Pemerintah Diminta Bikin Aturan Ketat Soal Penggunaan Bitcoin
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Pemerhati Hukum Siber Indonesia (HPHSI) meminta pemerintah membuat aturan ketat atas penggunaan Bitcoin. Terlebih penggunaan Bitcoin di Indonesia semakin meningkat dan sulit dibendung.
"Penggunaan bitcoin, perlu adanya regulasi yang mengatur baik dari pemerintah atau dari Bank Indonesia," kata Ketua HPHSI Galang Prayogo saat dihubungi wartawan, Rabu (3/1/2018).
Bahkan, Bitcoin kini menjadi pilihan populer untuk kalangan pebisnis dan investor di Indonesia. Para pebisnis dan investor ini menganggap Bitcoin memberikan keuntungan bagi para penggunanya.
Kendati demikian, dia menilai Indonesia belum mengakui Bitcoin sebagai mata uang ataupun alat pembayaran yang sah di Indonesia. Padahal beberapa transaksi di Indonesia diketahui menggunakan Bitcoin.
"Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Masyarakat dihimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin Dan virtual currency lainnya. Segala risiko terkait," ujarnya.
Dengan tidak diakui sebagai mata uang ataupun alat pembayaran yang sah, Bitcoin justru bisa memunculkan bahaya tersendiri. Dia menilai Bitcoin bisa saja dijadikan sebagai sarana bagi para penjahat keuangan, untuk mempraktikkan pencucian uang.
Ironisnya praktik pencucian uang hasil kejahatan ini, tidak bisa dicium auditor dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Virtual money untuk saat ini menjadi zona dimana aparat penegak hukum di Indonesia dan lembaga auditor keuangan pun sulit untuk melacak dan membuktikan aksi-aksi tersebut," kata pengajar Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) itu.
Dia menambahkan, seharusnya Indonesia bisa mencontoh beberapa negara menyikapi fenomena Bitcoin. Bitcoin di Amerika Serikat misalnya dikategorikan sebagai properti untuk tujuan perpajakan.
"Sama seperti Amerika Serikat, tetangganya yaitu Kanada juga mempertahankan sikap bersahabatnya terhadap Bitcoin sambil memastikan bahwa crypttocurrency tidak digunakan sebagai media pencucian uang. Bitcoin dipandang sebagai komoditas oleh CRA dan ini berarti transaksi Bitcoin dipandang sebagai transaksi barter serta pendapatan yang dihasilkan akan dianggap sebagai pendapatan bisnis," ungkapnya.
Sehingga, pemerintah Indonesia pada tahun 2018 ini diharapkan bisa lebih perhatian atas fenomena Bitcoin. Setidaknya perlu ada aturan yang dirancang atas penggunaan Bitcoin.
Dia menilai pemerintah lamban bergerak menyikapi fenomena Bitcoin. Maka itu, HPHSI mengkritik sikap pemerintah terhadap mata uang virtual itu.
"Penggunaan bitcoin, perlu adanya regulasi yang mengatur baik dari pemerintah atau dari Bank Indonesia," kata Ketua HPHSI Galang Prayogo saat dihubungi wartawan, Rabu (3/1/2018).
Bahkan, Bitcoin kini menjadi pilihan populer untuk kalangan pebisnis dan investor di Indonesia. Para pebisnis dan investor ini menganggap Bitcoin memberikan keuntungan bagi para penggunanya.
Kendati demikian, dia menilai Indonesia belum mengakui Bitcoin sebagai mata uang ataupun alat pembayaran yang sah di Indonesia. Padahal beberapa transaksi di Indonesia diketahui menggunakan Bitcoin.
"Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Masyarakat dihimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin Dan virtual currency lainnya. Segala risiko terkait," ujarnya.
Dengan tidak diakui sebagai mata uang ataupun alat pembayaran yang sah, Bitcoin justru bisa memunculkan bahaya tersendiri. Dia menilai Bitcoin bisa saja dijadikan sebagai sarana bagi para penjahat keuangan, untuk mempraktikkan pencucian uang.
Ironisnya praktik pencucian uang hasil kejahatan ini, tidak bisa dicium auditor dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Virtual money untuk saat ini menjadi zona dimana aparat penegak hukum di Indonesia dan lembaga auditor keuangan pun sulit untuk melacak dan membuktikan aksi-aksi tersebut," kata pengajar Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) itu.
Dia menambahkan, seharusnya Indonesia bisa mencontoh beberapa negara menyikapi fenomena Bitcoin. Bitcoin di Amerika Serikat misalnya dikategorikan sebagai properti untuk tujuan perpajakan.
"Sama seperti Amerika Serikat, tetangganya yaitu Kanada juga mempertahankan sikap bersahabatnya terhadap Bitcoin sambil memastikan bahwa crypttocurrency tidak digunakan sebagai media pencucian uang. Bitcoin dipandang sebagai komoditas oleh CRA dan ini berarti transaksi Bitcoin dipandang sebagai transaksi barter serta pendapatan yang dihasilkan akan dianggap sebagai pendapatan bisnis," ungkapnya.
Sehingga, pemerintah Indonesia pada tahun 2018 ini diharapkan bisa lebih perhatian atas fenomena Bitcoin. Setidaknya perlu ada aturan yang dirancang atas penggunaan Bitcoin.
Dia menilai pemerintah lamban bergerak menyikapi fenomena Bitcoin. Maka itu, HPHSI mengkritik sikap pemerintah terhadap mata uang virtual itu.
(maf)