Hari Pers Nasional, KPK Luncurkan Buku Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera
A
A
A
JAKARTA - Bertepatan dengan Hari Pers Nasional, KPK menggelar acara sarasehan pustaka berupa peluncuran dan bedah buku dengan judul 'Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera' di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Acara ini merupakan bentuk apresiasi KPK atas diterbitkanya buku karya 32 jurnalis yang pernah dan masih melakukan peliputan di lembaga anti korupsi tersebut.
Bedah buku ini menghadirkan tiga narasumber yakni, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, dan perwakilan Jurnalis sekaligus salah satu penulis buku dari KORAN SINDO, Sabir Laluhu. Sementara, moderator Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sabir Laluhu menceritakan, ide penulisan buku oleh 32 jurnalis yang pernah dan masih meliput di lembaga anti rasuah dan Pengadilan Tipikor ini berawal dari para jurnalis peliput KPK yang sering berkumpul dan ingin memberikan gambaran kepada publik sisi lain dari lembaga yang paling ditakuti para koruptor.
"Inti dari buku ini adalah bagimana sudut pandang para jurnalis memandang diri sendiri dan KPK baik secara lembaga maupun personil di dalamnya," kata Sabir Laluhu dalam peluncuran dan bedah buku 'Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera' di Aula Serba Guna, Gedung Merah Putih KPK, Jumat (9/2/2018).
Sabir menjelaskan, secara umum buku ini memotret tiga hal terkait perjalanan dan keberadaan KPK selama 15 tahun menjalankan penegakan hukum, terutama terkait pemberantasan korupsi. Pertama, proses, cara, dan perjalanan para jurnalis meliput di KPK dan Pengadilan Tipikor Jakarta serta mengawal KPK. Kedua, cara dan hasil kerja KPK secara kelembagaan. Ketiga, personil KPK yang menjalankan tugas penindakan maupun pencegahan
Selain itu, lanjut Sabir, sejak awal buku ini bertujuan ingin memberikan gambaran ‎dalam proses penegakkan hukum oleh lembaga anti korupsi hingga proses persidangan di Pengadilan Tipikor.
"Buku ini menunjukkan posisi para jurnalis yang sesesungguhnya dengan narasumber dan pos liputannya. Posisi jurnalis dekat dengan narasumber dan pos liputan, tapi juga kritis. Kita boleh dekat dengan KPK, tapi juga harus ada jarak yang kita jaga," tegas Sabir.
Dalam buku ini, banyak hal unik dan lucu yang tidak terungkap di pemberitaan. Ini merupakan sisi lain dari tugas dan tanggung jawab para jurnalis yang setiap hari melakukan peliputan di KPK dan Pengadilan Tipikor.
Selain itu, dalam buku ini juga menegaskan bahwa para jurnalis bukanlah perpanjangan tangan dari KPK. Buku ini, lanjut Sabir, minimal dapat meluruskan pemahaman publik bahwa jurnalis yang meliput di KPK juga tak segan mengkritik KPK secara lembaga maupun personil.
"Singkatnya, buku ini menempatkan dan menunjukkan bahwa, jurnalis adalah pengawas dan penjaga KPK. Jurnalis tidak mau lembaga anak kandung reformasi ini dihancurkan baik dari luar maupun dari dalam," tegasnya.
Bedah buku ini menghadirkan tiga narasumber yakni, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, dan perwakilan Jurnalis sekaligus salah satu penulis buku dari KORAN SINDO, Sabir Laluhu. Sementara, moderator Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sabir Laluhu menceritakan, ide penulisan buku oleh 32 jurnalis yang pernah dan masih meliput di lembaga anti rasuah dan Pengadilan Tipikor ini berawal dari para jurnalis peliput KPK yang sering berkumpul dan ingin memberikan gambaran kepada publik sisi lain dari lembaga yang paling ditakuti para koruptor.
"Inti dari buku ini adalah bagimana sudut pandang para jurnalis memandang diri sendiri dan KPK baik secara lembaga maupun personil di dalamnya," kata Sabir Laluhu dalam peluncuran dan bedah buku 'Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera' di Aula Serba Guna, Gedung Merah Putih KPK, Jumat (9/2/2018).
Sabir menjelaskan, secara umum buku ini memotret tiga hal terkait perjalanan dan keberadaan KPK selama 15 tahun menjalankan penegakan hukum, terutama terkait pemberantasan korupsi. Pertama, proses, cara, dan perjalanan para jurnalis meliput di KPK dan Pengadilan Tipikor Jakarta serta mengawal KPK. Kedua, cara dan hasil kerja KPK secara kelembagaan. Ketiga, personil KPK yang menjalankan tugas penindakan maupun pencegahan
Selain itu, lanjut Sabir, sejak awal buku ini bertujuan ingin memberikan gambaran ‎dalam proses penegakkan hukum oleh lembaga anti korupsi hingga proses persidangan di Pengadilan Tipikor.
"Buku ini menunjukkan posisi para jurnalis yang sesesungguhnya dengan narasumber dan pos liputannya. Posisi jurnalis dekat dengan narasumber dan pos liputan, tapi juga kritis. Kita boleh dekat dengan KPK, tapi juga harus ada jarak yang kita jaga," tegas Sabir.
Dalam buku ini, banyak hal unik dan lucu yang tidak terungkap di pemberitaan. Ini merupakan sisi lain dari tugas dan tanggung jawab para jurnalis yang setiap hari melakukan peliputan di KPK dan Pengadilan Tipikor.
Selain itu, dalam buku ini juga menegaskan bahwa para jurnalis bukanlah perpanjangan tangan dari KPK. Buku ini, lanjut Sabir, minimal dapat meluruskan pemahaman publik bahwa jurnalis yang meliput di KPK juga tak segan mengkritik KPK secara lembaga maupun personil.
"Singkatnya, buku ini menempatkan dan menunjukkan bahwa, jurnalis adalah pengawas dan penjaga KPK. Jurnalis tidak mau lembaga anak kandung reformasi ini dihancurkan baik dari luar maupun dari dalam," tegasnya.
(pur)