Kapolri: Polisi Harus Netral di Pilkada Serentak 2018

Selasa, 02 Januari 2018 - 01:49 WIB
Kapolri: Polisi Harus Netral di Pilkada Serentak 2018
Kapolri: Polisi Harus Netral di Pilkada Serentak 2018
A A A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian meminta anggota Polri netral di Pilkada Serentak 2018. Permintaan itu disampaikan saat laporan akhir tahun 2017 di Mabes Polri, Jumat (29/12/2017).

Untuk meyakinkan Polri netral, pihaknya akan mengaktifkan atau melakukan pengawasan dengan menerjunkan tim Propam dan Inspektorat. "Propam dan Inspektorat akan diterjunkan untuk memastikan dan meyakinkan bahwa anggota Polri netral," ujar Tito di Jakarta.

Soal netralitas ini, jenderal bintang empat ini akan menyampaikan secara berjenjang dari jajaran atas hingga bawah. "Saya sudah sampaikan pada beberapa kali kesempatan bahwa Polri harus netral, tidak boleh memihak apalagi menjadi tim sukses," tandasnya.

Namun, penegasan Kapolri itu berbanding terbalik dengan jajarannya di Polda Sulsel yang saat ini tengah menggenjot pengusutan dugaan kasus korupsi yang diduga melibatkan bakal calon wali kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto.

Bagi sebagian kalangan praktisi hukum dan aktivis antikorupsi, pengusutan itu terkesan dipaksakan. Apalagi, hasil audit BPK menyebutkan bahwa dalam proyek tersebut tidak ditemukanadanya kerugian negara.

Pengamat Hukum dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Prof Hambali Thalib menilai, rencana pemeriksaan terhadap Danny Pomanto yang akan digelar hari ini terlalu dipaksakan oleh penyidik. Harusnya, kata dia, pemeriksaan dilakukan secara bertahap. Terlebih dahulu memeriksa pihak yang bertanggung jawab dalam pengerjaan proyek pohon ketapang kencana ini.

"Pemeriksaan harusnya diawali siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal objek yang disidik. Kalau masuk kategori barang dilelang ada yang namanya pengguna anggaran (PA), ada namanya kuasa pengguna anggaran (KPA), ada yang namanya pejabat pembuat komitmen (PPK) yang lebih bertanggung jawab. Ini harusnya yang diperiksa lebih awal," katanya menanggapi rencana pemeriksaan wali kota hari ini.

Menurutnya, kalaupun proyek ini dilaksanakan melalui penunjukan langsung (PL), pihak penyidik harus mengambil keterangan instansi terkait, dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DPK) Makassar yang kini dilebur ke Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Makassar. "Intinya bahwa tanpa mengurangi strategi yang dilakukan penyidik, sebaiknya pemeriksaan itu dilakukan dari awal yakni dari bawah," kata Hambali.

Dia pun menjelaskan, proses penyidikan yang dilakukan pihak penyidik saat ini harusnya berdasar pada penyelidikan yang disertai dua alat bukti yang kuat untuk menentukan apakah perbuatan yang diselidiki tersebut masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sehingga statusnya dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Meski demikian, dia menganggap pemanggilan Danny Pomanto masih sebatas saksi.

"Nah untuk meningkatkan pada tahap penyelidikan minimal sudah ada indikasi dua alat bukti. Ada bukti kuat meyakinkan kalau ini masuk kategori perbuatan melawan hukum tindak pidana," ungkap Guru Besar Fakultas Hukum UMI Makassar ini.

Melihat kondisi tersebut, Hambali berharap agar kasus ini jangan sampai menimbulkan kesan diskriminatif terhadap Wali Kota Makassar. Penyidik pun disarankan untuk berhati-hati karena pemeriksaan ini jangan sampai membuat gaduh pelaksanaan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan digelar serentak tahun ini.

Meski demikian, pihaknya meyakini Polda akan bekerja profesional. Namun, persoalan yang dihadapi sekarang, polda beserta penyidiknya harus berhati-hati karena wali kota Makassar masuk dalam salah satu peserta calon kepala daerah. "Kalau tidak salah ada aturannya, kalau masuk proses (pilkada) maka seharusnya dugaan itu dihentikan dulu untuk menghindari adanya diskriminasi atau penyebaran informasi yang dapat merugikan bagi pihak tertentu. Contoh yang terjadi waktu kasusnya Bupati Takalar dan Bupati Barru juga begitu," pungkas Hambali.

