KPK Periksa Dirut PT AHB Terkait Kasus Suap Gubernur Sultra
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus dugaan suap penerbitan izin usaha pertambangan yang menyeret nama Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam.
Hari ini, KPK memanggil dua saksi. Keduanya yakni, Andi Nurmadiyanthie seorang notaris PPAT dan Dirut PT Anugerah Harisma Barakah, Ahmad Nursiwan.
"Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nur Alam," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis (15/9/2016).
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya empat pekerja swasta, Abraham Untung dari PT Untung Anaugi, Goerge Hutama Riswantyo dari PT Ginovalentino Bali, Administrasi PT Terminal Motor Vivi Marliana, dan Direktur PT Billy Indonesia Distomy Lasimon.
Nur Alam resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dalam pemberian izin pertambangan di Provinsi Sultra tahun 2009-2014 pada 23 Agustus 2016 lalu. Nur Alam diduga menerima feed back dari SK izin tambang yang dia terbitkan.
Sejumlah SK yang diterbitkan oleh Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini dalam kurun 2009-2014, di antaranya SK Persetujuan Percadangan Nilai Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan, Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Seluruh SK tersebut diterbitkan untuk PT AHB selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Lumana, Sulawesi Tenggara.
Akibat perbuatannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hari ini, KPK memanggil dua saksi. Keduanya yakni, Andi Nurmadiyanthie seorang notaris PPAT dan Dirut PT Anugerah Harisma Barakah, Ahmad Nursiwan.
"Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nur Alam," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis (15/9/2016).
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya empat pekerja swasta, Abraham Untung dari PT Untung Anaugi, Goerge Hutama Riswantyo dari PT Ginovalentino Bali, Administrasi PT Terminal Motor Vivi Marliana, dan Direktur PT Billy Indonesia Distomy Lasimon.
Nur Alam resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dalam pemberian izin pertambangan di Provinsi Sultra tahun 2009-2014 pada 23 Agustus 2016 lalu. Nur Alam diduga menerima feed back dari SK izin tambang yang dia terbitkan.
Sejumlah SK yang diterbitkan oleh Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini dalam kurun 2009-2014, di antaranya SK Persetujuan Percadangan Nilai Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan, Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Seluruh SK tersebut diterbitkan untuk PT AHB selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Lumana, Sulawesi Tenggara.
Akibat perbuatannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(kri)