Masyarakat Diingatkan Tak Mudah Terjebak Ujaran Kebencian
A
A
A
JAKARTA - Ujaran kebencian atau hate speech dinilai semakin masif di tengah masyarakat, baik melalui media sosial (medsos).
Hate speech dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat yang berujung perpecahan bangsa. Masyarakat diminta tidak mudah terjebak dengan perilaku hate speach agar bangsa Indonesia terbebas dari perpecahan, apalagi jika ujaran-ujaran kebencian itu ditunggangi kelompok-kelompok radikal atau kelompok lain yang menginginkan perpecahan di negeri ini.Kampanye untuk membangun perdamaian dan menghindarkan masyarakat dari berbagai konflik sosial itu harus dilakukan pada banyak level.
Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Siti Musdah Mulia, Jumat 11 Mei 2018, mengatakaan, pertama dimulai dari level keluarga."Sebagai orang tua perlu membicarakan isu perdamaian dan isu hate speech ini di rumah tangga. Karena di rumah tangga itu perlu ada komunikasi yang intens antara ibu, bapak, anak-anak dan seluruh anggota keluarga lainnya,” ujarnya.
Dia mengatakan, aktivitas menggunakan medsos di smartphone membuat manusia jarang melakukan komunikasi yang intens dalam lingkungan keluarga.
“Di dalam keluarga perlu ada waktu untuk kumpul bersama. Kita ceritakan kepada anak-anak kita bahwa Indonesia ini adalah sebuah negara yang didirikan dengan susah payah oleh para pendiri negara ini, yaitu para the founding fathers dan mothers kita yang mana mereka bersepakat mendirikan negara itu dengan mempersatukan semua agama, suku, tradisi yang mana orang berbicara dengan bahasa yang berbeda,” katanya.
Pada level keluarga ini, menurut dia, yang dapat menjadi kunci untuk menanamkan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kecintaan kepada ideologi bangsa Pancasila.Menurut dia, orangtua harus bisa menjelaskan mengenai bagaimna masyarakat bisa hidup dengan menekankan pentingnya sifat-sifat keilahian yang mana semua percaya kepada agamanya masing-masing,
“Kita jelaskan pentingnya persatuan dan kemudian kampanye tentang bagaimana kita harus serius menghindarkan diri dari semua bentuk konflik mulai dari hal yang terkecil, dimulai dengan tidak mentolelir sedikit pun hate speach, semua ujaran kebencian, ujaran yang mengandung permusuhan, ujaran yang mengandung penghinaan terhadap semua yang berbeda,” tutur Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender ini.
Setelah level keluarga, menurut dia, kampanye untuk membangun perdamaian juga perlu dilakukan di lingkungan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi.Menurut dia, setiap institusi pendidikan harus punya kebijakan yang konkret .“Kalau pihak sekolah sendiri tidak punya kebijakan konkret saya mempertanyakan loyalitasnya institusi pendidikan ini kepada negara itu di mana? Karena di berbagai negara yang pertama kali dibangun adalah rasa kebanggaan menjadi bangsa. Saya melihat di Finlandia itu bagaimana mereka menanamkan kebanggaan kepada anak-anak mengenai negerinya,” tuturnya.
Oleh karena itu kebijakan institusi pendidikan ini harus bener-bener tune in dengan apa yang sudah digariskan oleh bangsa ini. “Menteri Pendidikan harus memastikan bahwa semua institusi pendidikan itu memiliki kebijakan yang sangat kuat di dalam membangun nasionalisme, membangun patriotisme terhadap peserta didik,” ujarnya
Lalu selanjutnya menurut wanita kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini di level masyarakat juga perlu digalakkan upaya untuk membangun perdamaian antar sesama umat melalui para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh politik.Termasuk juga, sambung dia, tokoh budaya dan tokoh seni juga harus ikut dilibatkan untuk memberikan teladan dalam kehidupan bersama sebagai warga bangsa.
“Saya berharap para tokoh ini dapat memberikan teladan kepada masyarakat. Kalau para tokohnya tidak memberikan teladan, bagaimana kita berharap masyarakatnya menjadi lebih baik. Itulah gunanya menjadi tokoh harus selalu menjadi teladan dan panutan bagi masyarakat,” tuturnya.Aktivis sosial ini mengakui munculnya ujaran kebencian itu juga akibat kurang tegasnya aparat pemerintah dalam melakukan penindakan terhadap pelaku ujaran kebencian.Dia meminta aparat, terutama polisi dan pihak-pihak yang berwewenang untuk tidak membiarkan ujaran-ujaran kebencian itu muncul.
“Jangan biarkan, jangan memberikan komproni sedikit pun, kepada siapa pun mereka melakukan ujaran kebencian. Karena begitu ada satu yang dibiarkan maka itu akan menjadi jamur dan seperti virus yang gampang menyebar. Masyarakat juga harus diberikan peringatan, pengertian mana yang boleh dan tidak boleh. Saya pikir sosialisasi itu penting,” ujarnya.
