Syafruddin Sebut BPPN Hanya sebagai Pelaksana Tugas KKSK
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung mengatakan, pihaknya berhasil mengantisipasi pihak-pihak tertentu yang mencoba merongrong untuk mengambil keuntungan dari sejumlah aset terkait BLBI yang ditangani BPPN.
Syafruddin menyampaikan keterangan tersebut saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Menurutnya, ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengambil keuntungan mengingat aset-aset seperti bank sejumlah kredit macet itu merupakan bekas milik sejumlah konglomerat.
"Karena bank-bank yang akan ditutup atau mau disehatkan itu bank eks konglemerat dan kredit-kredit macet itu banyak sekali berasal dari kelompok-kelompok konglomerat pengusaha-pengusaha besar," katanya.
Lanjut Syafruddin, pihak-pihak tertentu itu melakukan lobi-lobi baik melalui partai politik (parpol), DPR, hingga pemerintah. Mereka juga berupaya menekan BPPN.
"Pada umumnya mereka lakukan lobi-lobi melalui parpol, DPR, dan juga pemerintah dan juga menekan kita. Jadi 3 bulan pertama saya merasakan tekanan itu luar biasa besarnya," katanya.
(Baca juga: Dalam Sidang, Syafruddin Jelaskan Soal Penyehatan Ekonomi)
Syafruddin mengaku bisa mengantisipasi itu di antaranya melalui proses edukasi kepada stakeholder terkait bahwa BPPN itu melaksanakan tugas atas kebijakan yang telah diputuskan pemerintah.
"Kami itu pelaksana tugas, yang membuat kebijakan itu pemerintah dan KKSK. Jadi kami hanya sebagai pelaksana. Jadi tidak ada kewenangan kami dalam kebijakan. Jadi apapun yang diperintahkan oleh KKSK dan kabinet kami laksanakan," ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Syafrudidn, tidak ada ruang bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu itu untuk melakukan negosiasi dengan BPPN karena BPPN adalah pelaksana kebijakan dari pemerintah atau KKSK.
"Kalau kita yang buat kebijakan, di situlah intervensi yang terjadi. Tapi karena tugas BPPN itu hanya melaksanakan, jadi kami hanya katakan kepada mereka, 'Silakan komunikasi dengan pemerintah, bahwa kebijakan yang menyusun itu pemerintah, kabinet dan KKSK. Kami dalam posisi yang melaksanakan tugas'," tuturnya.
"Jadi sangat sederhana sekali. Jadi keputusan seperti A, kami laksanakan. Jadi tidak ada ruang negosiasi antara kami di BPPN dengan pengusaha besar atau dengan kekuatan parpol," jelasnya di depan majelis hakim.
Syafruddin menyampaikan keterangan tersebut saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Menurutnya, ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengambil keuntungan mengingat aset-aset seperti bank sejumlah kredit macet itu merupakan bekas milik sejumlah konglomerat.
"Karena bank-bank yang akan ditutup atau mau disehatkan itu bank eks konglemerat dan kredit-kredit macet itu banyak sekali berasal dari kelompok-kelompok konglomerat pengusaha-pengusaha besar," katanya.
Lanjut Syafruddin, pihak-pihak tertentu itu melakukan lobi-lobi baik melalui partai politik (parpol), DPR, hingga pemerintah. Mereka juga berupaya menekan BPPN.
"Pada umumnya mereka lakukan lobi-lobi melalui parpol, DPR, dan juga pemerintah dan juga menekan kita. Jadi 3 bulan pertama saya merasakan tekanan itu luar biasa besarnya," katanya.
(Baca juga: Dalam Sidang, Syafruddin Jelaskan Soal Penyehatan Ekonomi)
Syafruddin mengaku bisa mengantisipasi itu di antaranya melalui proses edukasi kepada stakeholder terkait bahwa BPPN itu melaksanakan tugas atas kebijakan yang telah diputuskan pemerintah.
"Kami itu pelaksana tugas, yang membuat kebijakan itu pemerintah dan KKSK. Jadi kami hanya sebagai pelaksana. Jadi tidak ada kewenangan kami dalam kebijakan. Jadi apapun yang diperintahkan oleh KKSK dan kabinet kami laksanakan," ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Syafrudidn, tidak ada ruang bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu itu untuk melakukan negosiasi dengan BPPN karena BPPN adalah pelaksana kebijakan dari pemerintah atau KKSK.
"Kalau kita yang buat kebijakan, di situlah intervensi yang terjadi. Tapi karena tugas BPPN itu hanya melaksanakan, jadi kami hanya katakan kepada mereka, 'Silakan komunikasi dengan pemerintah, bahwa kebijakan yang menyusun itu pemerintah, kabinet dan KKSK. Kami dalam posisi yang melaksanakan tugas'," tuturnya.
"Jadi sangat sederhana sekali. Jadi keputusan seperti A, kami laksanakan. Jadi tidak ada ruang negosiasi antara kami di BPPN dengan pengusaha besar atau dengan kekuatan parpol," jelasnya di depan majelis hakim.
(maf)