DPR Pertanyakan Realisasi Pembangunan Smelter Freeport

Sabtu, 25 November 2017 - 04:25 WIB
DPR Pertanyakan Realisasi Pembangunan Smelter Freeport
DPR Pertanyakan Realisasi Pembangunan Smelter Freeport
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VII mendorong agar pengolahan konsentrat PT. Freeport Indonesia dapat sepenuhnya dilaksanakan di Indonesia. Karena hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang Minerba yang kini berlaku.

"Kita dorong agar seluruh pengolahan konsentrat PT Freeport dapat dilakukan di Indonesia. Saat ini baru 40 persen yang sudah bisa dipisahkan, 60 persen sisanya masih diolah di luar negeri," ucap Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy (24/11) dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, sampai saat ini belum ada pergerakan yang berarti terkait progres pembangunan smelter di Gresik. Hal ini menjauhkan harapan Indonesia untuk dapat melakukan pengolahan sendiri dalam waktu dekat.

"Kita cek ke Pemda dan instansi-instansi yang lain, ternyata memang belum ada pergerakan yang berarti. Kalau smelter ada di Indonesia, maka kita dapat mengetahui seluruh hasil kandungan yang terdapat didalamnya. Pembangunan smelter juga akan menciptakan lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Sumber daya lokal juga dapat ikut mensuplai," ungkapnya.

Begitupun dengan Anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih yang mengatakan pembangunan smelter adalah kewajiban PT Freeport.

"Freeport akan membangun smelter di Gresik, dan Freeport telah menandatangani perjanjian (MoU) dengan PT. Petrokimia untuk membangun smelter. Komisi VII ingin melihat progresnya, tetapi setelah beberapa tahun masih tidak ada progresnya," ucapnya saat dihubungi.

Eni mengungkapkan bahwa kedatangan Komisi VII ke Gresik sudah untuk yang kesekian kalinya, guna mengetahui bagaimana progres dari Freeport. "Sampai saat ini kita masih belum melihat adanya progres yang memuaskan. Kita akan sampaikan kepada Menteri ESDM terkait belum adanya progres pembangunan smelter oleh Freeport," jelasnya.

Sementara itu, anggota komisi VII DPR Syaikhul Islam Ali menyatakan tidak ada progres fisik yang dilakukan. Meskipun disampaikan telah melalui tahapan-tahapan yang sifatnya administratif, tetapi itu bukan sebuah progres yang bisa di lihat.

Hal penting lain yang di tangkap oleh Komisi VII yakni masalah komitmen. Syaikhul Islam menyatakan, tidak ada komitmen yang serius dari PT. Freeport untuk membangun smelter.

"Dari masalah lokasinya saja, belum ada penentuan. Bahkan perjanjian yang dibuat dengan PT. Petrokimia pun tampaknya di hold," ucapnya

Syaikhul mengatakan, Komisi VII berharap ada ketegasan dari pemerintah terhadap persoalan itu. Izin Usaha Pertambangan dikeluarkan dengan satu konsekuensi, kalau tidak membangun smelter dengan progres yang bisa di evaluasi setiap 6 bulan, maka akan dicabut rekomendasi ekspornya.

"PP Nomor 1 Tahun 2017 yang membuat adalah Kementerian ESDM, walaupun dikonsultasikan kepada Komisi VII. Kita berharap Kementerian ESDM dapat konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri. Jangan ada kesan menganakemaskan satu perusahaan dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lain," tegasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6733 seconds (0.1#10.140)