Tanoto Foundation Bina Mantan TKI untuk Jadi Guru Bahasa Inggris
A
A
A
JAKARTA - Tanoto Foundation membina para pendidik dan mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pernah bekerja di luar negeri sebagai wujud aksi nyata meningkatkan kualitas pendidikan Bahasa Inggris di pedesaan wilayah Pangkalan Kerinci Riau.
Pembinaan terhadap mereka yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris termasuk mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan implementasi dari keyakinan pendiri Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto, bahwa pendidikan menjadi cara yang efektif untuk mengentaskan kemiskinan.
“Di sekeliling kita masih banyak orang yang terkendala dalam mengakses pendidikan yang bermutu. Seringkali, kemiskinan merupakan penyebab hal ini. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memberdayakan diri dan memutuskan diri dari mata rantai kemiskinan,” kata Sukanto Tanoto, Selasa (13/12/2016).
Sebagaimana diketahui, Sukanto Tanoto dan istrinya, Tinah Bingei Tanoto, tidak pernah menyelesaikan pendidikan formal. Mereka belajar Bahasa Inggris secara otodidak agar dapat berkomunikasi dengan para mitra bisnisnya dari luar negeri.
Adapun salah satu mantan TKI yang dibina Tanoto Foundation untuk menjadi guru Bahasa Inggris adalah Sarifah. Pengalaman enam tahun bekerja di Singapura mengantar dia menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak usia dini di wilayah pedesaan Pangkalan Kerinci, Riau.
Saat bekerja sebagai TKI di Singapura, Sarifah belajar bagaimana mengasuh dan mendidik anak usia dini. Selain itu, dia juga mengambil kursus Bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuannya.
Sepulang dari Singapura pada 2014, Sarifah mendapat tawaran dari manajemen Asian Agri untuk mengajar Bahasa Inggris di Taman Penitipan Anak (TPA) di sekitar kebun kelapa sawit yang disambut Sarifah dengan senang hati.
“Selain sebuah kesempatan kerja untuk menambah penghasilan keluarga, saya juga senang berinteraksi dengan anak-anak. Saya coba amalkan apa yang saya dapat dari Singapura kepada anak-anak di sini,” kata Sarifah.
Keesokan harinya, Sarifah langsung bekerja. Menurut dia, sebenarnya banyak yang bisa Bahasa Inggris di wilayah perdesaan tempat dia mengajar. Bahkan, pendidikan mereka juga tinggi. “Tetapi soal grammar, mereka kadang kurang. Jadi saya merasa terpanggil untuk mengajar anak-anak dengan ilmu yang saya bisa,” ujarnya.
Sarifah mendidik anak-anak ibarat anaknya sendiri. Ia sendiri mempunyai empat anak dan yang paling kecil berusia satu tahun. Meski begitu, ia rela meninggalkan anaknya untuk mengajar ke sejumlah TPA dan membimbing anak-anak belajar.
Saat ini Sarifah mengajar di lima TPA di wilayah Rantau Baru, Pangkalan Kerinci, dengan datang bergiliran setiap hari. Setiap TPA bisa menampung hingga 30 anak. Mereka dititipkan karena kedua orang tuanya bekerja di kebun kelapa sawit.
“Memang ada tantangan dalam mendidik anak-anak ini. Karena mereka masih kecil, kadang usianya masih satu tahun, mereka sering rewel dan ngambek. Tetapi saya punya teknik sendiri untuk mereka menjadi nurut. Ini yang saya pelajari waktu saya bekerja di Singapura,” ujarnya.
Kemampuannya mengajar Bahasa Inggris tersebut tidak hanya diperoleh Sarifah dari pengalaman bekerja di Singapura. Dalam hal ini, Sarifah mengakui sangat terbantu dengan program-program Tanoto Foundation.
Seperti halnya, dia diajar untuk memanfaatkan barang bekas sebagai media pembelajaran dan pelatihan silabus pembelajaran untuk anak usia dini sehingga Sarifah semakin bersemangat membimbing anak-anak untuk belajar bersama. “Selain saya cinta pada dunia anak tersalurkan, saya juga bangga ketika anak di pedesaan ini mampu menguasai Bahasa Inggris sejak usia dini,” jelasnya.