Jika proses pemeriksaan tersebut dipaksakan, bisa saja menimbulkan kesan penyidik sudah menjadi alat politik. Harusnya penyidik berpegang pada bukti permulaan yang ada dan memeriksa pihak yang paling bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran. Dan penyidik juga harus menjunjung praduga tak bersalah termasuk aturan yang menentukan bahwa supaya tidak membuat kegaduhan di tingkat masyarakat terlebih menimbulkan reaksi para pendukung petahana.

Pasalnya, pihak penyidik secara tiba-tiba mengeluarkan surat pemanggilan terhadap Danny Pomanto. Apalagi informasi yang dia peroleh bahwa BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Sulsel tidak menemukan adanya kerugian negara.

"Ini yang harus dihindari. Informasi bahwa ini sudah ada keterangan dari BPK bahwa tidak ada kerugian negara. Nah, salah satu indikator tindak pidana korupsi adalah adanya dugaan terjadinya kerugian negara yang secara institusi menurut perundang-undangan baik keputusan MK dan MA harus dikeluarkan oleh BPK. Lalu kenapa terlalu diburu. Saya takutkan di situ menimbulkan informasi liar menyerang penyidik tidak profesional, diskriminatif, dan menjadi alat politik," tegasnya.

Hambali menambahkan, kalaupun BPK mengeluarkan rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), laporan itu tidak langsung berujung ke pidana. Harusnya berjenjang, apakah LHP tersebut sebagai langkah evaluasi, sebagai upaya perbaikan, dan apakah laporan itu sebagai rekomendasi.

Bahkan, jika ada laporan yang terindikasi terjadinya kerugian negara, maka diberikan informasi dan kewenangan kepala daerah atau wali kota perlu diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20/2014.

"Kalau dia bertindak kewenangannya sebagai wali kota maka harus diuji dulu kewenangannya oleh PTUN, tidak langsung melakukan penyidikan. Kalau tidak salah pasal 17 sampai 21 bahwa pejabat negara yang bertindak karena kewenangannya kemudian ada dugaan kerugian negara maka tidak langsung pada tindak pidana korupsi harus diuji dulu kewenangannya, apakah dia salah menggunakan kewenangan, apakah dia bertentangan dengan kewenangannya, dan apakah dia mencampuradukkan kewenangannya atau memang tidak berwenang," ujar Hambali.

Direktur Riset dan Data Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Wiwin Suwandi juga mengemukakan, pengusutan dugaan korupsi dan mark-up pengadaan bibit Ketapang dinilai sangat dipaksakan. Wiwin menegaskan, gejala ini terlihat dengan giat penyidik di kasus tersebut meski hingga saat ini mereka belum memiliki dua alat bukti cukup.

Alat bukti itu, kata Wiwin salah satunya hasil audit kerugian negara yang dilakukan lembaga berwenang BPK RI. "Polda harus menjaga independensi, jangan jadi alat politik kelompok tertentu. Aparat penegak hukum jadilah sebagai aparat penegak hukum yang sesungguhnya. Jangan berbalik menjadi alat politik pihak pemesan," tegas Wiwin kepada KORAN SINDO, kemarin.

Dia pun mengingatkan agar seluruh aparatur penegak hukum di Indonesia jangan sampai dijadikan alat politik bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tak hanya menuding adanya tendensi politik pada kasus yang disidik, Wiwin selanjutnya meminta agar Polda kembali fokus menyelesaikan tunggakan kasus mandek yang belum dilimpahkan ke pengadilan.

Sementara, praktisi hukum Makkah Muharram, menantang Polda untuk menyelesaikan kasus yang selama ini mandek. Menurut Makkah, seharusnya ada manajemen penanganan perkara agar kasus-kasus lama tidak dibiarkan mengendap. Sementara, kasus baru yang dibuka terkesan sebagai bancakan untuk menjerumuskan pihak-pihak yang berlawanan politik dengan yang diduga memesan perkara. "Kalau memang modusnya demikian, sudah terlalu kasar mempermainkan hukum demi kepentingan politik," katanya.

