Revisi UU Terorisme Perlu Rumuskan Makna Intoleransi
A
A
A
JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengimbau semua pihak, tidak mendiamkan benih-benih intoleransi tumbuh di tengah masyarakat. Setyo mengatakan, bila didiamkan, intoleransi memicu munculnya radikalisme. Dari radikalisme, terorisme akan tumbuh.
"Ini imbauan kepada masyarakat bahwa radikalisme itu berawal dari intoleransi. Bila didiamkan akan muncul cikal bakal terorisme," kata Setyo dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Di forum yang sama, anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo menyebut, perlu adanya definisi yang jelas tentang intoleransi dalam penyusunan revisi Undang-Undang (UU) tentang Terorisme.
Jangan sampai intoleransi disalahpahami dengan pemahaman masyarakat dalam meyakini isi kitab suci. "Perumusan undang-undang anti-terorisme harus mendefinisikan makna intoleran, radikalisme, terorisme. Ini agar masyarakat tidak mudah menuduh orang intoleran dan radikal," ucap Anton.
Untuk membersihkan benih-benih intoleransi di masyarakat perlu adanya campur tangan ormas-ormas Islam. Peneliti Kajian Strategik Intelijen Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mendorong ormas-ormas Islam di Indonesia terjun langsung memerangi terorisme.
Ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), merupakan simbol dari Islam yang damai. "Menurut saya, ormas Islamlah yang paling pas untuk menjewer (memperingatkan)," tuturnya.
"Karena Muhammadiyah, NU, Persis, adalah ormas Islam yang menjadikan nama Islam itu menjadi indah," kata Ridlwan.
"Ini imbauan kepada masyarakat bahwa radikalisme itu berawal dari intoleransi. Bila didiamkan akan muncul cikal bakal terorisme," kata Setyo dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Di forum yang sama, anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo menyebut, perlu adanya definisi yang jelas tentang intoleransi dalam penyusunan revisi Undang-Undang (UU) tentang Terorisme.
Jangan sampai intoleransi disalahpahami dengan pemahaman masyarakat dalam meyakini isi kitab suci. "Perumusan undang-undang anti-terorisme harus mendefinisikan makna intoleran, radikalisme, terorisme. Ini agar masyarakat tidak mudah menuduh orang intoleran dan radikal," ucap Anton.
Untuk membersihkan benih-benih intoleransi di masyarakat perlu adanya campur tangan ormas-ormas Islam. Peneliti Kajian Strategik Intelijen Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mendorong ormas-ormas Islam di Indonesia terjun langsung memerangi terorisme.
Ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), merupakan simbol dari Islam yang damai. "Menurut saya, ormas Islamlah yang paling pas untuk menjewer (memperingatkan)," tuturnya.
"Karena Muhammadiyah, NU, Persis, adalah ormas Islam yang menjadikan nama Islam itu menjadi indah," kata Ridlwan.
(maf)