Komunikasi Politik Presiden Bisa Menjadi Bumerang

Selasa, 22 November 2016 - 17:19 WIB
Komunikasi Politik Presiden Bisa Menjadi Bumerang
Komunikasi Politik Presiden Bisa Menjadi Bumerang
A A A
JAKARTA - Hari-hari ini Presiden Jokow Widodo (Jokowi) terus melakukan komunikasi politik yang intensif dengan berbagai unsur pemimpin bangsa. Proses komunikasi politik ini tentu saja baik dan memang diperlukan untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah bangsa.

Pengamat Komunikasi dan Media Agus Sudibyo menegaskan, proses komunikasi politik tidak boleh berhenti sekadar tindakan berkomunikasi, tetapi harus benar-benar berkontribusi pada penyelesaian masalah bangsa hari ini. Katakanlah situasi politik yang memanas oleh demonstrasi umat Islam menuntut pemidanaan atas kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Proses komunikasi politik Presiden Jokowi harus berdampak langsung kepada kemampuan pemerintah mengendalikan situasi politik dan mencegah gejolak politik yang semakin memanas dengan munculnya demonstrasi lanjutan dan seterusnya," katanya di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Apalagi, sambung Agus, proses komunikasi politik itu telah sedemikian rupa dipertontonkan kepada masyarakat melalui media massa, sehingga harapan masyarakat pun terlanjur membumbung tinggi terhadap kemampuan pemerintah mengembalikan situasi politik menjadi tenang seperti sedia kala.

“Jika gejolak politik dan demonstrasi SARA ternyata masih terus terjadi dan suasana politik belum juga dapat dikendalikan, masyarakat dapat menilai proses komunikasi politik yang dilakukan Presiden Jokowi menemui gagal atau hanya sekadar retorika saja," ujarnya.

Dilanjutkannya, jika ini terjadi masyarakat akan semakin resah dan perlahan mulai kehilangan kepercayaan kepada Presiden Jokowi. Hal ini harus diantisipasi presiden dan pembantunya.

Dengan sengaja mempublikasikan proses komunikasi politik Presiden Jokowi dengan berbagai pihak di atas tidak selalu bernilai strategis, namun juga mengandung resiko politik yang serius, yakni mengecewakan masyarakat yang terlanjur dibikin berharap banyak.

Menurut Agus, satu yang patut disayangkan adalah, presiden seperti single fighter dalam menangani gejolak politik belakangan ini. Presiden, tambahnya, seperti melakukan sendiri kerja-kerja komunikasi politik.

Lalu di mana para menteri, para penasihat presiden? Menjadikan presiden sebagai single fighter mungkin dapat menimbulkan kesan positif, bahwa presiden benar-benar hadir menyelesaikan masalah.

"Namun hal ini juga bisa menjadi bumerang. Jika gejolak politik masih terus terjadi, maka seluruh kekecewaan akan tertuju kepada presiden seorang diri,” kata Agus
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7678 seconds (0.1#10.140)