Indonesia Masih dalam Fase Ketahanan Pangan

Kamis, 28 Juni 2018 - 21:27 WIB
Indonesia Masih dalam Fase Ketahanan Pangan
Indonesia Masih dalam Fase Ketahanan Pangan
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko membeberkan sejumlah masalah yang kini dihadapi petani di Tanah Air.

Salah satu tantangan utama kian sempitnya lahan yang dikelola. Karenanya, berbagai upaya harus terus dilakukan pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan bahan pangan pokok bagi seluruh masyarakat.

Hingga saat ini Indonesia masih berada pada tahap ketahanan pangan, belum mencapai fase swasembada pangan.

"Rata-rata nasional lahan petani kita 0,2 sampai 0,3 hektare. Lahan yang kecil itu juga rusak karena penggunaan pestisida dan pupuk anorganik yang berlebihan," tutur Moeldoko saat menghadiri Agriculture and Food Forum (ASAFF) yang diselenggarakan HKTI, di JCC, Jakarta, Kamis (28/6/).

Pengelolaan pascapanen menjadi tantangan. Petani juga kehilangan hasil pertanian. Sebanyak 10 persen kalau tidak dikelola dengan baik. Penggunaan teknologi dikatakannya juga masih belum terlalu menyentuh proses pengolahan lahan.

"Manajemen. Petani tidak terbiasa dengan pendekatan manajemen. Mereka business as usual. Ya sudah seperti itu saja," ujar Kepala Staf Presiden yang mantan Panglima TNI ini.

Di sisi lain, permodalan juga masih menjadi kendala. Meskipun Pemerintah sudah hadir dalam berbagai program untuk membantu permodalan petani, tapi masih saja petani sulit mengakses perbankan. Ke depan, ini harus disolusikan.

"Kalau bicara ketahanan pangan, yang terpenting barangnya ada, masyarakat bisa menikmati, dan harganya cukup stabil. Kalau itu yang terjadi, maka stok pangan nasional tidak boleh kurang," tandasnya.

Menurut dia, salah satu opsi untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional jika produksi dalam negeri tidak mampu mencapai targetnya adalah melakukan impor. Namun demikian, keran impor tentunya juga harus dilakukan berdasar data yang akurat.

"Kita harus paham bahwa kebutuhan nasional itu 2, 4 juta ton dalam satu bulan. Berarti kalau tidak bisa memenuhi itu kita harus impor. Kalau tidak impor ada persoalan besar yang dihadapi bangsa ini. Karena persoalan perut adalah persoalan yang sangat sensitif yang tidak bisa ditunda," katanya.

Moeldoko yang juga bergelar doktor dalam Ilmu administrasi negara itu mengatakan,memang perlu dipahami perlunya impor untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. "Kebutuhan impor itu masih dibutuhkan Indonesia. Kita harus realistis ya," ungkapnya.

Dia memahami keinginan Menteri Pertanian untuk menciptakan swasembada pangan. Namun hal itu tentunya bukan sesuatu yang mudah untuk dicapai. Terdapat sejumlah hal yang bisa menghambat tercapainya target itu, mulai dari cuaca, hama, hingga faktor lainnya.

"Tidak seperti yang kita gambarkan bahwa pertanian begitu tanam langsung panen, tidak. Banyak sekali hambatannya,” tandasnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5569 seconds (0.1#10.140)