Hari Kemerdekaan Jadi Momen Perkuat Dialog dan Akal Sehat
A
A
A
JAKARTA - Berbagai cara dan tradisi dilakukan bangsa Indonesia untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-73 Republik Indonesia (RI).Mulai upacara bendera hingga berbagai macam lomba selalu mewarnai suasana di Hari Kemerdekaan. Tujuannya, selain untuk memperingati momen Proklamasi Kemerdekaan, upaya-upaya itu juga untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun di tengah kemajuan teknologi informasi yang melahirkan media sosial (medsos) seperti saat ini, bangsa Indonesia tidak hanya harus menjaga persatuan dan kesatuan di dunia nyata, tetapi juga harus aktif ‘memerahputihkan’ dunia maya dengan pesan-pesan persatuan dan kedamaian.
Sebab, dunia maya telah dimanfaatkan kelompok yang anti-NKRI untuk menyebarkan berita bohong (hoaks), ujaran kebencian (hate speech), fitnah, adu domba, yang tujuannya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan RI.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan penyebaran pesan persatuan dan perdamaian di medsos harus terus digalakkan.
Dia mengingatkan, ada dua hal yang harus dijaga dalam berinteraksi di medsos. Pertama, nalar atau akal yang sehat.
Menurut dia, hal tersebut penting untuk melakukan filterisasi terhadap narasi yang diproduksi banyak kelompok yang kecenderungan ekstremisme.
“Akal yang sehat ini akan membuat filterisasi mana yang baik untuk Indonesia dan mana yang baik untuk anak muda khususnya, juga untuk masyarakat secara keseluruhan,” ujar Dahnil.
Kedua, sambung Dahnil, akal sehat saja tidak cukup. Tetapi harus punya akhlak yang baik. Menurut dia, substansi dalam beragama itu sebenarnya akhlak yang baik. Itu pernah dicontohkan Rasulullah SAW saat ditanya tenang makna agama. Beliau menjawab bahwa agama itu adalah akhlak yang baik.
“Substansi beragama adalah menghadirkan akhlak yang baik. Kalau kemudian narasi-narasi ekstremisme itu diproduksi di media sosial itu dengan narasi kebencian kepada kelompok lain, tidak welcoming the others. Bagi saya narasi ekstremisme adalah narasi yang tidak bersesuaian dengan nilai akhlak yang baik dalam islam. Oleh sebab itu, rawat akal sehat hadirkan akhlak yang baik dalam untuk menjaga persatuan dan kesatuan, terutama di media sosial,” tuturnya pada Rabu 15 Agustus 2018
Menjelang peringatan HUT ke-73 RI ini, Dahnil juga mengajak generasi muda untuk mengingat sejarah. Menurutnya, selama ini momentum peringatan 17 Agustus, jarang digali bahwa Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan para pemuda dan berkat semangat pemuda itulah kemudian diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Bahkan sebelum proklamasi, kata dia, para proklamator Indonesia sempat melakukan proses dialog dengan para pemuda. Jauh sebelum itu, ide pertama dilakukan persatuan lahir juga dari para pemuda dengan adanya Sumpah Pemuda 1928, dimana melalui proses dialog, Jong java, Jong Celebes, Jong Sumatera, Jong Ambon dan lain-lain menyatakan tekad yang satu, yaitu Indonesia. Tekad itu dicanangkan di tengah perbedaan yang ada di Indonesia.
Lalu apa yang membuat para pemuda itu merasa sama dan bersatu? Dahnil menjelaskan semua itu didasari akal sehat. Orang yang akalnya sehat pasti bisa melihat perbedaan sebagai sesuatu yang menyatukan karena bisa berdialog.
Jadi, kata Dahnil, perbedaan itu justru bukan memecah, tapi menyatukan. Jadi jangan dipaksa untuk sama, tapi bagaimana mencari cara agar setiap individu bisa menerima perbedaan dan menyatukan.
“17 Agustus harusnya kita maknai itu sebagai momentum persatuan. Anak muda jangan antidialog, anak muda jangan tutup akal sehatnya dan akal baiknya. Peringatan hari kemerdekaan ini sebagai momentum untuk memaknai bahwa persatuan dan kesatuan Indonesia disatukan oleh tradisi dialog dan akal sehat. itu harus diwujudkan baik dalam keseharian di dunia nyata dan saat berinteraksi di dunia maya,” tutur Dahnil.Apalagi lagi saat ini bangsa Indonesia tengah memasuki tahapan pemilihan umum (pemilu), Dahnil kembali mengingatkan kata kunci di atas, yaitu akal sehat dan akhlak baik.
Menurut dia, bila orang memiliki dua kunci itu maka perbedaan itu bukan suatu yang mengerikan, tetapi perbedaan itu diartikan sebagai sesuatu yang menggembirakan karena substansi kehidupan beragama dan kehidupan kebangsaan adalah keberagaman.
Dahnil menegaskan keragaman itu adalah sunatullah dan tidak bisa ditolak. Justru keberagaman itu harus digembirakan. Orang yang menggembirakan keberagaman adalah orang yang akhlaknya tinggi dan akalnya sehat.
Sebaliknya, sambung dia, orang yang tidak bisa menerima perbedaan pasti tidak bisa berdialog karena akalnya tidak sehat. Oleh sebab itu, etika Pilpres, tidak masalah mau pilih siapa pun asal tidak merusak substasi dasar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.
“Jangan rusak NKRI kita, jangan rusak persatuan kita. Jadi kontestasi Pilpres harus dibingkai dalam kontestasi gagasan dan ide. Bukan kontestasi dalam bentuk identitas, misalnya identitas keagamaan, latar belakang, dan sebagainya. Berbeda tidak apa-apa, malah justru perbedaan itu menunjukkan kita bangsa yang besar, demokrasi yag berbeda, debat yang sengit menunjukkan bahwa demokrasi kita sehat,” tuturnya.
