Tony Abbott Tumbang, Turnbull PM Australia

Selasa, 15 September 2015 - 10:36 WIB
Tony Abbott Tumbang,...
Tony Abbott Tumbang, Turnbull PM Australia
A A A
SYDNEY - Karier politik Tony Abbot sebagai perdana menteri (PM) Australia berakhir. Abbott harus rela menyerahkan jabatannya kepada Malcolm Turnbull, mantan menteri komunikasi yang kemarin memenangi pemungutan suara sebagai ketua Partai Liberal. ”Turnbull meraih dukungan 54 suara dan Abbott mendapat 44 suara,” ungkap ketua pemilihan Partai Liberal Scott Buchholz seusai voting di Canberra kemarin dikutip kantor berita Reuters .

Abbott terjungkal dari kursi ketua Partai Liberal setelah beberapa bulan pertarungan memperebutkan dukungan internal partai. Dalam sistem parlemen saat ini, siapa pun yang memimpin Partai Liberal akan menjadi PM Australia sekaligus memimpin koalisi konservatif.

Pemungutan suara itu juga menempatkan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, sekutu lama Abbott yang berubah haluan, sebagai Wakil Ketua Partai Liberal. Bishop mengantongi dukungan 70 suara dari total 100 suara. Pemilihan ketua Partai Liberal berlangsung mendadak.

Beberapa jam sebelumnya Turnbull menantang Abbott untuk mengundurkan diri. Mantan wirausaha teknologi itu menilai koalisi yang saat ini berkuasa di Australia bakal kalah di pemilihan umum jika Abbott tetap dipertahankan sebagai pemimpin Partai Liberal. ”Jelas, Perdana Menteri tidak mampu memberikan kepemimpinan ekonomi seperti yang diperlukan bangsa kita. Kita perlu gaya kepemimpinan yang berbeda,” seru Turnbull.

Kritik keras itu dijawab Abbott dengan mengumumkan pemungutan suara yang diikuti anggota partai di parlemen. Sebelum voting Abbott terlihat sangat yakin mampu mengalahkan pesaingnya. ”Jabatan perdana menteri bukan penghargaan atau mainan yang bisa diminta. Ini harus sesuatu yang didapat melalui suara rakyat Australia,” katanya dikutip AFP.

Begitu hasil voting keluar, Abbott meninggalkan ruangan partai dengan wajah membatu. Perdana Menteri Ke-28 Australia itu tidak berbicara sepatah kata pun pada para wartawan yang mengerumuninya. Kekalahan itu seperti menegaskan bahwa popularitasnya, baik di internal partai ataupun publik Australia terus melorot. Abbott dinilai sering salah mengambil kebijakan dan mengeluarkan pernyataan yang memancing kontroversi.

Salah satu contoh yakni mengungkit besarnya bantuan kemanusiaan Australia bagi Indonesia jelang eksekusi mati duo terpidana Bali Nine. Survei Newspoll pekan lalu menunjukkan 63% pemilih kecewa dengan kinerja Abbott. Di lain pihak, Turnbull dianggap salah satu alternatif pemimpin paling layak. Dia merupakan miliarder, mantan pengacara, sekaligus politisi dari daerah pemilihan Sydney.

Turnbull mengungkapkan, pesan pemerintah tidak sampai pada rakyat sehingga dibutuhkan pendekatan baru. ”Australia memerlukan gaya kepemimpinan yang menghormati inteligensi orang yang menjelaskan berbagai isu rumit dan membuat langkah yang kita yakin harus diambil. Kita butuh advokasi, bukan slogan-slogan.”

Turbulensi Politik

Voting yang digelar Partai Liberal semakin menguatkan kerasnya turbulensi politik di Australia. Pemungutan suara itu mempertegas politik negara itu ”brutal” karena pergantian pemimpin bisa menjadi sangat cepat dan mendadak.

Pakar politik dari Universitas Sydney, Peter Chen, menjelaskan, Abbott menghadapi masalah yang sama saat Kevin Rudd digulingkan oleh partainya sendiri. Rudd merupakan mantan PM Australia dari Partai Buruh. ”Dia populer di hadapan publik, tapi tidak demikian di dalam partainya sendiri,” ujar Chen.

Profesor ilmu politik di Universitas Sydney, Rod Tiffen, menjelaskan, Abbott saat ini menjadi perdana menteri periode pertama dengan masa jabatan paling pendek hingga digulingkan. ”Sungguh luar biasa bahwa kita memiliki dua perdana menteri yang digulingkan pada periode pertama mereka. Itu tidak terjadi sejak Perang Dunia II. Ini menunjukkan derajat ketidakstabilan dalam partai-partai yang kita miliki sekarang,” ujarnya.

Abbott merupakan perdana menteri yang meraih kekuasaan pada Pemilu 2013. Dia awalnya menepis spekulasi tentang tantangan Turnbull tersebut dengan ungkapan khas, ”Saya tidak ingin terperangkap dalam gosip Canberra, saya tidak bermain permainan Canberra.”

Abbott berhasil mempertahankan kepemimpinan partai pada Februari lalu setelah voting yang kurang kuat, pencabutan beberapa kebijakan dan penerapan anggaran yang tidak populer sehingga memicu penentangan di dalam partai. Langkahlangkah Abbott juga memunculkan berbagai pertanyaan tentang kebijakan PM tersebut.

Pada Februari lalu digelar voting tentang apakah perlu memilih kepemimpinan baru. Voting itu menghasilkan 61 suara menolak kepemimpinan baru dan 39 suara mendukung. Sejak voting itu tidak muncul lagi penantang baru. Meski demikian, beberapa bulan setelah voting tersebut Abbott gagal membuat sejumlah perbaikan. Kondisi perekonomian kian melemah dan perlawanan terhadap Abbott dalam partainya semakin menguat.

Pemilu nasional dijadwalkan pada pertengahan Januari 2017. Turnbull menyatakan, kegagalan mengganti pemimpin partai (Liberal) akan mengakibatkan kemenangan Pemimpin Partai Buruh, Bill Shorten. Turnbull sebelumnya memimpin Partai Liberal hingga dikeluarkan oleh Abbott pada 2009. Dukungan Turnbull terhadap skema perdagangan karbon, pernikahan gay dan ide republik Australia membuatnya tidak populer di kalangan sayap kanan partainya.

Sementara itu, Bill Shorten menolak pendapat bahwa Turnbull mampu mengubah arah pemerintahan. ”Australia tidak memerlukan pemimpin Liberal lain yang arogan. Australia membutuhkan perubahan pemerintahan,” kilahnya.

Syarifudin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7998 seconds (0.1#10.140)