Hate speech dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat yang berujung perpecahan bangsa. Masyarakat diminta tidak mudah terjebak dengan perilaku hate speach agar bangsa Indonesia terbebas dari perpecahan, apalagi jika ujaran-ujaran kebencian itu ditunggangi kelompok-kelompok radikal atau kelompok lain yang menginginkan perpecahan di negeri ini.Kampanye untuk membangun perdamaian dan menghindarkan masyarakat dari berbagai konflik sosial itu harus dilakukan pada banyak level.
Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Siti Musdah Mulia, Jumat 11 Mei 2018, mengatakaan, pertama dimulai dari level keluarga."Sebagai orang tua perlu membicarakan isu perdamaian dan isu hate speech ini di rumah tangga. Karena di rumah tangga itu perlu ada komunikasi yang intens antara ibu, bapak, anak-anak dan seluruh anggota keluarga lainnya,” ujarnya.
Dia mengatakan, aktivitas menggunakan medsos di smartphone membuat manusia jarang melakukan komunikasi yang intens dalam lingkungan keluarga.
“Di dalam keluarga perlu ada waktu untuk kumpul bersama. Kita ceritakan kepada anak-anak kita bahwa Indonesia ini adalah sebuah negara yang didirikan dengan susah payah oleh para pendiri negara ini, yaitu para the founding fathers dan mothers kita yang mana mereka bersepakat mendirikan negara itu dengan mempersatukan semua agama, suku, tradisi yang mana orang berbicara dengan bahasa yang berbeda,” katanya.
Pada level keluarga ini, menurut dia, yang dapat menjadi kunci untuk menanamkan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kecintaan kepada ideologi bangsa Pancasila.Menurut dia, orangtua harus bisa menjelaskan mengenai bagaimna masyarakat bisa hidup dengan menekankan pentingnya sifat-sifat keilahian yang mana semua percaya kepada agamanya masing-masing,
“Kita jelaskan pentingnya persatuan dan kemudian kampanye tentang bagaimana kita harus serius menghindarkan diri dari semua bentuk konflik mulai dari hal yang terkecil, dimulai dengan tidak mentolelir sedikit pun hate speach, semua ujaran kebencian, ujaran yang mengandung permusuhan, ujaran yang mengandung penghinaan terhadap semua yang berbeda,” tutur Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender ini.
Setelah level keluarga, menurut dia, kampanye untuk membangun perdamaian juga perlu dilakukan di lingkungan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi.Menurut dia, setiap institusi pendidikan harus punya kebijakan yang konkret .“Kalau pihak sekolah sendiri tidak punya kebijakan konkret saya mempertanyakan loyalitasnya institusi pendidikan ini kepada negara itu di mana? Karena di berbagai negara yang pertama kali dibangun adalah rasa kebanggaan menjadi bangsa. Saya melihat di Finlandia itu bagaimana mereka menanamkan kebanggaan kepada anak-anak mengenai negerinya,” tuturnya.
Oleh karena itu kebijakan institusi pendidikan ini harus bener-bener tune in dengan apa yang sudah digariskan oleh bangsa ini. “Menteri Pendidikan harus memastikan bahwa semua institusi pendidikan itu memiliki kebijakan yang sangat kuat di dalam membangun nasionalisme, membangun patriotisme terhadap peserta didik,” ujarnya
Lalu selanjutnya menurut wanita kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini di level masyarakat juga perlu digalakkan upaya untuk membangun perdamaian antar sesama umat melalui para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh politik.Termasuk juga, sambung dia, tokoh budaya dan tokoh seni juga harus ikut dilibatkan untuk memberikan teladan dalam kehidupan bersama sebagai warga bangsa.
“Saya berharap para tokoh ini dapat memberikan teladan kepada masyarakat. Kalau para tokohnya tidak memberikan teladan, bagaimana kita berharap masyarakatnya menjadi lebih baik. Itulah gunanya menjadi tokoh harus selalu menjadi teladan dan panutan bagi masyarakat,” tuturnya.Aktivis sosial ini mengakui munculnya ujaran kebencian itu juga akibat kurang tegasnya aparat pemerintah dalam melakukan penindakan terhadap pelaku ujaran kebencian.Dia meminta aparat, terutama polisi dan pihak-pihak yang berwewenang untuk tidak membiarkan ujaran-ujaran kebencian itu muncul.
“Jangan biarkan, jangan memberikan komproni sedikit pun, kepada siapa pun mereka melakukan ujaran kebencian. Karena begitu ada satu yang dibiarkan maka itu akan menjadi jamur dan seperti virus yang gampang menyebar. Masyarakat juga harus diberikan peringatan, pengertian mana yang boleh dan tidak boleh. Saya pikir sosialisasi itu penting,” ujarnya.
(dam)