Jelang Lebaran, DPR Desak Pemerintah Pantau Jalur Tikus
A
A
A
JAKARTA - Komisi IX DPR mendedak kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasan arus mudik tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri.
Pengawasan dinilai penting untuk mengetahui modus TKI ilegal kembali ke Tanah Air dan TKI yang pulang dengan jalur ilegal.
"Pemerintah harus melakukan pengawasan lebih baik terhadap TKI yang hendak mudik Lebaran melalui jalur ilegal. Menjelang lebaran seperti ini, diperkiran akan banyak mobilitas TKI yang hendak berlebaran di Tanah Air. Pengawasan ini terutama dilakukan di daerah-daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay dalam siaran persnya, Rabu (21/6/2017).
Menurut Saleh, semestinya momentum mudik Lebaran dimanfaatkan pemerintah untuk memfasilitasi kepulangan TKI ilegal ke Indonesia. Momentum ini, kata dia, bisa dimanfaatkan juga untuk mengurus TKI untuk bisa mendapatkan legalitasnya sebagai pekerja.
"Pemerintah harus memastikan arus mudik TKI ilegal tidak sampai menelan korban, apalagi cuaca saat ini sedang tidak menentu. Kita tidak mau ada korban akibat kapal-kapal pengangkut TKI yang tidak layak seperti yang terjadi beberapa bulan yang lalu," ujarnya.
Saleh mencontohkan, di Malaysia saja, jumlah WNI yang berkerja tidak sesuai prosedur jauh lebih banyak dari yang legal. Menurut dia, harus ada upaya sistematis dan berkesinambungan dari pemerintah untuk mengurus TKI di sana. Pemerintah tidak boleh membiarkan hal seperti ini berjalan terus-menerus.
Politikus PAN itu juga mengusulkan, agar pemerintah menjemput bola ke daerah-daerah perbatasan dan "jalur-jalur tikus" yang sering dilalui TKI secara ilegal.
Jika ada yang ilegal, kata dia, dokumen mereka diurus agar menjadi legal atau dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. "Kalau perlu, pemerintah membuka posko-posko di mana diduga banyak TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Polanya harus jemput bola," ucapnya.
Dihubungi terpisah, penggiat buruh Cecep Handoko mengakui, fenomena TKI ilegal yang mudik saat hari raya dan TKI legal yang mudik lewat jalur ilegal terjadi setiap tahun.
Sayangnya, kata diam persoalan TKI ilegal ini memang belum menjadi prioritas pemerintah sehingga terus terulang. "Ini biasa terjadi, tapi bukan berarti akan terus dibiarkan jadi hal lumrah. Faktanya, memang belum ada pembenahan yang sistematis mengenai persoalan TKI ilegal ini," kata Cecep saat dihubungi di Jakarta.
Menurut dia, persoalan TKI ilegal ini memang cukup banyak di Malaysia dan persoalannya mirip dengan kondisi TKI di negara-negara Timur Tengah yang kurang memanusiakan pekerja.
Untuk itu, dia menyarankan pengiriman TKI di sektor pekerja informal ini dihentikan sementara sebagaimana yang dilakukan di Timur Tengah. Harus ada perjanjian antardua negara untuk memperkuat perlindungan TKI.
Dia juga meminta pemerintah mempermudah pengurusan administrasi bagi TKI yang hendak berangkat serta, mengoptimalkan sosialisasi mengenai cara menjadi TKI legal, sehingga mereka tidak terbuai dengan cara-cara yang ilegal dengan iming-iming lebih cepat dan mudah.
"Yang tak kalah penting, pendidikan bagi para calon TKI juga penting agar mereka bisa menguasai situasi dan kondisi negara tujuan mereka bekerja, dan cakap dalam menjalankan profesinya," katanya.
Pada Rabu 31 Mei 2017, TNI AL menangkap sekitar 30 TKI ilegal di perairan Kuala Bahan Asahan, Sumatera Utara (Sumut) dari Malaysia menuju Indonesia dengan menggunakan kapal nelayan KM Subur.
Pada Minggu 18 Juni 2017, sebanyak 93 TKI serta tiga balita diamankan petugas Lanal Tanjung Balai, Sumut karena, mereka mudik ke tanah air dengan cara ilegal dengan melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia dengan menumpang kapal nelayan, KM Rizki.
