Ratna Octavian Perkenalkan Software Pendeteksi Karies Gigi pada Anak
A
A
A
JAKARTA - S Ratna Laksmiastuti Octavian memperkenalkan aplikasi komputer (software) baru untuk memprediksi risiko terjadinya karies gigi pada seorang anak.
Hal itu disampaikan Ratna saat menjadi pembicara Hands On dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Ilmu Kedokteran Gigi Anak ke-12 di Hotel Claro, Makassar pada 8-9 Maret 2019.
Dia menjelaskan, karies atau gigi berlubang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) merupakan masalah kesehatan utama yang bersifat global. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan masyarakat Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut secara rata-rata provinsi adalah sebesar 57,6% dan sekitar 10,2% mendapat pelayanan tenaga medis. Sedangkan prevalensi karies anak usia 5-6 tahun di Indonesia adalah sekitar 93%.
"Berbagai upaya telah dilakukan, baik promotif preventif dan kuratif, tetapi prevalensi karies di Indonesia tetap tinggi," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (9/3/2019).
Menurut dia, karies pada anak yang tidak dirawat dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak menguntungkan, seperti rasa sakit, infeksi, gangguan aktifitas sehari-hari, gangguan pertumbuhan dan penurunan kualitas hidup. "Diperlukan suatu terobosan baru untuk para Dokter Gigi dalam manajemen karies gigi guna menyukseskan Program Nasional Indonesia bebas karies 2030 sesuai rekomendasi WHO," ucapnya.
Hadir para pejabat Pemda Sulawesi Selatan, seperti Kadinkes Provinsi Sulsel Bachtiar Baso, Kadinkes Kota Makassar Naisyah, serta Pengurus Besar Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia, seperti Ketua P3KGB drg Putu, Ketua Kolegium Seno Pradopo, dan Ketua PP IDGAI Udijanto.
Termasuk 400-an para dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak. Acara tahunan tersebut juga dihadiri para pembicara dari luar negeri, seperti dari Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Malaysia.
Dia menjelaskan, inovasi tersebut sejalan dengan perkembangan teknologi ilmu kedokteran gigi di era Revolusi Industri 4.0. Software ini mengedepankan hakikat kedekatan ibu dan anak, sehingga prediksi risiko terjadinya karies pada anak dapat dilakukan melalui pemeriksaan ibunya.
Banyak hasil riset para ahli menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status kesehatan gigi dan mulut ibu dengan anaknya. "Software ini sangat efektif dan bermanfaat sebagai alat diagnostik klinik; identifikasi dan screening pasien khususnya kelompok risiko tinggi; manajemen karies yang lebih efektif; dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia," jelasnya.
Software ini dapat dipakai secara luas, bebas dan mudah oleh para dokter gigi. Software ini berisi interaksi faktor risiko karies dari ibu dan anak, status penilaian risiko karies pasien anak beserta pedoman manajemen selanjutnya.
Pembuatan software ini di bawah supervisi para pakar kedokteran gigi yakni; Heriandi Sutadi, Sarworini B Budiardjo, dan Tri Erri Astoeti. "Dengan pemakaian software ini secara luas, diharapkan dapat membantu merealisasikan program kesejahteraan ibu dan anak khususnya dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut melalui pencegahan karies gigi pada anak Indonesia," tutupnya.
Hal itu disampaikan Ratna saat menjadi pembicara Hands On dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Ilmu Kedokteran Gigi Anak ke-12 di Hotel Claro, Makassar pada 8-9 Maret 2019.
Dia menjelaskan, karies atau gigi berlubang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) merupakan masalah kesehatan utama yang bersifat global. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan masyarakat Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut secara rata-rata provinsi adalah sebesar 57,6% dan sekitar 10,2% mendapat pelayanan tenaga medis. Sedangkan prevalensi karies anak usia 5-6 tahun di Indonesia adalah sekitar 93%.
"Berbagai upaya telah dilakukan, baik promotif preventif dan kuratif, tetapi prevalensi karies di Indonesia tetap tinggi," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (9/3/2019).
Menurut dia, karies pada anak yang tidak dirawat dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak menguntungkan, seperti rasa sakit, infeksi, gangguan aktifitas sehari-hari, gangguan pertumbuhan dan penurunan kualitas hidup. "Diperlukan suatu terobosan baru untuk para Dokter Gigi dalam manajemen karies gigi guna menyukseskan Program Nasional Indonesia bebas karies 2030 sesuai rekomendasi WHO," ucapnya.
Hadir para pejabat Pemda Sulawesi Selatan, seperti Kadinkes Provinsi Sulsel Bachtiar Baso, Kadinkes Kota Makassar Naisyah, serta Pengurus Besar Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia, seperti Ketua P3KGB drg Putu, Ketua Kolegium Seno Pradopo, dan Ketua PP IDGAI Udijanto.
Termasuk 400-an para dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak. Acara tahunan tersebut juga dihadiri para pembicara dari luar negeri, seperti dari Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Malaysia.
Dia menjelaskan, inovasi tersebut sejalan dengan perkembangan teknologi ilmu kedokteran gigi di era Revolusi Industri 4.0. Software ini mengedepankan hakikat kedekatan ibu dan anak, sehingga prediksi risiko terjadinya karies pada anak dapat dilakukan melalui pemeriksaan ibunya.
Banyak hasil riset para ahli menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status kesehatan gigi dan mulut ibu dengan anaknya. "Software ini sangat efektif dan bermanfaat sebagai alat diagnostik klinik; identifikasi dan screening pasien khususnya kelompok risiko tinggi; manajemen karies yang lebih efektif; dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia," jelasnya.
Software ini dapat dipakai secara luas, bebas dan mudah oleh para dokter gigi. Software ini berisi interaksi faktor risiko karies dari ibu dan anak, status penilaian risiko karies pasien anak beserta pedoman manajemen selanjutnya.
Pembuatan software ini di bawah supervisi para pakar kedokteran gigi yakni; Heriandi Sutadi, Sarworini B Budiardjo, dan Tri Erri Astoeti. "Dengan pemakaian software ini secara luas, diharapkan dapat membantu merealisasikan program kesejahteraan ibu dan anak khususnya dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut melalui pencegahan karies gigi pada anak Indonesia," tutupnya.
(kri)