Membangun Desa, Menyejahterakan Kaum Pinggiran
A
A
A
MEWUJUDKAN program Nawacita menjadi keharusan bagi para penggawa di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK). Salah satunya adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan cara memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, perhatian pemerintah terhadap desa di era Presiden Jokowi semakin menggelinding, apalagi pasca-kelahiran Undang-undang (UU) No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Desa sebagai isu besar pembangunan dari pinggiran tentu saja membuat banyak pihak berharap besar. Terutama masyarakat desa yang jauh dari pusat kota, yang selama ini dianaktirikan. Kondisi perubahan sikap pandang pusat terhadap daerah tersebut semakin tak terbantahkan ketika berbagai program pemerintah digelontorkan ke desa sehingga isu desa mampu menyeruak ke ruang publik saat pemerintah mengucurkan anggaran negara melalui Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.
Sejak awal program Dana Desa dan Alokasi Dana Desa dilansir, jelas harapan besarnya adalah mengubah wajah desa semakin bermakna sejahtera. Di awal penggelontoran Dana Desa, Alokasi Dana Desa sebesar 10% dari jumlah transfer anggaran pusat ke daerah. Sementara, Alokasi Dana Desa ditetapkan sebesar 10% dari pengeluaran belanja kabupaten. Besaran Dana DESA dan Alokasi Dana Desa membuat desa mengelola anggaran cukup besar. Jumlahnya bervariasi antara Rp1–5 miliar.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan Dana Desa ini juga cukup berdaya guna. Hal itu terlihat dari penyerapan anggarannya. Lihat saja, pada 2015, total Dana Desa yang disalurkan sebesar Rp20,67 triliun. Masing-masing desa mendapat sekitar Rp300 juta dan penyerapannya 82,72%. Kemudian pada 2016, total Dana Desa yang disalurkan bertambah satu kali lipat, yaitu Rp46,98 triliun.
Jumlah yang disalurkan ke setiap desanya pun bertambah, yaitu Rp643,6 juta per desa dan penyerapannya cukup mengagumkan, yaitu 97,65%. Sementara untuk 2017 hingga Agustus, total Dana Desa yang tersalurkan sebesar Rp60 triliun dan disalurkan ke masing-masing desa sebesar Rp800,4 juta dan penyerapan tahap I sebesar 89,20%.
Simak selengkapnya tulisan menarik Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
Desa sebagai isu besar pembangunan dari pinggiran tentu saja membuat banyak pihak berharap besar. Terutama masyarakat desa yang jauh dari pusat kota, yang selama ini dianaktirikan. Kondisi perubahan sikap pandang pusat terhadap daerah tersebut semakin tak terbantahkan ketika berbagai program pemerintah digelontorkan ke desa sehingga isu desa mampu menyeruak ke ruang publik saat pemerintah mengucurkan anggaran negara melalui Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.
Sejak awal program Dana Desa dan Alokasi Dana Desa dilansir, jelas harapan besarnya adalah mengubah wajah desa semakin bermakna sejahtera. Di awal penggelontoran Dana Desa, Alokasi Dana Desa sebesar 10% dari jumlah transfer anggaran pusat ke daerah. Sementara, Alokasi Dana Desa ditetapkan sebesar 10% dari pengeluaran belanja kabupaten. Besaran Dana DESA dan Alokasi Dana Desa membuat desa mengelola anggaran cukup besar. Jumlahnya bervariasi antara Rp1–5 miliar.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan Dana Desa ini juga cukup berdaya guna. Hal itu terlihat dari penyerapan anggarannya. Lihat saja, pada 2015, total Dana Desa yang disalurkan sebesar Rp20,67 triliun. Masing-masing desa mendapat sekitar Rp300 juta dan penyerapannya 82,72%. Kemudian pada 2016, total Dana Desa yang disalurkan bertambah satu kali lipat, yaitu Rp46,98 triliun.
Jumlah yang disalurkan ke setiap desanya pun bertambah, yaitu Rp643,6 juta per desa dan penyerapannya cukup mengagumkan, yaitu 97,65%. Sementara untuk 2017 hingga Agustus, total Dana Desa yang tersalurkan sebesar Rp60 triliun dan disalurkan ke masing-masing desa sebesar Rp800,4 juta dan penyerapan tahap I sebesar 89,20%.
Simak selengkapnya tulisan menarik Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
(amm)