Pengawasan dinilai penting untuk mengetahui modus TKI ilegal kembali ke Tanah Air dan TKI yang pulang dengan jalur ilegal.
"Pemerintah harus melakukan pengawasan lebih baik terhadap TKI yang hendak mudik Lebaran melalui jalur ilegal. Menjelang lebaran seperti ini, diperkiran akan banyak mobilitas TKI yang hendak berlebaran di Tanah Air. Pengawasan ini terutama dilakukan di daerah-daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay dalam siaran persnya, Rabu (21/6/2017).
Menurut Saleh, semestinya momentum mudik Lebaran dimanfaatkan pemerintah untuk memfasilitasi kepulangan TKI ilegal ke Indonesia. Momentum ini, kata dia, bisa dimanfaatkan juga untuk mengurus TKI untuk bisa mendapatkan legalitasnya sebagai pekerja.
"Pemerintah harus memastikan arus mudik TKI ilegal tidak sampai menelan korban, apalagi cuaca saat ini sedang tidak menentu. Kita tidak mau ada korban akibat kapal-kapal pengangkut TKI yang tidak layak seperti yang terjadi beberapa bulan yang lalu," ujarnya.
Saleh mencontohkan, di Malaysia saja, jumlah WNI yang berkerja tidak sesuai prosedur jauh lebih banyak dari yang legal. Menurut dia, harus ada upaya sistematis dan berkesinambungan dari pemerintah untuk mengurus TKI di sana. Pemerintah tidak boleh membiarkan hal seperti ini berjalan terus-menerus.
Politikus PAN itu juga mengusulkan, agar pemerintah menjemput bola ke daerah-daerah perbatasan dan "jalur-jalur tikus" yang sering dilalui TKI secara ilegal.
Jika ada yang ilegal, kata dia, dokumen mereka diurus agar menjadi legal atau dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. "Kalau perlu, pemerintah membuka posko-posko di mana diduga banyak TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Polanya harus jemput bola," ucapnya.
Dihubungi terpisah, penggiat buruh Cecep Handoko mengakui, fenomena TKI ilegal yang mudik saat hari raya dan TKI legal yang mudik lewat jalur ilegal terjadi setiap tahun.
Sayangnya, kata diam persoalan TKI ilegal ini memang belum menjadi prioritas pemerintah sehingga terus terulang. "Ini biasa terjadi, tapi bukan berarti akan terus dibiarkan jadi hal lumrah. Faktanya, memang belum ada pembenahan yang sistematis mengenai persoalan TKI ilegal ini," kata Cecep saat dihubungi di Jakarta.
Menurut dia, persoalan TKI ilegal ini memang cukup banyak di Malaysia dan persoalannya mirip dengan kondisi TKI di negara-negara Timur Tengah yang kurang memanusiakan pekerja.
Untuk itu, dia menyarankan pengiriman TKI di sektor pekerja informal ini dihentikan sementara sebagaimana yang dilakukan di Timur Tengah. Harus ada perjanjian antardua negara untuk memperkuat perlindungan TKI.
Dia juga meminta pemerintah mempermudah pengurusan administrasi bagi TKI yang hendak berangkat serta, mengoptimalkan sosialisasi mengenai cara menjadi TKI legal, sehingga mereka tidak terbuai dengan cara-cara yang ilegal dengan iming-iming lebih cepat dan mudah.
"Yang tak kalah penting, pendidikan bagi para calon TKI juga penting agar mereka bisa menguasai situasi dan kondisi negara tujuan mereka bekerja, dan cakap dalam menjalankan profesinya," katanya.
Pada Rabu 31 Mei 2017, TNI AL menangkap sekitar 30 TKI ilegal di perairan Kuala Bahan Asahan, Sumatera Utara (Sumut) dari Malaysia menuju Indonesia dengan menggunakan kapal nelayan KM Subur.
Pada Minggu 18 Juni 2017, sebanyak 93 TKI serta tiga balita diamankan petugas Lanal Tanjung Balai, Sumut karena, mereka mudik ke tanah air dengan cara ilegal dengan melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia dengan menumpang kapal nelayan, KM Rizki.
(dam)