DPR Kecam Eksekusi Mati TKI Tanpa Notifikasi
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty, mengecam pemerintah Arab Saudi yang melakukan eksekusi mati tenaga kerja Indonesia (TKI) Tuti Tursilawati secara diam-diam tanpa melalui notifikasi resmi.
"Saya mengecam eksekusi mati Tuti ini tanpa melalui notifikasi resmi ke Indonesia. Bahkan kita dengar pihak KJRI Jeddah sudah berkomunikasi dengan Tuti pada 28 Oktober namun tak ada indikasi akan dieksekusi mati. Jadi sebagai negara sahabat apalagi belum lama Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir ke Indonesia untuk mengikuti Joint Commision Meeting, kita benar-benar kaget, kok diam-diam," tegas Evita Nursanty, Selasa (31/10/2018).
Menurut Evita, sikap kecewa ini harus dipahami oleh pihak Arab Saudi. Secara psikologis, kata Evita, Indonesia sangat terganggu karena baru saja kedua negara bertemu. Salah satu yang dibahas dalam Joint Commision Meeting kedua negara pada 23 Oktober 2018 adalah soal WNI yang terjerat hukum dan pentingnya notifikasi.
Bahkan hal itu juga telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menerima kunjungan Menlu Adel al-Jubeir di Istana Bogor sehari sebelumnya.
"Secara psikologis kita sangat terganggu karena sebelumnya kita sudah wanti-wanti. Saya sulit untuk menggambarkan betapa kita sedih, prihatin dan menyesalkan dengan apa yang sedang terjadi. Saya menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga Tuti Tursilawati," sambung Evita.
Dikatakan Evita, upaya pemerintah sejauh ini sudah sangat kuat untuk memperjuangkan pembebasan warga Indonesia dari hukuman mati di Saudi, termasuk mendorong Arab Saudi untuk meningkatkan perlindungan TKI dan penghormatan hak-hak pekerja.
Data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menunjukkan dari 103 WNI yang terancam hukuman mati pada 2011-2018, sebanyak 85 di antaranya berhasil dibebaskan. Evita juga menyebut, terkait Tuti Tursilawati pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meringankan hukumannya, bahkan Kemlu sudah berkunjung sebanyak 47 kali ke penjara Tuti sejak 2011, dan memfasilitasi keluarga almarhumah tiga kali ke Arab Saudi untuk bertemu Tuti.
Seperti diketahui, Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka, Jawa Barat ini diketahui dieksekusi mati pada 29 Oktober 2018 pagi waktu Arab Saudi. Menlu RI Retno Marsudi dalam keterangannya di Bali, hari ini, mengaku langsung menghubungi Menlu Arab Saudi dan menyampaikan protes. Retno, juga telah memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia dari Jakarta ke Bali untuk meminta penjelasan terkait hal itu.
Tuti sendiri berhadapan dengan kasus hukum karena memukul majikannya bernama Suud Malhaq Al Utibi di rumah majikannya di Kota Thaif pada 11 Mei 2010 dengan kayu. Tuti juga dituduh membawa lari perhiasan milik majikannya tersebut.
Ibu Tuti, Iti Sarniti, menyebut Tuti tidak berniat membunuh majikannya, melainkan membela diri. Setelah membunuh majikannya, Tuti berusaha kabur dari rumah namun bertemu dengan sembilan pria yang kemudian melakukan pelecehan seksual terhadapnya.
"Saya mengecam eksekusi mati Tuti ini tanpa melalui notifikasi resmi ke Indonesia. Bahkan kita dengar pihak KJRI Jeddah sudah berkomunikasi dengan Tuti pada 28 Oktober namun tak ada indikasi akan dieksekusi mati. Jadi sebagai negara sahabat apalagi belum lama Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir ke Indonesia untuk mengikuti Joint Commision Meeting, kita benar-benar kaget, kok diam-diam," tegas Evita Nursanty, Selasa (31/10/2018).
Menurut Evita, sikap kecewa ini harus dipahami oleh pihak Arab Saudi. Secara psikologis, kata Evita, Indonesia sangat terganggu karena baru saja kedua negara bertemu. Salah satu yang dibahas dalam Joint Commision Meeting kedua negara pada 23 Oktober 2018 adalah soal WNI yang terjerat hukum dan pentingnya notifikasi.
Bahkan hal itu juga telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menerima kunjungan Menlu Adel al-Jubeir di Istana Bogor sehari sebelumnya.
"Secara psikologis kita sangat terganggu karena sebelumnya kita sudah wanti-wanti. Saya sulit untuk menggambarkan betapa kita sedih, prihatin dan menyesalkan dengan apa yang sedang terjadi. Saya menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga Tuti Tursilawati," sambung Evita.
Dikatakan Evita, upaya pemerintah sejauh ini sudah sangat kuat untuk memperjuangkan pembebasan warga Indonesia dari hukuman mati di Saudi, termasuk mendorong Arab Saudi untuk meningkatkan perlindungan TKI dan penghormatan hak-hak pekerja.
Data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menunjukkan dari 103 WNI yang terancam hukuman mati pada 2011-2018, sebanyak 85 di antaranya berhasil dibebaskan. Evita juga menyebut, terkait Tuti Tursilawati pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meringankan hukumannya, bahkan Kemlu sudah berkunjung sebanyak 47 kali ke penjara Tuti sejak 2011, dan memfasilitasi keluarga almarhumah tiga kali ke Arab Saudi untuk bertemu Tuti.
Seperti diketahui, Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka, Jawa Barat ini diketahui dieksekusi mati pada 29 Oktober 2018 pagi waktu Arab Saudi. Menlu RI Retno Marsudi dalam keterangannya di Bali, hari ini, mengaku langsung menghubungi Menlu Arab Saudi dan menyampaikan protes. Retno, juga telah memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia dari Jakarta ke Bali untuk meminta penjelasan terkait hal itu.
Tuti sendiri berhadapan dengan kasus hukum karena memukul majikannya bernama Suud Malhaq Al Utibi di rumah majikannya di Kota Thaif pada 11 Mei 2010 dengan kayu. Tuti juga dituduh membawa lari perhiasan milik majikannya tersebut.
Ibu Tuti, Iti Sarniti, menyebut Tuti tidak berniat membunuh majikannya, melainkan membela diri. Setelah membunuh majikannya, Tuti berusaha kabur dari rumah namun bertemu dengan sembilan pria yang kemudian melakukan pelecehan seksual terhadapnya.
(maf)