Tak Akui NKRI dan Pancasila, Tiga Napi Tak Dapat Remisi
Selasa, 19 September 2017 - 15:55 WIB

Tak Akui NKRI dan Pancasila, Tiga Napi Tak Dapat Remisi
A
A
A
YOGYAKARTA - Tiga narapidana kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogunan Yogyakarta tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ideologi Pancasila.
Mereka sangat sulit meninggalkan paham radikalisme meski pihak Lapas dan kepolisian sudah berusaha maksimal menyadarkan mereka.
Tiga Napi tersebut adalah Sali Bin Wasiyo (59), napi jaringan teroris di Poso, Fahrudin Bin Wa’Ali (38) napi teroris yang juga kerabat Ali Mahmudin yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus bom Thamrin Jakarta.
Kemudian Chatimul Chaosan Bin Muhammad Toyib alias Beni (38), napi yang terlibat kasus bom Kuningan, Jakarta yang tertangkap saat membawa bahan peledak di daerah Glodok, Jakarta Barat, Maret 2013 silam.
“Kita sudah sodori mereka surat pernyataan untuk mengakui NKRI dan ideologi Pancasila tapi tak mau,” kata Kepala Lapas Wirogunan Yogyakarta Suherman di sela-sela kunjungan Divisi Humas Mabes Polri dan Polda DIY di Lapas Wirogunan, Selasa (19/9/2017).
Menurut Suherman, negara sulit memberikan remisi atau pengampunan jika mereka tidak mengakui NKRI dan Pancasila. "Kami tidak akan memberikan remisi kepada mereka yang tidak mengakui NKRI meski kelakuannya baik," ungkapnya.
Pada kunjungan tadi, kepolisian memberikan Alquran kepada tiga napi tersebut sebagai bagian program deradikalisasi yang sedang diintensifkan Divisi Humas Mabes Polri dan Polda DIY agar mereka meninggalkan paham radikalisme.
Baik Beni, Said, maupun Fahrudin tidak banyak bicara saat menerima pemberian Alquran oleh Direktur Intelkam Polda DIY Kombes Polisi Nanang Junimawanto.
Beni masih mengumbar senyum saat diajak bicara, sedangkan Said dan Fahrudin diam tanpa ekspresi.
Petugas wali pendamping Beni di Lapas Wirogunan, Tri Agus mengungkapkan, Beni sudah mau membaur bersama napi lainnya dan salat berjamaah. Bahkan Beni sudah mau diajak bercanda dan tidak menutup diri seperti napi lainnya.
"Kalau diajak upacara, hormat bendera merah putih, atau hal-hal yang bersifat NKRI masih menolak,” ungkap Tri.
Kepala Sub Direktorat IV Keamanan Direktorat Intelijen Keamanan Polda DIY AKBP Sigit Hariyadi mengungkapkan, program deradikalisasi dilakukan rutin dua kali dalam sepekan, baik kepada masyarakat maupun para napi.
Soal pemberian Alquran kepada para napi dilakukan agar para napi kasus terorisme menyadari penyimpangan yang dilakukan dan kembali kepada ajaran yang benar. "Kita berharap mereka sadar bahwa apa yang dilakukan adalah salah," ucapnya.
Mereka sangat sulit meninggalkan paham radikalisme meski pihak Lapas dan kepolisian sudah berusaha maksimal menyadarkan mereka.
Tiga Napi tersebut adalah Sali Bin Wasiyo (59), napi jaringan teroris di Poso, Fahrudin Bin Wa’Ali (38) napi teroris yang juga kerabat Ali Mahmudin yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus bom Thamrin Jakarta.
Kemudian Chatimul Chaosan Bin Muhammad Toyib alias Beni (38), napi yang terlibat kasus bom Kuningan, Jakarta yang tertangkap saat membawa bahan peledak di daerah Glodok, Jakarta Barat, Maret 2013 silam.
“Kita sudah sodori mereka surat pernyataan untuk mengakui NKRI dan ideologi Pancasila tapi tak mau,” kata Kepala Lapas Wirogunan Yogyakarta Suherman di sela-sela kunjungan Divisi Humas Mabes Polri dan Polda DIY di Lapas Wirogunan, Selasa (19/9/2017).
Menurut Suherman, negara sulit memberikan remisi atau pengampunan jika mereka tidak mengakui NKRI dan Pancasila. "Kami tidak akan memberikan remisi kepada mereka yang tidak mengakui NKRI meski kelakuannya baik," ungkapnya.
Pada kunjungan tadi, kepolisian memberikan Alquran kepada tiga napi tersebut sebagai bagian program deradikalisasi yang sedang diintensifkan Divisi Humas Mabes Polri dan Polda DIY agar mereka meninggalkan paham radikalisme.
Baik Beni, Said, maupun Fahrudin tidak banyak bicara saat menerima pemberian Alquran oleh Direktur Intelkam Polda DIY Kombes Polisi Nanang Junimawanto.
Beni masih mengumbar senyum saat diajak bicara, sedangkan Said dan Fahrudin diam tanpa ekspresi.
Petugas wali pendamping Beni di Lapas Wirogunan, Tri Agus mengungkapkan, Beni sudah mau membaur bersama napi lainnya dan salat berjamaah. Bahkan Beni sudah mau diajak bercanda dan tidak menutup diri seperti napi lainnya.
"Kalau diajak upacara, hormat bendera merah putih, atau hal-hal yang bersifat NKRI masih menolak,” ungkap Tri.
Kepala Sub Direktorat IV Keamanan Direktorat Intelijen Keamanan Polda DIY AKBP Sigit Hariyadi mengungkapkan, program deradikalisasi dilakukan rutin dua kali dalam sepekan, baik kepada masyarakat maupun para napi.
Soal pemberian Alquran kepada para napi dilakukan agar para napi kasus terorisme menyadari penyimpangan yang dilakukan dan kembali kepada ajaran yang benar. "Kita berharap mereka sadar bahwa apa yang dilakukan adalah salah," ucapnya.
(dam)