KPK Akan Gelar Perkara Dua Kasus di Sumatera Utara
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus menyelidiki dua kasus dugaan korupsi di Sumatera Utara (Sumut).
Adapun kedua kasus itu berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam proses penyimpangan interpelasi anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) dan penyelewengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumut tahun 2015.
"Tidak hanya berkaitan dengan hak interpelasi 2015, tapi juga berkaitan dengan pengadaan APBD 2014. Ada dua hal yang sedang diselidiki," kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Menurut Johan, proses penyelidikan dugaan penyimpangan APBD tidak lepas dari penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut.
Kendati demikian, Johan belum menjelaskan secara gamblang soal penyelidikan tersebut. Untuk mendalami kasus itu, kata Johan, penyidik terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
"Tim sudah beberapa kali meminta keterangan, baik kepada DPRD yang periode sekrang maupun yang sebelumnya termasuk juga kepada Gatot," tuturnya.
Johan membenarkan penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menentukan proses hukum selanjutnya.
"Minggu ini akan dilakukan gelar perkara di KPK untuk melihat apakah hasil permintaan keterangan, ditemukan apa yang disebut dengan bukti bukti permulaan yang cukup," tuturnya.
Sementara terkait kasus dugaan penyimpangan terkait pengajuan hak interpelasi anggota DPRD Sumut, KPK berencana untuk menaikan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
"Ya memang benar. Akan ada (penyelidikan yang naik penyidikan) setelah tim melakukan beberapa permintaan keterangan," kata Johan.
Penyelidikan kasus ini bermula saat Ketua DPRD Sumut Ajib Shah diperiksa penyidik KPK. Hasil pemeriksaan Ajib untuk menggali keterangan terkait dokumen risalah daftar hadir kegiatan hak interpelasi yang dilakukan anggota DPRD Sumut yang sudah disita KPK saat penggeledahan pada pertengahan Agustus 2015 lalu.
Kemudian KPK melakukan pemeriksaan terhadap puluhan anggota DPRD Sumut lainnya.
Dukungan penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Provinsi Sumut tahun 2013.
Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri Nomor 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun pada saat Rapat Paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, sebanyak 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.
PILIHAN:
Dilaporkan ke KPK, Rini Soemarno: Saya Tidak Bersalah Apa-apa!
25 Jamaah Haji Masih Hilang
Adapun kedua kasus itu berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam proses penyimpangan interpelasi anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) dan penyelewengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumut tahun 2015.
"Tidak hanya berkaitan dengan hak interpelasi 2015, tapi juga berkaitan dengan pengadaan APBD 2014. Ada dua hal yang sedang diselidiki," kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Menurut Johan, proses penyelidikan dugaan penyimpangan APBD tidak lepas dari penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut.
Kendati demikian, Johan belum menjelaskan secara gamblang soal penyelidikan tersebut. Untuk mendalami kasus itu, kata Johan, penyidik terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
"Tim sudah beberapa kali meminta keterangan, baik kepada DPRD yang periode sekrang maupun yang sebelumnya termasuk juga kepada Gatot," tuturnya.
Johan membenarkan penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menentukan proses hukum selanjutnya.
"Minggu ini akan dilakukan gelar perkara di KPK untuk melihat apakah hasil permintaan keterangan, ditemukan apa yang disebut dengan bukti bukti permulaan yang cukup," tuturnya.
Sementara terkait kasus dugaan penyimpangan terkait pengajuan hak interpelasi anggota DPRD Sumut, KPK berencana untuk menaikan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
"Ya memang benar. Akan ada (penyelidikan yang naik penyidikan) setelah tim melakukan beberapa permintaan keterangan," kata Johan.
Penyelidikan kasus ini bermula saat Ketua DPRD Sumut Ajib Shah diperiksa penyidik KPK. Hasil pemeriksaan Ajib untuk menggali keterangan terkait dokumen risalah daftar hadir kegiatan hak interpelasi yang dilakukan anggota DPRD Sumut yang sudah disita KPK saat penggeledahan pada pertengahan Agustus 2015 lalu.
Kemudian KPK melakukan pemeriksaan terhadap puluhan anggota DPRD Sumut lainnya.
Dukungan penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Provinsi Sumut tahun 2013.
Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri Nomor 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun pada saat Rapat Paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, sebanyak 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.
PILIHAN:
Dilaporkan ke KPK, Rini Soemarno: Saya Tidak Bersalah Apa-apa!
25 Jamaah Haji Masih Hilang
(dam)