kita,” ujar Syafruddin.
Gerakan ini juga mendorong motivasi anak untuk mengoptimalkan fungsi masjid sebagai tempat belajar dan meningkatkan aktivitas berekspresi, berkreasi, dan berinovasi. Optimalisasi fungsi masjid ini juga sebagai jawaban atas tantangan global yang semakin kompleks. Untuk mewujudkan masjid ramah anak ini, juga dibutuhkan fasilitas serta komitmen dari semua pengurus masjid.
Diharapkan masjid juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bisa digunakan oleh anak-anak. “Tidak hanya membekali dengan iptek, tetapi juga harus didukung dengan imtak (iman dan takwa) yang menjadi fondasi yang kokoh membentengi jiwa anak-anak kita dalam menghadapi tantangan global,” jelasnya.
Mantan wakapolri ini menerangkan, penanaman akhlakul karimah pada anak sejak usia dini bertujuan menjadi manusia yang bermartabat sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan. Di negara yang berbineka ini, pendidikan nilai luhur pada anak berguna agar generasi penerus mampu menghargai perbedaan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dijelaskan saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga perlu menyadari sulitnya mengelola kemajemukan di tengah bergulirnya demokrasi yang beriringan dengan globalisasi. Kondisi itu menuntut semua anak bangsa untuk selalu hidup dalam persatuan, meski berbeda warna kulit, suku, agama, ras, dan golongan. “Hidup berdampingan, toleran, dan damai. Inilah esensi dari Islam yang rahmatan lil alamin,” imbuhnya
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Puan Maharani saat membuka Silaturahmi Nasional (Silatnas) pencanangan Gerakan Nasional Sejuta Masjid Ramah Anak (SEMARAK), yang digagas oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, kemarin.
Menurut Puan, di era sekarang masjid telah berkembang luas fungsinya dan tidak hanya digunakan untuk kepentingan ibadah mahdhah semata, tetapi telah menjadi ruang gerakan masyarakat di sektor pendidikan, sosial-ekonomi, sosial-politik, kesehatan, dan ketahanan masyarakat.
“Sosialisasi untuk kesadaran tentang kesehatan masyarakat juga telah memanfaatkan masjid sebagai basis utamanya. Demikian juga berbagai kegiatan sosial-budaya telah pula berpusat di masjid, termasuk pemulihan korban pascabencana alam maupun konflik antarkomunitas,” katanya.
Menko PMK menegaskan bahwa Masjid Ramah Anak (MRA) menjadi pusat inovasi dan kreativitas bagi anak dalam mengisi waktu luang di luar sekolah dan istirahat mereka, sekaligus sebagai titik utama pembentukan karakter akhlaqul karimah, berbudi pekerti luhur yang sangat menentukan masa depan bangsa.
Dia optimistis nilai-nilai tersebut dapat membimbing dan menguatkan jamaah khususnya anak-anak menjadi pribadi-pribadi yang shalih/shalihah, berakhlak, bermoral, dan bermartabat serta dapat menjadi sumber rekonstruksi peradaban bangsa Indonesia di masa mendatang.
Puan menambahkan, dengan memberikan ruang yang baik untuk berkembangnya akhlak mulia, budi pekerti, kreativitas, dan jiwa sosial, maka anak-anak Indonesia akan menjadi insan yang bermartabat, maju, dan berkepribadian. “Anak siapa pun di lingkungan kita adalah anak kita yang harus kita cintai, kita jaga, kita bina, agar menjadi anak-anak bangsa Indonesia yang berakhlak mulia, maju, dan sejahtera,” tandasnya.
Karena itu, Puan mengajak kementerian dan lembaga atau stakeholder terkait untuk turut serta gotong royong bersama-sama mewujudkan gerakan Sejuta Masjid Ramah Anak yang memiliki toilet bersih, air bersih, dan ramah disabilitas. Acara ini ditutup dengan pemukulan gong oleh Menko PMK sebagai tanda dibukanya Gerakan Nasional Sejuta Masjid Ramah Anak (SEMARAK).
Sementara Wakil Ketua Umum DMI yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin berharap gerakan ini mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pengasuhan bersama sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan karakter anak bangsa menjaga kebinekaan.
“Mari kita bersama-sama melalui aktivitas kemasjidan yang ramah terhadap anak, mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pengasuhan bersama bagi anak-anak kita sebagai wujud kepedulian kita dalam membangun karakter dan kepribadian anak akan menguatkan kokohnya fondasi ketakwaan umat Islam di negeri kita,” ujar Syafruddin.
Gerakan ini juga mendorong motivasi anak untuk mengoptimalkan fungsi masjid sebagai tempat belajar dan meningkatkan aktivitas berekspresi, berkreasi, dan berinovasi. Optimalisasi fungsi masjid ini juga sebagai jawaban atas tantangan global yang semakin kompleks. Untuk mewujudkan masjid ramah anak ini, juga dibutuhkan fasilitas serta komitmen dari semua pengurus masjid.
Diharapkan masjid juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bisa digunakan oleh anak-anak. “Tidak hanya membekali dengan iptek, tetapi juga harus didukung dengan imtak (iman dan takwa) yang menjadi fondasi yang kokoh membentengi jiwa anak-anak kita dalam menghadapi tantangan global,” jelasnya.
Mantan wakapolri ini menerangkan, penanaman akhlakul karimah pada anak sejak usia dini bertujuan menjadi manusia yang bermartabat sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan. Di negara yang berbineka ini, pendidikan nilai luhur pada anak berguna agar generasi penerus mampu menghargai perbedaan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dijelaskan saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga perlu menyadari sulitnya mengelola kemajemukan di tengah bergulirnya demokrasi yang beriringan dengan globalisasi. Kondisi itu menuntut semua anak bangsa untuk selalu hidup dalam persatuan, meski berbeda warna kulit, suku, agama, ras, dan golongan. “Hidup berdampingan, toleran, dan damai. Inilah esensi dari Islam yang rahmatan lil alamin,” imbuhnya
(don)