Tuhan dalam Perenungan Cak Pri

Minggu, 24 Desember 2017 - 12:50 WIB
Tuhan dalam Perenungan Cak Pri
Tuhan dalam Perenungan Cak Pri
A A A
SOSOK dalam goresan kanvas itu selalu tampak nyata dan terlihat agung. Cara ungkap semacam itu bisa dilihat sebagai sebuah isyarat spiritualitas bahwa sesungguhnya Tuhan Sang Maha Pencipta, satu-satunya penguasa di tengah jagat raya ini.

Gejala visual semacam itulah yang coba direkam pelukis Supriyadi dalam pameran tunggalnya bertajuk "Conquering Oneself" (Mengalahkan Diri Sendiri) yang berlangsung pada 13-20 Desember 2017 di Balai Budaya Jakarta. Pameran tunggal pertama pelukis kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, ini sekaligus menandai 20 tahun perjalanan kariernya dalam dunia lukis.

Karena pemeran lukisan kali ini membawa semangat spiritual dan berkenaan dengan perayaan Natal 2017, tak heran jika lukisan yang dipajang pun banyak bercerita tentang ritual dan simbol keagamaan terkhusus tentang sosok Yesus, sang juru penyelamat. Meski dikenal sebagai pelukis beraliran impresionisme, tapi beberapa lukisan yang dipajang juga sangat kuat dengan aliran realisme.

Seperti gambar "Yesus" dan "Penjamuan Terakhir" dibuat sangat menyerupai dengan objek yang sebenarnya. Bahkan, objek digambar persis dengan apa yang sebenarnya, baik dari bentuknya dan juga warnanya. Tak hanya itu, sejumlah lukisan lainnya seperti Ritual Bali dan Patung Budha juga dibuat sangat detail.

"Lukisan-lukisan bertema ketuhanan ini sengaja saya buat sebagai perenungan, termasuk perenungan bagi diri saya pribadi. Di mana semua kehidupan di alam fana ini kembali kepada yang di Atas," kata pria yang akrab disapa Cak Pri ini.

Memang tak mudah menyingkap pesan dan latar belakang sebuah lukisan dan mencoba diterjemahkan dengan semangat spiritualitas. Itulah yang coba ditelisik Supriyadi melalui goresannya. Sebagaimana banyak karya seni beraliran impresionisme, sebagian besar lukisan Supriyadi terlihat tidak mendetail dan tidak mempunyai kontur jelas.

Hanya tampak efek-efek warna yang membentuk wujud tertentu dan sangat dipengaruhi keadaan cuaca karena sebagian besar lukisannya dilakukan di ruang terbuka. Seperti lukisan "Perempuan". Meski objek yang dilukiskan terlihat sangat vulgar (wanita telanjang), tapi tetap objek tersebut terlihat tak utuh. Belum lagi penggunaan warna tidak memiliki batas garis dan ruang yang jelas sebagai pemisah objek yang dilukis membuat lukisan tampak berantakan. Meski begitu, objek-objek dalam lukisan terhubung satu sama lainnya. Terlebih penggunaan warna yang kuat dan begitu berkarakter.

Bahkan, setelah diperhatikan lebih saksama, lukisan tersebut bercerita banyak tentang sisi gelap dan keprihatinan perempuan. Soraya, seorang pengunjung pameran, menyatakan kekagumannya terhadap sosok dan karya Supriyadi. Di matanya, Supriyadi benar-benar seorang seniman sejati.

"Cak Pri ini kan Muslim, tapi bisa membuat karya bagus yang itu bukan bagian dari keyakinan yang diaanut. Bahkan di sosok Yesus. Ia tak hanya menggambarkan. Cak Pri juga mampu meresapi dan menggoreskan semangat ketuhanan dari objek yang dilukiskannya," katanya.

Pelukis Cepat
Tidak hanya senang melukis di studio, Cak Pri juga kerap berburu objek lukisan hingga ke berbagai daerah pedalaman. Hal ini dilakukan lantaran ia ingin melihat langsung objek yang akan dilukisnya. Seniman nyentrik ini tidak ingin melukis dari foto atau gambar. Maka tak heran, jika saat datang dari berbagai tempat, Cak Pri sering membawa kanvas besar lengkap dengan alat lukis.

"Pernah saya enam bulan melukis di pedalaman Papua. Waktu itu saya diajak orang dari Amerika yang kebetulan mampir ke studio saya di Ancol. Orang itu juga yang selanjutnya mengajak saya ikut pameran lukisan di Amerika. Itu tahun 2003," kenang Cak Pri.

Jalan hidup Cak Pri memang dicurahkan untuk melukis. Tak ada hari tanpa melukis, bahkan di studionya sudah ratusan lukisan yang dia buat. Pelukis yang tergabung di komunitas Pasar Seni Ancol ini juga dikenal sebagai pelukis cepat dan ada yang dibuatnya hanya dalam hitungan menit. Seperti lukisan "Mikail", Cak Pri menyelesaikannya dalam 30 menit. Lukisan berukuran 200 x 300 cm ini menceritakan kebaikan melawan kebatilan.

"Lukisan itu saya buat dua hari sebelum pameran. Ada videonya waktu saya buat lukisan itu. Saya memang tak suka berlama-lama setiap kali melukis. Paling lama saya melukis itu dua hari. Itu juga jarang sekali," kata Cak Pri.

Sejumlah pameran yang pernah diikuti Cak Pri, di antaranya pameran bersama pelukis daerah di Surabaya (1993), pameran bersama pelukis Ancol di Galeri Pasar Seni Ancol (1994), pameran bersama pelukis Jakarta di Hotel Borobudur (1996), pameran bersama pelukis Jakarta di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta (1997), pameran bersama pelukis Bali, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta di Galeri Pasar Seni Ancol (1998), pameran bersama dalam Jam bore Nasional di Jakarta (1999), pameran bersama warga Pasar Seni Ancol di Jakarta (2000), pameran bersama 'Jakarta on the Spot' di Hotel Shangrilla (2004), pameran bersama Jakarta on the Spot di Grand Hyatt (2004), dan pameran bersama di WTC Jakarta (2005).

Selain melukis, pria yang mengaku belajar melukis secara autodidak ini juga kerap membuat karya seni lainnya, terutama dari kayu. Misalnya membuat patung, topeng, aksesori, dan banyak lagi kerajinan lainnya. "Saat melukis, saya tidak memikirkan apakah nanti lukisan ini akan laku terjual atau tidak. Yang penting saya melukis saja, karena memang melukis itu menyenangkan," kata Cak Pri.

Harapan Cak Pri kepada generasi muda jangan pernah putus asa mengambil jalan menjadi seniman, karena semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6730 seconds (0.1#10.140)