Universitas Pancasila Gelar Seminar Rekayasa Teknologi 2018
A
A
A
JAKARTA - Fakultas Teknik Universitas Pancasila (UP) menggelar Seminar Rekayasa Teknologi (Semrestek) 2018, Senin (20/8/2018).
Seminar yang mengusung tema Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan Green Technology untuk Kemandirian Bangsa.
Seminar ini diikuti ratusan peserta. Hadir dalam acara tersebut Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Siswono Yudo Husodo.
"Sumber tenaga listrik Indonesia itu sangat didominasi oleh fosil, seperti batubara 50,28 persen, gas 24,2 persen, BBM 11, 7 persen, air hanya 6, 5 persen, 4, 4 persen itu jika dilihat posisi sekarang,” tutur Siswono, Senin (20/8/2018).
Dia menuturkan dari potensi energi di Tanah Air belum dimaksimalkan. Misalnya, potensi tenaga air di Indonesia 75 ribu mega watt, sementara yang baru dipakai baru 5.250 mega watt.
"Artinya baru 7 persen, panas bumi 29. 475 mega watt. "Yang dipakai baru 1403 mega watt atau baru 4,8 persen," tukasnya.
Yang luar biasa, kata Siswono adalah biomas dari hasil pertanian, limbah sawit, limbah tebu dan lain-lain, potensinya 32 ribu mega watt dan yang dipakai baru 1.740 mega watt atau 5,4 persen.
“Nah sekarang bahkan, ketika negara-negara lain mengganti ke EBT, seperti memakai surya, hidro, angin, gelombang laut, Indonesia baru membangun beberapa pusat tenaga listrik baru dari batubara, saya mengira itu jangan-jangan di scrap dari negara asalnya sudah tidak dipakai, mereka mengganti ke EBT, daripada jadi besi tua dijual ke Indonesia, itu yang saya khawatir jika itu terjadi,” ucapnya.
Dia memaparkan, jika belajar dari New Zealand, 90 persen lebih sumber listriknya dari hidro dan panas bumi.
Menurut dia, temannya yang tinggal di sana heran terhadap Indonesia yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, tapi yang dipakai baru 4, 8%.
Siswono pun mengapresiasi kegiatan yang dilakukan Fakultas Teknik UP saat ini dengan menghadirkan pembicara, antara lain profesor dari berbagai negara, dalam negeri, dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan undangan dari Tegal yang saat ini bersama UP ingin mengembangkan energi dari sampah di Kota Tegal.
"Saya berharap dari seminar ini, referensinya dapat didengar oleh seluruh pihak, karena yang paling utama adalah keputusan politik. Jika keputusan politiknya mulai dari RI 1 (presiden) hingga DPR menetapkan Indonesia harus mengganti ke EBT dalam waktu cepat, itu implementasi ke bawahnya mudah," tuturnya.
Pemerintah menargetkan pada tahun ini kondisi EBT baru 6%. Ditargetkan pada 2020 naik menjadi 17%, 2025 menjadi 23%.
Seminar yang mengusung tema Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan Green Technology untuk Kemandirian Bangsa.
Seminar ini diikuti ratusan peserta. Hadir dalam acara tersebut Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Siswono Yudo Husodo.
"Sumber tenaga listrik Indonesia itu sangat didominasi oleh fosil, seperti batubara 50,28 persen, gas 24,2 persen, BBM 11, 7 persen, air hanya 6, 5 persen, 4, 4 persen itu jika dilihat posisi sekarang,” tutur Siswono, Senin (20/8/2018).
Dia menuturkan dari potensi energi di Tanah Air belum dimaksimalkan. Misalnya, potensi tenaga air di Indonesia 75 ribu mega watt, sementara yang baru dipakai baru 5.250 mega watt.
"Artinya baru 7 persen, panas bumi 29. 475 mega watt. "Yang dipakai baru 1403 mega watt atau baru 4,8 persen," tukasnya.
Yang luar biasa, kata Siswono adalah biomas dari hasil pertanian, limbah sawit, limbah tebu dan lain-lain, potensinya 32 ribu mega watt dan yang dipakai baru 1.740 mega watt atau 5,4 persen.
“Nah sekarang bahkan, ketika negara-negara lain mengganti ke EBT, seperti memakai surya, hidro, angin, gelombang laut, Indonesia baru membangun beberapa pusat tenaga listrik baru dari batubara, saya mengira itu jangan-jangan di scrap dari negara asalnya sudah tidak dipakai, mereka mengganti ke EBT, daripada jadi besi tua dijual ke Indonesia, itu yang saya khawatir jika itu terjadi,” ucapnya.
Dia memaparkan, jika belajar dari New Zealand, 90 persen lebih sumber listriknya dari hidro dan panas bumi.
Menurut dia, temannya yang tinggal di sana heran terhadap Indonesia yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, tapi yang dipakai baru 4, 8%.
Siswono pun mengapresiasi kegiatan yang dilakukan Fakultas Teknik UP saat ini dengan menghadirkan pembicara, antara lain profesor dari berbagai negara, dalam negeri, dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan undangan dari Tegal yang saat ini bersama UP ingin mengembangkan energi dari sampah di Kota Tegal.
"Saya berharap dari seminar ini, referensinya dapat didengar oleh seluruh pihak, karena yang paling utama adalah keputusan politik. Jika keputusan politiknya mulai dari RI 1 (presiden) hingga DPR menetapkan Indonesia harus mengganti ke EBT dalam waktu cepat, itu implementasi ke bawahnya mudah," tuturnya.
Pemerintah menargetkan pada tahun ini kondisi EBT baru 6%. Ditargetkan pada 2020 naik menjadi 17%, 2025 menjadi 23%.
(dam)