Peluang Calon Kepala Daerah dari Militer dan Sipil Sama

Selasa, 09 Januari 2018 - 18:00 WIB
Peluang Calon Kepala Daerah dari Militer dan Sipil Sama
Peluang Calon Kepala Daerah dari Militer dan Sipil Sama
A A A
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 kembali menggoda sejumlah perwira TNI/Polri yang aktif maupun purnawirawan untuk ikut berkompetisi menawarkan gagasan. Kendati demikian peluang mereka untuk memenangkan pilkada tidak lebih besar dari calon berlatar belakang sipil.

Dari data yang berhasil dihimpun, sejumlah perwira TNI/Polri yang ikut berpartisipasi di pilkada gelombang ketiga antara lain Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi (bacagub Sumut), Komandan Korem 031 Wira Bima Brigjen Edy Natar Nasution (bacawagub Riau), Kapenrem 041 Gamas Mayor Infanteri David Suardi (bacawalkot Bengkulu), Anjak Utama Bidang Sekolah Pimpinan Tinggi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Irjen Pol Anton Charliyan (bacawagub Jabar), perwira tinggi Badan Intelijen dan Keamanan Polri/ eks Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin (bacagub Kalimantan Timur), serta Analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil/eks Komandan Korps Brimob Irjen Pol Murad Ismail (bacagub Maluku).

Belum termasuk yang sudah purnatugas antara lain Mayjen TNI (purn) Sudrajat (bacagub Jabar), Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin (bacagub Jabar), serta Brigjen Pol (purn) Siswandi (bacawalkot Cirebon). Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, majunya sejumlah perwira TNI/Polri pada pilkada kali ini memang mengulang peristiwa yang sama pada 2015 maupun 2017. Meski di dua pelaksanaan pilkada sebelumnya itu, keikutsertaan perwira TNI/Polri dalam pilkada tidak menjamin yang bersangkutan melenggang mulus memenangkan persaingan.

"Memenangkan pilkada beda dengan memenangkan medan pertempuran," ujar Titi di Jakarta, Senin (8/1/2018). Pada perhelatan pesta demokrasi daerah 2015, dari 17 anggota TNI yang ikut bertanding hanya 4 yang memenangkan persaingan. Sementara dari 10 anggota Polri yang ikut bertanding, hanya 2 yang memenangkan persaingan. Adapun pada 2017 dari 4 anggota TNI yang bertanding, 2 di antaranya memenangkan persaingan. Sementara dari 3 anggota Polri yang ikut bertanding, 1 yang keluar sebagai pemenang.

"Kompleksitas elektoral berbeda karakternya dengan medan pertempuran. Publik punya harapan besar dan itu yang harus diperhatikan," kata Titi.

Titi melanjutkan, majunya perwira TNI/Polri juga harus disikapi secara bijak oleh masing-masing institusi. Keduanya menurut dia harus menegaskan posisinya sebagai pihak yang netral dalam pilkada dengan tidak mendukung sejumlah perwiranya yang ikut dalam kompetisi. "Institusi TNI/Polri semestinya tidak bias dalam menyikapi personelnya," tambah Titi.

Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai masuknya calon kepala daerah berlatar belakang TNI/Polri dapat dilihat sebagai bentuk kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi. "Mencermati fenomena ini sebetulnya ada problem kaderisasi partai," ucap Pangi.

Menurut Pangi, keringnya kaderisasi di partai ini membuat elite berpikir singkat akan sosok yang memiliki kemampuan dan berjiwa pemimpin. Padahal, masuknya calon dari kalangan militer tidak serta-merta membuat masyarakat menjatuhkan pilihan kepada mereka. "Mereka hanya mementingkan figur dari militer," tutur Pangi.

Dia pun menyayangkan masuknya perwira TNI/Polri aktif ke dalam pentas politik lokal, apalagi jika yang bersangkutan prestasi dan potensi yang besar untuk memajukan institusi dan bangsa ke depan. "Konsekuensinya kalau yang masih aktif saya sayangkan. Mungkin kalau yang sudah pensiun tidak apa," tambah Pangi.

Komisioner KPU Hasyim Asyari mengingatkan calon dari TNI/Polri, DPR, DPRD mau pun ASN untuk menyertakan surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri saat mendaftar. Begitu juga surat keterangan dari pimpinan lembaga yang menyetujui pengunduran diri tersebut. "Kalau surat keterangan tentang pimpinan lembaga itu diserahkan H+5 setelah penetapan calon," ucap Hasyim.

Menurut dia, untuk surat keterangan (SK) pemberhentian dapat diserahkan paling lambat 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon. Hasyim mengingatkan apabila hal ini diabaikan maka proses pencalonan yang bersangkutan dianggap batal. "Kalau tidak terpenuhi semua berarti dianggap tidak memenuhi syarat, konsekuensinya kemudian ya dibatalkan pencalonan," tambah Hasyim.

73 Bapaslon Mendaftar di 58 Daerah
Sementara itu hari pertama pendaftaran calon kepala daerah, ada 73 bakal pasangan calon (bapaslon) yang menyambangi Kantor KPU di masing-masing tempat. Ke-73 pasangan calon tersebut tersebar di 58 daerah 7 provinsi (9 bapaslon), 40 kabupaten (49 bapaslon), dan 11 kota (15 bapaslon).

Beberapa di antara yang mendaftar pada hari pertama seperti Lampung (Mustofa-Ahmad Jajuli, Herman HNSutono), Riau (Fadli Samsuar-Edi Nasution), Sumatera Utara (Edi Rahmayadi-Musa Rajaksa), Nusa Tenggara Timur (Eston Leyloh Foenay-Christian Rotok, Marianus Sae-Emilia Julia Nomieni), Sulawesi Tenggara (Asmani Arif-Syahrul Beddu), Kabupaten Sumedang (Setya Widodo-Sania, Dani Ahmad- Erwan Setyawan), Kabupaten Aceh Selatan (Zulkarnain-M Jasa), Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kabupaten Muara Enim (Ahmad Yani- Juarsa, Nurul Amam-Tamrin), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Iskandar-Djafar Shodiq), Kabupaten Kuningan, dan Kota Kediri (Abdullah Abu Bakar-Titik).

Komisioner KPU Ilham Saputra menyebut proses pendaftaran bapaslon pada hari pertama relatif aman dan lancar, dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga kota. Khusus untuk provinsi dari 17 yang ikut dalam proses pilkada, pendaftaran terjadi justru terjadi di sejumlah daerah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera Utara, Riau, Lampung, NTT, serta Sulawesi Tenggara. "Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah justru belum kita terima laporan terkait penerimaan calon," kata Ilham.

Catatan lain dari proses pendaftaran hari pertama adalah laporan adanya pengambilalihan proses pendaftaran calon oleh DPP akibat pengurus daerah yang dianggap berseberangan dengan rekomendasi yang diberikan. Daerah tersebut antara lain Sulawesi Tenggara dan Kota Bolaang Mongondow. Untuk kasus semacam ini, KPU menurut Ilham akan memfasilitasi pengambilalihan tersebut dengan membuat surat pengambilalihan yang sebelumnya dikonsultasikan dengan panwas setempat.

"Baru kemudian kita kirim ke sana via email untuk ditandatangani oleh koalisi partai yang sudah disepakati," kata Ilham.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8043 seconds (0.1#10.140)