Kapolri Tak Ingin Demo 2 Desember di Jalan Protokol
A
A
A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak melarang Aksi Bela Islam III Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) pada Jumat 2 Desember 2016. Asalkan, aksi itu nantinya dilakukan dengan cara-cara sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Pasti kami akomodir," ujar Tito di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kramat Raya, Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Tito mengaku sudah melakukan komunikasi dan silaturahmi kepada beberapa tokoh ulama, kiyai, habaib mengenai rencana demonstrasi 2 Desember nanti.
Akan tetapi, dia berharap masyarakat yang ingin demonstrasi tetap mengikuti koridor hukum dan tidak di jalan umum protokoler.
"Yang kami tidak ingin unjuk rasa di jalan umum protokol, kenapa? Kalau itu terjadi mengganggu ketertiban publik dan hak asasi orang lain pemakai jalan," ujarnya.
Sebab kata dia, hal demikian sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun dalam Pasal 15 disebutkan, jika Pasal 6 dilanggar, maka boleh dibubarkan oleh kepolisian.
"Kalau mereka jumahnya sudah ribuan orang pembubarannya pasti ada konflik, pasti ada korban. Oleh karena itu, lebih baik daripada nanti ada korban maka kami meminta mereka jangan disitu," ungkap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.
Maka itu, Polri tengah membangun komunikasi secara terus-menerus kepada tokoh agama, ulama, tokoh masyarakat dan pihak yang ingin melakukan aksi unjuk rasa 2 Desember nanti.
"Kami sedang bangun dialog, mudah-mudahan saja dalam beberapa hari kedepan dialognya menghasilkan solusi," pungkasnya.
"Pasti kami akomodir," ujar Tito di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kramat Raya, Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Tito mengaku sudah melakukan komunikasi dan silaturahmi kepada beberapa tokoh ulama, kiyai, habaib mengenai rencana demonstrasi 2 Desember nanti.
Akan tetapi, dia berharap masyarakat yang ingin demonstrasi tetap mengikuti koridor hukum dan tidak di jalan umum protokoler.
"Yang kami tidak ingin unjuk rasa di jalan umum protokol, kenapa? Kalau itu terjadi mengganggu ketertiban publik dan hak asasi orang lain pemakai jalan," ujarnya.
Sebab kata dia, hal demikian sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun dalam Pasal 15 disebutkan, jika Pasal 6 dilanggar, maka boleh dibubarkan oleh kepolisian.
"Kalau mereka jumahnya sudah ribuan orang pembubarannya pasti ada konflik, pasti ada korban. Oleh karena itu, lebih baik daripada nanti ada korban maka kami meminta mereka jangan disitu," ungkap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.
Maka itu, Polri tengah membangun komunikasi secara terus-menerus kepada tokoh agama, ulama, tokoh masyarakat dan pihak yang ingin melakukan aksi unjuk rasa 2 Desember nanti.
"Kami sedang bangun dialog, mudah-mudahan saja dalam beberapa hari kedepan dialognya menghasilkan solusi," pungkasnya.
(maf)