Climate Institute Ajak Generasi Milenial Peduli Perubahan Iklim
A
A
A
JAKARTA - Perubahan iklim menjadi ancaman serius dunia. Harus ada langkah nyata dan kebijakan radikal agar penanganan perubahan iklim lebih serius. Disini, generasi milenial memiliki peran signifikan.
Billy Aries dari Climate Institute menuturkan, generasi milenial harus menjadi agen perubahan untuk menjadikan pembangunan lebih berwawasan lingkungan.
"Kita bayangkan kalau generasi milenial mau menyuarakan soal perubahan iklim ini pasti berefek. Misalnya melalui media sosial. Milenial adalah ujung tombak perubahan di Indonesia," ujar Billy dalam diskusi bertajuk "Mengarusutamakan Isu Lingkungan Bagi Generasi Milenial" di Jakarta, Kamis malam 18 Oktober 2018.
Billy mengatakan, di zaman sekarang, tidak ada suara yang lebih nyaring dari suara medsos yang saat ini dikuasai oleh generasi milenial.
"Kekuatan medsos punya kekuatan daya dobrak informasi. Generasi milenial punya akses lebih dalam teknologi informasi dan memiliki jaringan kuat. Dengan keunggulan inilah maka jika mereka sudah peduli dan menjadikan isu lingkungan sebagai isu sentral maka perubahan iklim di Indonesia dapat dikendalikan," urainya.
Billy menuturkan, kebijakan isu lingkungan terutama perubahan iklim, harus dijadikan kebijakan masa depan dan menjadi tanggungjawab semua pihak.
"Dan kita juga harus lebih dalam mendorong isu perubahan iklim sebagai isu yang lebih substantif. Misalnya target penekanan emisi tidak diletakkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi misalnya di Kementerian Dalam Negeri, pasti itu akan lebih berefek," katanya.
Dia mencontohkan, di tahun politik seperti sekarang, bagaimana penyelenggara pemilu bisa memasukkan isu kepedulian lingkungan dalam debat kandidat capres-cawapres atau kepala daerah. Sehingga, nantinya kepala daerah atau presiden bisa menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari upaya elektoral dalam memimpin lima tahun kedepan," tuturnya.
Saat ini, kata Billy, isu lingkungan masih belum menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan pembangunan, hal inilah yang membuat pembangunan di Indonesia menjadi tidak berkelanjutan.
Diperlukan perubahan yang radikal yang bisa mengangkat isu lingkungan menjadi isu sentral dalam menentukan kebijakan pembangunan nasional.
Sebagai upaya kampanye kepedulian terhadap perubahan iklim, Climate Institute bekerja sama dengan FNF Indonesia meluncurkan rangkaian kegiatan untuk mitigasi perubahan iklim.
Di antaranya dengan menggelar workshop Mitigasi Perubahan Iklim dan isu-isu lingkungan lainnya di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bekasi, Malang, dan Manado.
Sementara itu, Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mengatakan, berbagai permasalahan lingkungan global terus muncul dengan kecepatan yang semakin meningkat. Tindakan perubahan bertahap seperti biasanya sudah bukan menjadi pilihan.
"Perubahan radikal harus mulai dilakukan, dan generasi milenial perlu disiapkan untuk itu," timpalnya.
Dikatakan Mahawan, Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai entitas ilmiah dengan ribuan peneliti lintas negara, dalam laporan terbarunya menyatakan bahwa menjaga kenaikan suhu permukaan bumi di bawah 2 derajat Celcius tidaklah cukup.
"Namun harus di bawah 1,50 derajat Celcius untuk menghindari terjadinya irreversible change sistem kehidupan," tandasnya.
Menurutnya, Indonesia selama periode 2010-2014 menunjukkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang diukur dengan CO2 ekuivalen mencapai 13% per tahunnya, lebih besar dari proyeksinya sebesar 5%. Bencana alam, terutama bencana hidrometeorologis di Indonesia meningkat 16 kali lipat sejak tahun 2002.
Billy Aries dari Climate Institute menuturkan, generasi milenial harus menjadi agen perubahan untuk menjadikan pembangunan lebih berwawasan lingkungan.
"Kita bayangkan kalau generasi milenial mau menyuarakan soal perubahan iklim ini pasti berefek. Misalnya melalui media sosial. Milenial adalah ujung tombak perubahan di Indonesia," ujar Billy dalam diskusi bertajuk "Mengarusutamakan Isu Lingkungan Bagi Generasi Milenial" di Jakarta, Kamis malam 18 Oktober 2018.
Billy mengatakan, di zaman sekarang, tidak ada suara yang lebih nyaring dari suara medsos yang saat ini dikuasai oleh generasi milenial.
"Kekuatan medsos punya kekuatan daya dobrak informasi. Generasi milenial punya akses lebih dalam teknologi informasi dan memiliki jaringan kuat. Dengan keunggulan inilah maka jika mereka sudah peduli dan menjadikan isu lingkungan sebagai isu sentral maka perubahan iklim di Indonesia dapat dikendalikan," urainya.
Billy menuturkan, kebijakan isu lingkungan terutama perubahan iklim, harus dijadikan kebijakan masa depan dan menjadi tanggungjawab semua pihak.
"Dan kita juga harus lebih dalam mendorong isu perubahan iklim sebagai isu yang lebih substantif. Misalnya target penekanan emisi tidak diletakkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi misalnya di Kementerian Dalam Negeri, pasti itu akan lebih berefek," katanya.
Dia mencontohkan, di tahun politik seperti sekarang, bagaimana penyelenggara pemilu bisa memasukkan isu kepedulian lingkungan dalam debat kandidat capres-cawapres atau kepala daerah. Sehingga, nantinya kepala daerah atau presiden bisa menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari upaya elektoral dalam memimpin lima tahun kedepan," tuturnya.
Saat ini, kata Billy, isu lingkungan masih belum menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan pembangunan, hal inilah yang membuat pembangunan di Indonesia menjadi tidak berkelanjutan.
Diperlukan perubahan yang radikal yang bisa mengangkat isu lingkungan menjadi isu sentral dalam menentukan kebijakan pembangunan nasional.
Sebagai upaya kampanye kepedulian terhadap perubahan iklim, Climate Institute bekerja sama dengan FNF Indonesia meluncurkan rangkaian kegiatan untuk mitigasi perubahan iklim.
Di antaranya dengan menggelar workshop Mitigasi Perubahan Iklim dan isu-isu lingkungan lainnya di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bekasi, Malang, dan Manado.
Sementara itu, Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mengatakan, berbagai permasalahan lingkungan global terus muncul dengan kecepatan yang semakin meningkat. Tindakan perubahan bertahap seperti biasanya sudah bukan menjadi pilihan.
"Perubahan radikal harus mulai dilakukan, dan generasi milenial perlu disiapkan untuk itu," timpalnya.
Dikatakan Mahawan, Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai entitas ilmiah dengan ribuan peneliti lintas negara, dalam laporan terbarunya menyatakan bahwa menjaga kenaikan suhu permukaan bumi di bawah 2 derajat Celcius tidaklah cukup.
"Namun harus di bawah 1,50 derajat Celcius untuk menghindari terjadinya irreversible change sistem kehidupan," tandasnya.
Menurutnya, Indonesia selama periode 2010-2014 menunjukkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang diukur dengan CO2 ekuivalen mencapai 13% per tahunnya, lebih besar dari proyeksinya sebesar 5%. Bencana alam, terutama bencana hidrometeorologis di Indonesia meningkat 16 kali lipat sejak tahun 2002.
(sms)