Pembinaan terhadap mereka yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris termasuk mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan implementasi dari keyakinan pendiri Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto, bahwa pendidikan menjadi cara yang efektif untuk mengentaskan kemiskinan.
“Di sekeliling kita masih banyak orang yang terkendala dalam mengakses pendidikan yang bermutu. Seringkali, kemiskinan merupakan penyebab hal ini. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memberdayakan diri dan memutuskan diri dari mata rantai kemiskinan,” kata Sukanto Tanoto, Selasa (13/12/2016).
Sebagaimana diketahui, Sukanto Tanoto dan istrinya, Tinah Bingei Tanoto, tidak pernah menyelesaikan pendidikan formal. Mereka belajar Bahasa Inggris secara otodidak agar dapat berkomunikasi dengan para mitra bisnisnya dari luar negeri.
Adapun salah satu mantan TKI yang dibina Tanoto Foundation untuk menjadi guru Bahasa Inggris adalah Sarifah. Pengalaman enam tahun bekerja di Singapura mengantar dia menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak usia dini di wilayah pedesaan Pangkalan Kerinci, Riau.
Saat bekerja sebagai TKI di Singapura, Sarifah belajar bagaimana mengasuh dan mendidik anak usia dini. Selain itu, dia juga mengambil kursus Bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuannya.
Sepulang dari Singapura pada 2014, Sarifah mendapat tawaran dari manajemen Asian Agri untuk mengajar Bahasa Inggris di Taman Penitipan Anak (TPA) di sekitar kebun kelapa sawit yang disambut Sarifah dengan senang hati.
“Selain sebuah kesempatan kerja untuk menambah penghasilan keluarga, saya juga senang berinteraksi dengan anak-anak. Saya coba amalkan apa yang saya dapat dari Singapura kepada anak-anak di sini,” kata Sarifah.
Keesokan harinya, Sarifah langsung bekerja. Menurut dia, sebenarnya banyak yang bisa Bahasa Inggris di wilayah perdesaan tempat dia mengajar. Bahkan, pendidikan mereka juga tinggi. “Tetapi soal grammar, mereka kadang kurang. Jadi saya merasa terpanggil untuk mengajar anak-anak dengan ilmu yang saya bisa,” ujarnya.
Sarifah mendidik anak-anak ibarat anaknya sendiri. Ia sendiri mempunyai empat anak dan yang paling kecil berusia satu tahun. Meski begitu, ia rela meninggalkan anaknya untuk mengajar ke sejumlah TPA dan membimbing anak-anak belajar.
Saat ini Sarifah mengajar di lima TPA di wilayah Rantau Baru, Pangkalan Kerinci, dengan datang bergiliran setiap hari. Setiap TPA bisa menampung hingga 30 anak. Mereka dititipkan karena kedua orang tuanya bekerja di kebun kelapa sawit.
“Memang ada tantangan dalam mendidik anak-anak ini. Karena mereka masih kecil, kadang usianya masih satu tahun, mereka sering rewel dan ngambek. Tetapi saya punya teknik sendiri untuk mereka menjadi nurut. Ini yang saya pelajari waktu saya bekerja di Singapura,” ujarnya.
Kemampuannya mengajar Bahasa Inggris tersebut tidak hanya diperoleh Sarifah dari pengalaman bekerja di Singapura. Dalam hal ini, Sarifah mengakui sangat terbantu dengan program-program Tanoto Foundation.
Seperti halnya, dia diajar untuk memanfaatkan barang bekas sebagai media pembelajaran dan pelatihan silabus pembelajaran untuk anak usia dini sehingga Sarifah semakin bersemangat membimbing anak-anak untuk belajar bersama. “Selain saya cinta pada dunia anak tersalurkan, saya juga bangga ketika anak di pedesaan ini mampu menguasai Bahasa Inggris sejak usia dini,” jelasnya.
(poe)