Imparsial Nilai Perppu Antiterorisme Bisa Picu Kontroversi
A
A
A
JAKARTA - Direktur Imparsial Al Araf menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa menjadi kontroversi.
Maka itu, dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menahan diri untuk tidak menerbitkan Perppu itu."Saya minta pemerintah enggak usah menerapkan perppu, tidak perlu. Karena kalau nanti diterapkan Perppu akan menimbulkan kontroversi juga," kata Al Araf dalam diskusi bertajuk Nasib Pembahasan RUU Terorisme di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Terlebih, lanjut dia, pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah begitu panjang. "Menyisakan sedikit pasal, hanya tiga pasal. Ini perppu ditahan dahulu daripada nanti seperti kasus Perppu Ormas yang menimbulkan kontroversi dan ribut panjang," katanya.
Menurut dia, lebih baik merampungkan Revisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Diketahui, salah satu yang belum disepakati dalam revisi Undang-undang itu adalah definisi mengenai terorisme.
Al Araf berpendapat definisi mengenai terorisme tidak perlu diperdebatkan terlalu panjang. "Pakai Pasal 6 dan 8 di dalam Undang-undang 15 Tahun 2003 sebagai definisi, selesai," katanya.
Dia membeberkan, Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
"Selesai. Sebenarnya Pasal 6 ini definisi," ungkapnya.
Maka itu, dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menahan diri untuk tidak menerbitkan Perppu itu."Saya minta pemerintah enggak usah menerapkan perppu, tidak perlu. Karena kalau nanti diterapkan Perppu akan menimbulkan kontroversi juga," kata Al Araf dalam diskusi bertajuk Nasib Pembahasan RUU Terorisme di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Terlebih, lanjut dia, pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah begitu panjang. "Menyisakan sedikit pasal, hanya tiga pasal. Ini perppu ditahan dahulu daripada nanti seperti kasus Perppu Ormas yang menimbulkan kontroversi dan ribut panjang," katanya.
Menurut dia, lebih baik merampungkan Revisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Diketahui, salah satu yang belum disepakati dalam revisi Undang-undang itu adalah definisi mengenai terorisme.
Al Araf berpendapat definisi mengenai terorisme tidak perlu diperdebatkan terlalu panjang. "Pakai Pasal 6 dan 8 di dalam Undang-undang 15 Tahun 2003 sebagai definisi, selesai," katanya.
Dia membeberkan, Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
"Selesai. Sebenarnya Pasal 6 ini definisi," ungkapnya.
(dam)