Bertekad Perbaiki Reputasi Toshiba
A
A
A
TOSHIBA membukukan kerugian tahunan USD318 juta (Rp4,5 triliun) pada tahun fiskal lalu yang berakhir Maret 2015.
Revisi ini dirilis sebagai perbaikan setelah terungkapnya skandal laporan keuangan yang merusak reputasi perusahaan Jepang tersebut. Konglomerasi berumur 140 tahun itu merevisi hasil untuk laba fiskal tahun lalu hingga Maret 2015, dengan kerugian bersih 37,8 miliar yen (USD318 juta). Jumlah tersebut berkebalikan dengan proyeksi sebelumnya bahwa perusahaan membukukan laba tahunan 120 miliar yen.
Presiden Toshiba yang baru, Masashi Muromachi, menjelaskan, perusahaan segera merestrukturisasi beberapa divisi dan merombak kultur korporat untuk penetapan laba. ”Kami telah mengakibatkan masalah besar bagi para investor di dalam negeri dan luar negeri. Perusahaan akan bekerja memulihkan kredibilitas Toshiba,” ujarnya di Tokyo, dikutip kantor berita AFP.
Toshiba tetap tidak mengubah proyeksi laba operasional 170 miliar yen p a d a penjualan 6,65 triliun yen pada tahun fiskal terbaru. Meski demikian, Toshiba menyatakan tidak dapat memberikan proyeksi untuk tahun fiskal sekarang hingga Maret 2016. Para investor menyambut revisi data tersebut hingga harga saham Toshiba sempat naik hampir 6% sebelum ditutup naik 1,75% menjadi 352,7 yen pada Senin (7/9) lalu.
”Ada suasana nyaman bahwa perusahaan mampu meraih laba kembali,” ungkap Manajer SMBC Nikko Securities Chihiro Ota. Dia menambahkan, perusahaan- perusahaan lain yang terlilit skandal akuntansi, seperti produsen kamera dan peralatan medis Olympus, mampu kembali normal setelah merevisi laba.
”Saya kira Toshiba akan mengambil langkah yang sama,” ujar Ota. Data baru itu setelah beberapa bulan ditunda seiring penyelidikan terhadap laporan keuangan Toshiba setelah terungkap bahwa beberapa eksekutif puncak mendongkrak laba sekitar USD1,2 miliar sejak krisis keuangan global 2008. Ini merupakan salah satu skandal akuntansi paling besar yang memukul Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Kasus ini memaksa presiden dan tujuh eksekutif puncak mundur dari jabatannya.
Temuan ini muncul saat Jepang berupaya meningkatkan transparansi perusahaan. Muromachi pun berjanji memperbaiki kontrol internal perusahaan. Meski demikian, dia memperingatkan, sistem baru apa pun akan gagal jika tidak memiliki substansi nyata.
Syarifudin
Revisi ini dirilis sebagai perbaikan setelah terungkapnya skandal laporan keuangan yang merusak reputasi perusahaan Jepang tersebut. Konglomerasi berumur 140 tahun itu merevisi hasil untuk laba fiskal tahun lalu hingga Maret 2015, dengan kerugian bersih 37,8 miliar yen (USD318 juta). Jumlah tersebut berkebalikan dengan proyeksi sebelumnya bahwa perusahaan membukukan laba tahunan 120 miliar yen.
Presiden Toshiba yang baru, Masashi Muromachi, menjelaskan, perusahaan segera merestrukturisasi beberapa divisi dan merombak kultur korporat untuk penetapan laba. ”Kami telah mengakibatkan masalah besar bagi para investor di dalam negeri dan luar negeri. Perusahaan akan bekerja memulihkan kredibilitas Toshiba,” ujarnya di Tokyo, dikutip kantor berita AFP.
Toshiba tetap tidak mengubah proyeksi laba operasional 170 miliar yen p a d a penjualan 6,65 triliun yen pada tahun fiskal terbaru. Meski demikian, Toshiba menyatakan tidak dapat memberikan proyeksi untuk tahun fiskal sekarang hingga Maret 2016. Para investor menyambut revisi data tersebut hingga harga saham Toshiba sempat naik hampir 6% sebelum ditutup naik 1,75% menjadi 352,7 yen pada Senin (7/9) lalu.
”Ada suasana nyaman bahwa perusahaan mampu meraih laba kembali,” ungkap Manajer SMBC Nikko Securities Chihiro Ota. Dia menambahkan, perusahaan- perusahaan lain yang terlilit skandal akuntansi, seperti produsen kamera dan peralatan medis Olympus, mampu kembali normal setelah merevisi laba.
”Saya kira Toshiba akan mengambil langkah yang sama,” ujar Ota. Data baru itu setelah beberapa bulan ditunda seiring penyelidikan terhadap laporan keuangan Toshiba setelah terungkap bahwa beberapa eksekutif puncak mendongkrak laba sekitar USD1,2 miliar sejak krisis keuangan global 2008. Ini merupakan salah satu skandal akuntansi paling besar yang memukul Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Kasus ini memaksa presiden dan tujuh eksekutif puncak mundur dari jabatannya.
Temuan ini muncul saat Jepang berupaya meningkatkan transparansi perusahaan. Muromachi pun berjanji memperbaiki kontrol internal perusahaan. Meski demikian, dia memperingatkan, sistem baru apa pun akan gagal jika tidak memiliki substansi nyata.
Syarifudin
(ars)