Terpisah, Kepala Inspektorat Makassar Zainal Ibrahim membenarkan hasil audit BPK dan BPKP tidak menemukan adanya permasalahan pada proyek penghijauan Kota Makassar yang dikenal proyek Ketapang Kencana tersebut. "Jadi sebenarnya itu, pohon ketapang sudah diperiksa BPK dan BPKP. Hasil auditnya tidak ditemukan apa-apa, maksudnya auditnya clear," ucap Zainal.

Wali Kota Diperiksa sebagai Saksi Penyidik Subdit III Tipikor rencannya memeriksa Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto sebagai saksi dalam kasus pengadaan bibit pohon ketapang tahun anggaran 2015, hari ini. Rencana pemeriksaan Danny itu dibenarkan Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani. Namun, dia membantah terjadi proses kriminalisasi terhadap incumbent.

"Tidak ada itu, ini pure (murni) penegakan hukum, karena setiap warga negara memiliki kedudukan sama dengan hukum, tidak ada itu kriminalisasi," kata Dicky.

Terlepas dari itu, Dicky yang ditemui di Mapolsek Bontoala kemarin mengatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) telah mengeluarkan surat panggilan penyelidikan ditujukan kepada Danny.

Dalam surat panggilan itu, penyidik meminta kehadiran Wali Kota untuk memberi kesaksian terkait proyek pengadaan bibit pohon ketapang. "Dir Reskrimsus sudah mengeluarkan surat panggilan untuk Bapak Wali Kota untuk bisa hadir besok (hari ini) tanggal 2 Januari sebagai saksi di dalam kasus ketapang. Jadi beliau diperiksa sebagai saksi. Saya yakin besok beliau bisa datang untuk memberikan kesaksian," jelas Dicky.

Selain itu, Dicky mengatakan penyidik sebelumnya sudah memeriksa sejumlah saksi lain. Namun, perwira dua bunga itu mengaku tidak mengetahui persis peranan saksi yang sudah dihadirkan. Dia juga mengaku tidak mengetahui rinci terkait materi pemeriksaan Danny. "Ini masih dalam tahap penyelidikan, dulu. Karena ada pengaduan masyarakat sehingga kita panggil orangnya untuk konfirmasi," katanya.

Dicky mengaku mengantongi nilai terkaitkerugian negara pada kasus dugaan korupsi tersebut. Katanya, sejauh ini penyidik Ditreskrimsus belum memberikan laporan lengkap terkait proses perkembangan kasus tersebut. Sementara, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel Kombes Pol Yudhiawan Wibisono menyebutkan, pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait dugaan mark up pengadaan bibit pohon ketapang tahun anggaran 2015.

Selain itu, juga dinilai terjadi kesalahan prosedur pada proses penunjukan langsung kontraktor pelaksana proyek pengadaan itu. "Dugaan pelanggaran pengadaan penunjukan langsung dan ada dugaan mark up," jelasnya.

Meski demikian, Yudhiawan enggan berkomentar banyak terkait perkara yang di tangan pihaknya. "Saya masih sidik yang Dinas Perdagangan yah. Datanya sudah ada sama Kabid Humas, konfirmasi ke humas," pungkasnya.

Sementara itu, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto berjanji tetap kooperatif menghadapi panggilan penyidik dugaan kasus tindak pidana korupsi yang dialamatkan kepada dirinya atas laporan Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD).

"Saya Bismillah saja. Sebagai warga yang taat hukum saya akan memenuhi panggilan penyidik Polda Sulsel. Kita serahkan saja ke proses hukum, karena kebenaran akan memihak kepada kebenaran juga. Saya serahkan sepenuhnya ke tim pendampingan hukum," katanya.

Bahkan, Danny Pomanto berharap agar proses pemeriksaannya hari ini dapat disaksikan langsung oleh masyarakat secara transparan. Sehingga, kasus dugaan korupsi ini terang benderang. "Saya mendukung penuh langkah hukum ini, saya harap berjalan transparan," tandasnya. muh yamin/sry s syam/mustafa layong/budi santoso

(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5371 seconds (0.1#10.140)