Namun di tengah kemajuan teknologi informasi yang melahirkan media sosial (medsos) seperti saat ini, bangsa Indonesia tidak hanya harus menjaga persatuan dan kesatuan di dunia nyata, tetapi juga harus aktif ‘memerahputihkan’ dunia maya dengan pesan-pesan persatuan dan kedamaian.
Sebab, dunia maya telah dimanfaatkan kelompok yang anti-NKRI untuk menyebarkan berita bohong (hoaks), ujaran kebencian (hate speech), fitnah, adu domba, yang tujuannya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan RI.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan penyebaran pesan persatuan dan perdamaian di medsos harus terus digalakkan.
Dia mengingatkan, ada dua hal yang harus dijaga dalam berinteraksi di medsos. Pertama, nalar atau akal yang sehat.
Menurut dia, hal tersebut penting untuk melakukan filterisasi terhadap narasi yang diproduksi banyak kelompok yang kecenderungan ekstremisme.
“Akal yang sehat ini akan membuat filterisasi mana yang baik untuk Indonesia dan mana yang baik untuk anak muda khususnya, juga untuk masyarakat secara keseluruhan,” ujar Dahnil.
Kedua, sambung Dahnil, akal sehat saja tidak cukup. Tetapi harus punya akhlak yang baik. Menurut dia, substansi dalam beragama itu sebenarnya akhlak yang baik. Itu pernah dicontohkan Rasulullah SAW saat ditanya tenang makna agama. Beliau menjawab bahwa agama itu adalah akhlak yang baik.
“Substansi beragama adalah menghadirkan akhlak yang baik. Kalau kemudian narasi-narasi ekstremisme itu diproduksi di media sosial itu dengan narasi kebencian kepada kelompok lain, tidak welcoming the others. Bagi saya narasi ekstremisme adalah narasi yang tidak bersesuaian dengan nilai akhlak yang baik dalam islam. Oleh sebab itu, rawat akal sehat hadirkan akhlak yang baik dalam untuk menjaga persatuan dan kesatuan, terutama di media sosial,” tuturnya pada Rabu 15 Agustus 2018
Menjelang peringatan HUT ke-73 RI ini, Dahnil juga mengajak generasi muda untuk mengingat sejarah. Menurutnya, selama ini momentum peringatan 17 Agustus, jarang digali bahwa Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan para pemuda dan berkat semangat pemuda itulah kemudian diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Bahkan sebelum proklamasi, kata dia, para proklamator Indonesia sempat melakukan proses dialog dengan para pemuda. Jauh sebelum itu, ide pertama dilakukan persatuan lahir juga dari para pemuda dengan adanya Sumpah Pemuda 1928, dimana melalui proses dialog, Jong java, Jong Celebes, Jong Sumatera, Jong Ambon dan lain-lain menyatakan tekad yang satu, yaitu Indonesia. Tekad itu dicanangkan di tengah perbedaan yang ada di Indonesia.
Lalu apa yang membuat para pemuda itu merasa sama dan bersatu? Dahnil menjelaskan semua itu didasari akal sehat. Orang yang akalnya sehat pasti bisa melihat perbedaan sebagai sesuatu yang menyatukan karena bisa berdialog.
Jadi, kata Dahnil, perbedaan itu justru bukan memecah, tapi menyatukan. Jadi jangan dipaksa untuk sama, tapi bagaimana mencari cara agar setiap individu bisa menerima perbedaan dan menyatukan.
“17 Agustus harusnya kita maknai itu sebagai momentum persatuan. Anak muda jangan antidialog, anak muda jangan tutup akal sehatnya dan akal baiknya. Peringatan hari kemerdekaan ini sebagai momentum untuk memaknai bahwa persatuan dan kesatuan Indonesia disatukan oleh tradisi dialog dan akal sehat. itu harus diwujudkan baik dalam keseharian di dunia nyata dan saat berinteraksi di dunia maya,” tutur Dahnil.Apalagi lagi saat ini bangsa Indonesia tengah memasuki tahapan pemilihan umum (pemilu), Dahnil kembali mengingatkan kata kunci di atas, yaitu akal sehat dan akhlak baik.
Menurut dia, bila orang memiliki dua kunci itu maka perbedaan itu bukan suatu yang mengerikan, tetapi perbedaan itu diartikan sebagai sesuatu yang menggembirakan karena substansi kehidupan beragama dan kehidupan kebangsaan adalah keberagaman.
Dahnil menegaskan keragaman itu adalah sunatullah dan tidak bisa ditolak. Justru keberagaman itu harus digembirakan. Orang yang menggembirakan keberagaman adalah orang yang akhlaknya tinggi dan akalnya sehat.
Sebaliknya, sambung dia, orang yang tidak bisa menerima perbedaan pasti tidak bisa berdialog karena akalnya tidak sehat. Oleh sebab itu, etika Pilpres, tidak masalah mau pilih siapa pun asal tidak merusak substasi dasar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.
“Jangan rusak NKRI kita, jangan rusak persatuan kita. Jadi kontestasi Pilpres harus dibingkai dalam kontestasi gagasan dan ide. Bukan kontestasi dalam bentuk identitas, misalnya identitas keagamaan, latar belakang, dan sebagainya. Berbeda tidak apa-apa, malah justru perbedaan itu menunjukkan kita bangsa yang besar, demokrasi yag berbeda, debat yang sengit menunjukkan bahwa demokrasi kita sehat,” tuturnya.
(dam)