Penyebaran Difteri di Indonesia Mengkhawatirkan

Senin, 11 Desember 2017 - 12:00 WIB
Penyebaran Difteri di Indonesia Mengkhawatirkan
Penyebaran Difteri di Indonesia Mengkhawatirkan
A A A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan difteri sebagai kejadian luar biasa (KLB). Sampai November 2017, penyakit ini telah menyebar di 95 kabupaten/kota di 20 provinsi, bahkan 11 provinsi di antaranya sudah masuk kategori KLB.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi mengatakan, ke-11 provinsi yang melaporkan KLB difteri pada kurun waktu Oktober-November 2017 itu adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Menurut Oscar, imunisasi masih cara ampuh menangani difteri. Karena itu pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mendatangi fasilitas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi difteri.

"Kita harus cegah dengan imunisasi, tidak ada cara lain. Harus lengkap dan tuntas. Silakan datang ke fasilitas kesehatan, vaksinnya gratis," katanya.

Difteri adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak. Penyakit ini memiliki masa inkubasi dua hari hingga lima hari dan akan menular selama dua hingga empat minggu. Penyakit itu sangat menular dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara cepat.

Penyebaran Difteri di Indonesia Mengkhawatirkan

Komisi Kesehatan DPR pun menyayangkan kelambanan pemerintah dalam penuntasan program imunisasi nasional. Untuk itu Komisi IX meminta Menkes bergerak cepat dan melakukan langkah taktis dalam penanganan KLB difteri. "Pemerintah lambat menjalankan program imunisasi nasional dengan tuntas. Masih banyak masyarakat yang menolak imunisasi. Jadinya difteri merebak dan KLB," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Effendi di Jakarta, Minggu (10/12/2017).

Karena itu, lanjut Dede, Komisi IX meminta Menkes melakukan gerakan cepat dan taktis bersama pemerintah daerah (pemda) agar bisa menangani KLB difteri ini sehingga tidak menyebar lebih luas lagi. Khususnya melakukan pencegahan dengan cara imunisasi secara nasional. "Karena setiap tahun Komisi IX selalu menyetujui anggaran vaksin dan imunisasi tanpa potongan," ujarnya.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh. Dia mengatakan, Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) sudah menyebutkan ada satu kasus difteri saja sudah bisa masuk kategori KLB dan difteri ternyata sudah sejak 2009 mulai ada lagi. "Ini menunjukkan Kemenkes lamban. Masak sudah ada kasus sejak 2009 baru sekarang setelah 20 provinsi terkena baru diambil tindakan imunisasi serentak lagi," kata Nihayatul.

Namun politikus PKB itu mendukung langkah responsif Kemenkes. Tapi untuk selanjutnya Kemenkes jangan cuma reaktif, melainkan juga harus membuat kebijakan-kebijakan jangka panjang yang benar-benar efektif dan efisien untuk mencegah berkembangnya difteri dan virus-virus yang membahayakan semacam ini. "Kami akan evaluasi kinerja Kemenkes tentang hal ini," tegasnya.

Sementara itu Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Mohamad Subuh menjelaskan, bakteri penyebab difteri dikeluarkan melalui cairan mulut dengan batuk atau bersin. Bahkan bernapas saja kemungkinan penularannya tinggi. Difteri dikategorikan sebagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

"Jadi kata kuncinya penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi. Tolong masyarakat mengerti dan kita mengerti semua," kata Subuh.

Dia menuturkan, langkah-langkah yang harus dilakukan, pertama, harus melakukan penguatan terhadap program imunisasi rutin yang sudah berjalan selama 40 tahun. Kedua, dengan kejadian difteri di beberapa provinsi, harus dilakukan outbreak response immunization (ORI). Respons imunisasi diberikan karena adanya KLB dan mulai Senin (11/12/2017) nanti akan dilakukan di 12 kabupaten/kota di 3 provinsi, yakni Banten yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan; DKI Jakarta yang meliputi Jakarta Utara dan Jakarta Barat; dan Jawa Barat yang meliputi Purwakarta, Karawang, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.

"Dengan sasaran 7,9 juta anak yang akan dimulai pada Senin (11/12). Sasarannya anak usia 1-18 tahun diberi secara gratis," terangnya.

Menurutnya, dipilihnya Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat adalah langkah awal mengingat potensi transmisi penyakit menular masih tinggi di provinsi tersebut karena didorong padatnya jumlah penduduk, jumlah dan tingginya mobilisasi di tiga provinsi tersebut. Ketiga provinsi itu juga memiliki kasus yang banyak dan dilaporkan kelompok usia dewasa juga terkena.

Selain itu, lanjutnya, ORI akan dilakukan 3 putaran dengan jarak pemberian putaran pertama dan kedua adalah 1 bulan, sedangkan jarak antara putaran kedua dan ketiga adalah 6 bulan. Putaran pertama dilaksanakan pada 11 Desember 2017, dilanjutkan pada 11 Januari dan 11 Juli 2018. Target ORI kali ini total target 1.234.410 orang di DKI Jakarta, 3.629.178 orang di Jawa Barat dan 3.050.988 orang di Banten.

"Seluruh kepala dinas kesehatan menyatakan siap melaksanakan ORI 3 putaran dan kami siapkan logistiknya," ujarnya.

Sementara itu, Kasudin Kesehatan Jakarta Barat Weningtyas Purnomo Rini mengatakan, sepanjang 2017 setidaknya ada sembilan orang terjangkit penyakit difteri, satu di antaranya balita berumur empat tahun tewas di Kembangan. "Kejadiannya pada bulan Februari lalu," ujar Weningtyas.

Weningtyas memaparkan difteri adalah penyakit menular akibat bakteri Corynebacterium diptheriae yang mudah sekali menular melalui batuk atau bersin. Bakteri ini bersarang di tenggorokan dan hidung sehingga membentuk selaput putih dan tebal yang lama-lama menutupi saluran napas. Bakteri juga bisa mengeluarkan racun yang bisa melumpuhkan otot jantung dan saraf. Itu yang kemudian menjadikannya sebagai salah satu penyebab kematian. Difteri bisa menyerang bayi, anak-anak, paling banyak pada balita dan usia sekolah, serta remaja.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4110 seconds (0.1#10.140)